1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kosovo Tunggu Keputusan Status Mahkamah Internasional

22 Juli 2010

Mantan provinsi Serbia ini menyatakan kemerdekaannya tahun 2008. Serbia dan 120 negara lainnya tidak mengakui hal ini. Sekarang penilaian Mahkamah Internasional PBB ditunggu-tunggu banyak pihak.

https://p.dw.com/p/ORVV
Perayaan kemerdekaan Kosovo di Prishtina. Sampai sekarang baru 69 negara mengakui kemerdekaannyaFoto: picture-alliance/ dpa

Pemerintah di Prishtina yakin, Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, akan menegaskan, bahwa pernyataan kemerdekaan Kosovo berjalan selaras dengan hukum internasional. Perdana Menteri Kosovo Hashim Thaci memang tidak menolak perundingan lebih lanjut dengan Serbia, tetapi yang pasti ia tidak akan berdiskusi tentang status negaranya.

"Setelah penilaian dikeluarkan, akan dimulai sebuah fase baru," ujar Tachi. Ini adalah sebuah fase pengukuhan negara Kosovo, yang terdiri dari proses integrasi Kosovo ke NATO, Uni Eropa dan PBB. "Dalam fase ini kami juga akan berupaya memecahkan semua masalah teknis dengan Serbia," lanjutnya. Masalah teknis yang dimaksud Thaci antara lain isu bea cukai, perbatasan atau juga masalah orang-orang yang hilang di masa perang.

Sementara itu, pemerintah di Beograd menganggap pernyataan kemerdekaan Kosovo tidak legal kalau dipandang dari sisi hukum internasional dan mereka menuntut perundingan-perundingan lanjutan mengenai Kosovo. Selama proses pengadilan di Mahkamah Internasional Desember 2009 lalu, delegasi Serbia kembali menyebut Kosovo sebagai "asal Serbia dari segi sejarah". Menteri Luar Negeri Serbia Vuk Jeremic kembali menegaskan, bahwa Serbia tidak akan pernah mengakui kemerdekaan Kosovo. "Kosovo dulu, sekarang dan di masa depan akan selalu menjadi bagian dari Serbia", kata Jeremic.

Sementara itu Menlu Kosovo Skender Hyseni bereaksi dengan kata-kata, "Kami tidak perduli, apakah Serbia akan mengakui kemerdekaan kami. Kami hanya berharap, Beograd akhirnya akan melihat kenyataannya."

Sah atau tidaknya pernyataan kemerdekaan Kosovo secara resmi diangkat menjadi kasus di institusi hukum tertinggi PBB setelah hal ini diminta Serbia dengan dukungan mayoritas suara tipis dalam Sidang Umum PBB. Pemerintah di Beograd berharap, dengan penilaian ini akan bisa dikeluarkan resolusi PBB yang mewajibkan Kosovo kembali berunding mengenai statusnya.

Selama ini, perwakilan dari sekitar 30 negara telah memberikan argumentasinya kepada para hakim Mahkamah Internasional. Ada yang mendukung dan ada yang tidak setuju dengan kemerdekaan Kosovo. Serbia didukung oleh 12 negara, antara lain dua negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Cina dan Rusia. Perwakilan Rusia Kirill Gevorgyan menegaskan, bahwa tidak satu pun institusi Kosovo yang mempunyai hak untuk menyatakan dirinya merdeka. Menurut Federasi Rusia, pernyataan kemerdekaan sepihak institusi sementara Kosovo berlawanan dengan hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1244. "Pernyataan kemerdekaan ini tidak sejalan dengan hukum internasional," ujar Gevorgyan lebih lanjut.

Sampai sekarang 120 negara tetap tidak mengakui Kosovo sebagai negara independen dan melihatnya sebagai provinsi Serbia. Tetapi 69 negara mengakui kemerdekaan Kosovo, antara lain 22 anggota Uni Eropa dan Amerika Serikat. Dalam pengadilan di Den Haag, lebih banyak negara mendukung Kosovo. Argumen mereka adalah, bahwa warga Kosovo mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Resolusi 1244 memang bertujuan untuk memecahkan masalah status Kosovo, tetapi perundingan mengenainya gagal. Selain itu negara Kosovo yang independen akan mendukung keamanan dan stabilitas wilayah Balkan.

Beberapa negara Uni Eropa, seperti Spanyol, Yunani, Rumania, Siprus dan Slovakia, masih menentang pengakuan secara internasional. Sementara itu banyak negara lain baru akan bertindak setelah Mahkamah Internasional mengumumkan penilaiannya. Memang penilaian ini tidak bersifat mengikat secara hukum, tetapi diharapkan, ini akan menjadi sebuah pilar penting dalam masalah kemerdekaan Kosovo.

Bahri Cani / Anggatira Gollmer / dpa
Editor: Marjory Linardy