1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kredibilitas FIFA Merosot

2 Desember 2010

Dengan rangkaian skandal yang melanda perhimpunan sepak bola dunia menjelang penetapan tuan rumah kejuaraan Piala Dunia 2018 dan 2022 hari Kamis (2/12), kredibilitas FIFA merosot drastis.

https://p.dw.com/p/QNpp
Presiden FIFA Joseph Sepp BlatterFoto: picture alliance/Photoshot

Menghadapi tuduhan kasus suap dan korupsi terhadap enam anggota eksekutifnya, FIFA bereaksi dengan memberikan hukuman relatif ringan. Komisi etik FIFA di Zürich dua pekan lalu hanya menjatuhkan hukuman memblokir dua anggota eksekutifnya, dalam arti mencabut hak suaranya dalam sidang penetapan tuan rumah kejuaraan sepak bola Piala Dunia tahun 2018 dan 2022 yang akan dilaksanakan Kamis (02/12).

Selain itu akibat melanggar kode etik, anggota eksekutif Amos Adamu dari Nigeria dihukum tidak boleh terlibat dalam kegiatan sepak bola selama tiga tahun. Dan wakil presiden FIFA, Reynald Temarii dari Tahiti, dihukum skors selama setahun. Sekretaris jenderal FIFA, Jerome Valcke ketika itu mengumumkan, "Saya berharap, apa yang terjadi dalam beberapa hari ini, menunjukkan bahwa di sini ada komisi etik dan anggota harus berhati-hati memasuki setiap situasi yang terlarang, baik berdasarkan aturan registrasi ataupun komisi kode etik."

Reaksi FIFA yang terlalu ringan semacam itu, menyebabkan merosot drastisnya citra federasi sepak bola dunia itu, terutama juga citra presidennya, Joseph Blatter. Demikian ditegaskan oleh ketua komisi etik FIFA, Claudio Sulser, di Zürich. Walaupun begitu, FIFA mengumumkan tidak akan membuat katalog aksi yang rinci atau mengubah tata cara pemilihan tuan rumah Piala Dunia mendatang. Presiden FIFA Blatter kini dalam posisi terdesak.

Kasus korupsi di federasi sepa bola dunia itu dipicu oleh aktivitas agen pemasaran FIFA-ISL yang tidak transparan. ISL bangkrut pada tahun 2001 lalu. Namun dilaporkan agen pemasaran intern FIFA itu telah menyalurkan uang senilai sekitar 140 juta Frank Swiss ke sejumlah anggota eksekutif FIFA. Penerima terbesar dana gelap dari ISL adalah anggota komite eksekutif dari Brasil, Ricardo Teixeira.

Hingga tahun 2001 dilaporkan Teixiera menerima sekitar 12 juta Dolar dana dari ISL lewat sejumlah perusahaan papan nama. Aksi Teixeira ini juga sudah diusut oleh komisi penyidik parlemen Brasil. Namun tokoh dari Brasil itu memiliki banyak pelindung, salah satunya adalah presiden FIFA, Blatter.

Menjelang pemilihan tuan rumah kejuaraan sepak bola Piala Dunia, motto FIFA, transparan, dapat dipercaya dan Fair Play, semakin memudar. Bahkan organisasi anti korupsi di Swiss sudah mendesak agar penunjukkan tuan rumah Piala Dunia ditangguhkan. Petugas bidang olahraga Transparency International, Sylvia Schenk, bahkan menuntut perubahan mendasar dan reformasi struktural FIFA. Namun sejauh ini, aturan korupsi di Swiss tidak dapat menyentuh aktivitas yang dilakukan organisasi sepak bola dunia ini.

Agus Setiawan/dpa/rtr/sid

Editor: Vidi Legowo-Zipperer