1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Korupsi Desak Perusahaan Jerman Tarik Modalnya

Christian Ignatzi22 Juni 2013

Bayar pelicin di Yunani, skandal korupsi perusahaan kereta api Jerman Deutsche Bahn bukan satu-satunya.

https://p.dw.com/p/18uEI
Foto: picture-alliance/dpa

Keluarnya perusahaan kereta api Jerman, Deutsche Bahn, dari Yunani dinilai konsekuen oleh Christoph Lütge, Professor mata kuliah etika perdagangan di Universitas Teknik München.

Deutsche Bahn, DB, bukan hanya meninggalkan Yunani. Menurut harian Süddeutsche Zeitung, SZ, perusahaan itu menarik modalnya dari sejumlah negara rawan korupsi, termasuk Aljazair, Libya, Ruanda dan Thailand. Lalu, ada apa dibalik ini?

Praktek penyuapan yang  meluas

2010, DB International, anak perusahaan Bahn AG, membayar uang semir untuk mendapatkan kontrak pembangunan jalur kereta bawah tanah. Aksi suap itu terbongkar oleh kejaksaan Frankfurt, yang kini menyidik 37 orang yang diduga terlibat. Bahn AG juga menggugat sekitar 10 mantan karyawan anak perusahaannya itu dan menuntut ganti rugi.

Menurut SZ, sebuah perusahaan konsultan di pulau Jersey membayarkan uang pelumas kepada  sejumlah politisi Yunani agar DB International mendapatkan kontrak pembangunan jalur kereta bawah tanah dari bandara ke pusat ibukota Athena, Yunani.

Deutsche Bahn Logo Bahntower Berlin
Logo Deutsche BahnFoto: picture-alliance/dpa

Memenangkan kontrak dengan cara ini tampaknya tidak jarang di Yunani. Pejabat dengan gaji kecil memperbaiki penghasilannya dengan menerima suapan. Begitu jelas Lütge: "Khususnya di Yunani, untuk mendapatkan izin pembangunan butuh waktu sangat lama. Namun setelah mengalir 5000 Euro tambahan, prospek percepatan akan terlihat."

Uang pelumas semacam itu bisa memudahkan perizinan untuk bangunan ilegal, mendapatkan SIM maupun mempercepat jadwal bertemu dokter. Jumlahnya tak sama, tapi praktek penyuapan selalu ilegal.

Banyak perusahaan disorot penyidik

Bukan hanya Bahn AG yang menjadi sorotan penyidik, banyak perusahaan Jerman lainnya yang terpaksa menanggung akibat korupsi.

Perusahaan Siemens misalnya, terbukti melakukan praktek penyuapan hingga 2006. Kerugian yang dialami setelah skandal itu terbongkar jauh lebih besar dari jumlah awal dana suap.

Bagi perusahaan Siemens,  biayanya - termasuk denda, ongkos pengadilan dan utang pajak - mencapai 2,9 Milyar Euro. Itu baru kerugian finansial, belum kerugian yang terjadi akibat reputasi yang runtuh. Padahal menurut  Birgit Galley, Direktor "School of Governance Risk & Compliance" di Berlin,  jumlah dana sebesar itu merupakan „pukulan hebat, juga bagi perusahaan besar“.

Griechenland Athen U-Bahn
Kereta bawah tanah di AthenaFoto: Getty Images

Minat dan daya tarik untuk menerima suap masih tinggi di berbagai negara. Hingga kinipun, belum bisa dipastikan sejauh apa praktek penyuapan berlangsung pada perusahaan Jerman di luar negeri.

"Jumlahnya masih kabur, tapi pasti sangat tinggi“, jelas Galley. Semakin besar perusahaannya, semakin banyak pula kasus-kasus penyuapan. "Bukannya menuduh, tapi saya sudah melihat banyak sekali perusahaan yang korup“, tambahnya.

Perkembangan positif setelah skandal

Kasus Siemens berhasil menyadarkan mayoritas publik Jerman. Begitu Professor Christoph Lütge: "tema korupsi semakin sering dibahas." Setelah kasus Siemens, sektor bisnis juga semakin keras terhadap tindak korupsi. Di berbagai perusahaan dibentuk divisi compliance, yang memastikan transparansi dan  kepatuhan perusahaan pada peraturan resmi.

Meskipun begitu, berbagai indeks korupsi  menunjukkan bahwa korupsi dan praktek menyuap masih tumbuh sehat di berabagai negara. Seperti dikatakan Lütge, „undang-undang anti korupsi yang tidak diindahkan, tidaklah berguna".