1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kotroversi Hasil Pemilu Thailand

4 Juli 2011

Nama 'Shinawatra' didukung oleh wajah cantik dan janji-janji yang muluk, berhasil membuat Yingluck menaklukkan hati warga Thailand. Ia akan menjadi perempuan pertama yang memimpin negara itu.

https://p.dw.com/p/11ol7
Yingluck ShinawatraFoto: AP

Harian liberal kanan Corriere della Sera yang terbit di Italia menilai secara kritis pemenang pemilihan parlemen Thailand Yingluck Shinawatra :

"Hingga enam minggu yang lalu ia tidak pernah berurusan dengan politik. Kemudian ia mengikuti nasihat kakaknya Thaksin yang berada di eksil, yang memberinya julukan 'klon saya'. Ia mendukung kampanye pemilihan dengan janji-janji populis ditambah dengan kecantikannya. Melalui cara itu, ia mendapat kepercayaan para petani dan kaum miskin kota, pihak yang dulu mendukung perdana menteri Thaksin yang dijatuhkan kudeta militer 2006 lalu . Dan saudaranya yang berada dalam eksil dan dijatuhi vonis atas tuduhan melakukan korupsi kini menunggu agar Yingluck menebus janji untuk memberikan amnesti bagi kejahatan politik. Masih harus dinantikan, bagaimana reaksi militer kemudian."

Harian Swiss Neue Zürcher Zeitung juga memberikan komentar atas hasil pemilihan parlemen di Thailand :

"Strategi apa pun yang akan dipilih Yingluck, tetap akan menimbulkan perdebatan. Masalah yang menyebabkan timbulnya kekacauan tidak mengalami perubahan. Peran monarki kelak tidak jelas. Jurang perbedaan dalam situasi keuangan dan pendidikan antara pusat kekuasaan Bangkok dan wilayah lain di utara dan timur negara itu tetap eksplosif. Lembaga demokratis lemah dan militer terus mengawasi dari belakang. Akan banyak pertanyaan dan pertentangan yang dilontarkan di Thailand. Hanya jika tercapai diskusi dalam lembaga demokratis yang berfungsi, keberhasilan mungkin bisa terwujud dalam waktu dekat."

Harian liberal Italia La Stampa menganggap kemenangan Yingluck di Thailand adalah pesta besar bagi rakyat yang mendukung Thaksin :

"Para petani dari wilayah timur laut Thailand dan jutaan pekerja dengan gaji rendah lah yang menghidupkan Bangkok dan sekitarnya. Pasif secara politik di hadapan kebangkitan Thaksin dulu, kelompok rakyat ini menuntut pemilihan baru yang dipercepat dengan demonstrasi di ibukota setahun yang lalu, namun diusir oleh militer. Kini 'rakyat Thaksin' menemukan kembali semangat mereka dan mendukung perempuan berusia 44 tahun yang menjanjikan kembalinya sistem pemerintahan yang terhenti lima tahun yang lalu."

Terakhir, harian Jerman Frankfurter Rundschau yang juga skeptis dengan hasil pemilihan parlemen di Thailand :

"Mayoritas pemilih di Thailand ingin menukar kaum elit yang memerintah sejak kudeta dengan dinasti keluarga Shinawatra. Namun, aliansi yang terdiri dari militer, pejabat, monarki dan partai demokratis tidak bersedia untuk kompromi sepenuhnya dalam kampanye pemilihan dengan Thaksin Shinawatra yang digulingkan 2006 lalu. Pada dasarnya mereka tidak mempercayainya. Pemilu adalah penyelesaian perhitungan dengan aksi kudeta lima tahun yang lalu. Ini penegasan, bahwa sebagian besar warga tidak hanya memiliki pandangan mereka yang tersendiri, tetapi juga masih berharap untuk mewujudkannya di kotak suara. Jika akan dicoba kembali dengan trik-trik dan muslihat yang meragukan dengan membalikkan hasil pemilihan, warga Thailand bisa kehilangan kesabaran mereka."

Vidi Legowo-Zipperer / dpa / afp

Editor : Hendra Pasuhuk