1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kota Srebrenica Yang Terlupakan

10 Juli 2009

Tanggal 11 Juli 1995 tentara Bosnia Serbia di Srebrenica menghabisi sekurangnya 8.000 muslim Bosnia. 14 tahun kemudian kota itu seperti dilupakan rakyat Bosnia sendiri.

https://p.dw.com/p/Il7Q
Foto: DW

Banyak orang datang hanya untuk mengunjungi tugu peringatan dan langsung pergi pada hari berikutnya. Penduduk Srebrenica merasa ditinggalkan sendirian dalam konflik dengan masa lalu.

Tugu peringatan Potocari banyak didatangi orang, sejak beberapa hari sebelum puncak peringatan genosida di Srebrenica, setiap tanggal 11 Juli. Para pengunjung, baik orang awam, keluarga korban maupun wartawan, ingin menunjukkan penghormatan terakhir. Politisi Bosnia dan luar negeri datang tepat pada hari peringatan. Begitu kurang lebih yang terjadi setiap tahun, kata Muhizin Omerovic, yang datang dari Swiss.

"Kalau saya tengah berkunjung ke Sarajevo, saya bertanya pada orang-orang di sana, kapan mereka ingat pada Srebrenica. Mereka menjawab, 'pada 11 Juli, saat menonton televisi. Semua stasiun menayangkan acara peringatan. Sepanjang hari itu perasaan kami tidak enak, tapi besok paginya semua kembali normal', begitu kata kebanyakan orang."

Dahmo Smajlovic mengalami hal yang sangat berbeda. Pria yang bekerja di Mesjid Putih di Srebrenica itu menuturkan keterbatasan komunitas Islam untuk membantu penanganan trauma masa lalu.

"Bertolak belakang dengan penduduk di kota-kota Bosnia lainnya, warga Srebrenica setiap hari harus hidup dengan kenangan tentang 11 Juli. Secara perorangan kami dapat menanggulangi masa lalu itu, tetapi dari segi finansial lebih sulit. Bukan hanya menyangkut Srebrenica. Semua badan administrasi komunitas muslim di Republik Srpska berada dalam situasi serupa. Saya pikir, masih sangat kurang apa yang dilakukan di wilayah ini.“

Mesjid Putih di Srebrenica berjarak beberapa ratus meter dari gereja Orthodoks Serbia. Imam Zeljko Teofilovic yang bertugas di sana mengatakan, kehidupan di Srebrenica masih tetap dibebani bayang-bayang masa lalu. "Saya mencoba bicara dengan umat, terutama anak-anak sekolah.Saya bicara tentang berbagai persoalan sosial, terutama masalah iman. Dan prasangka yang mengarah pada pertumpahan darah harus diatasi. Anak-anak tidak boleh memandang anak-anak dari agama lain sebagai musuh.“

Apa yang dituturkan Teofilovic tetap membebani hubungan antara kelompok etnis yang berbeda. Kemajuan bukannya tak ada kata Tomislav Jovic, warga Srebrenica, tapi sangat lambat.

Persiapan untuk memakamkan kembali 533 korban, sudah memasuki tahap akhir, kata para petugas tugu peringatan Potocari. Salah seorang diantara mereka membenarkan anggapan bahwa penduduk Bosnia dan Herzegovina hanya ingat pembantaian massal di Srebrenica setiap tanggal 11 Juli.

"Orang datang hanya untuk menyaksikan pemakaman. Ada yang datang seolah-olah ini acara gembira, semacam pesta rakyat.“

Di depan plakat bertuliskan ribuan nama korban pembantaian, berdiri Zahida Hodzic, seorang perempuan tua dari kota Kladanj, di timur laut Bosnia. "Tidak ada keluarga saya yang menjadi korban. Tapi semua ini menyedihkan. Semua korban saya anggap keluarga, kakak, adik, ibu, ayah. Saya bisa ikut merasakan beratnya penderitaan yang harus ditanggung.“

Setelah pengepungan berbulan-bulan, tentara Serbia merebut Srebrenica, awal Juli 1995. Kaum pria di kota dan desa-desa sekitarnya digiring ke satu tempat lalu ditembak mati. Mayat mereka dilemparkan ke kuburan massal, lalu digali kembali dan dikubur di tempat lain untuk menutupi pembantaian massal itu. Srebrenica adalah genosida terbesar di Eropa setelah Perang Dunia II.

Samir Huseinovic/Renata Permadi

Editor: Yuniman Farid