1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Korban Tewas dalam Bentrokan di Papua

1 Agustus 2011

Akhir pekan lalu sebuah bentrokan berdarah pecah di kabupaten Puncak, Papua. Sekitar 20 orang dilaporkan tewas dalam kekerasan di tengah proses pendaftaran Pemilihan Kepala Daerah itu.

https://p.dw.com/p/127zH
Foto: AP

Kepolisian telah mengirim tim untuk menyelidiki bentrokan antara pendukung kandidat bupati Puncak Jaya, Papua, hari Sabtu (30/07) dan Minggu (31/07). Juru bicara kepolisian daerah Papua Wachjono menyatakan, polisi telah berhasil mengendalikan situasi, namun polisi belum menetapkan tersangka dalam aksi kekerasan berdarah itu.

"Fokusnya kita adalah suasana kondusif dulu, tenang, aman dulu. Mengapa kita kejar, kalau orangnya ada di situ. Tim penyidik sedang bekerja menginvestigasi di sana. Memeriksa saksi-saksi yang melihat bentrok itu atau meminta keterangan para pelaku pidana. Kita belum ada tetapkan tersangka, kita lagi mengarah kepada penyelidikan, mencari barang bukti dan olah TKP dan sebagainya," papar Wachjono.

Sekitar 20 orang dilaporkan tewas dan puluhan lainnya luka-luka menyusul bentrokan antar pendukung calon bupati saat mendaftar pemilihan kepala daerah kabupaten Puncak, Papua. Laporan yang diperoleh badan pengawas pemilu, Bawaslu menyebutkan, bentrokan berdarah yang melibatkan pendukung Ketua DPRD Puncak Elvis Tabuni dan mantan pejabat sementara bupati Puncak Simon Alom itu, dipicu oleh dualisme rekomendasi dukungan dari partai pengusung Gerindra.

Ketua Bawaslu, Bambang Eka Cahya Widodo, juga menyesalkan keputusan KPUD yang langsung menolak pendaftaran salah satu calon dan memicu kemarahan para pendukungnya.

Sekretaris Komnas HAM Papua, Frits Ramenday, menyebut, bentrokan berdarah itu sebagai kecelakaan demokrasi. Ia menimpakan kesalahan terutama kepada para elit yang dianggap memprovokasi para pendukungnya. “Jadi ini sikap elit politik yang tidak bisa membangun komunikasi dengan para konstituennya. Jadi sudah pasti ini karena pengetahuan, pendidikan politik dan elit politik yang sama sekali tidak memiliki kesadaran berkomunikasi politik yang baik. Dia hanya ingin merebut kekuasaan dengan tanpa memikirkan resiko politik, tanpa memikirkan konstituen tanpa memikirkan rakyat.”

Kekerasan dalam proses pemilihan kepala daerah di Papua ini menambah panjang daftar kelam pelaksanaan pilkada langsung di daerah. Selain diramaikan dengan saling gugat di Mahkamah Konstitusi, proses pilkada juga memicu kekerasan seperti terjadi di Mojokerto Jawa Timur dan kepulauan Morotai beberapa waktu lalu.

Laporan LSM Institut Titian Perdamaian tahun 2010 lalu, menyebutkan, pilkada menyumbang konflik politik terbesar dalam kurun waktu 2009-2010, dan menguatkan desakan untuk mengubah format pemilihan. KPU sendiri dilaporkan akan menunda pelaksanaan pilkada di kabupaten Puncak yang sebelumnya dijadwalkan digelar bulan November mendatang.

Zaki Amrullah

Editor: Vidi Legowo-Zipperer