1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Krisis Finansial Yunani: Hidup Lampaui Batas?

16 Maret 2010

Penciutan drastis sektor publik dan upaya peningkatan kemampuan bersaing dalam kegiatan ekonomi merupakan resep dari para pakar keuangan bagi Yunani yang perekonomiannya sedang sakit parah.

https://p.dw.com/p/MUZs
Yunani sebagai target spekulanFoto: DW-Montage/AP

Pemerintah Yunani berjuang melawan defisit anggaran belanja negara yang luar biasa besarnya. Melalui program penghematan yang radikal dan penuh ambisi, pemerintahan di bawah pimpinan Perdana Menteri Jorgos Papandreou hendak memperkecil jumlah utang negaranya. Uni Eropa menerapkan pengawasan yang ketat terhadap anggaran negara anggotanya itu dan menawarkan sebuah jaringan keamanan politik kepada negara yang sedang dililit utang itu. Inisiatif ini terutama dilansir Jerman dan Perancis yang mengharapkan dapat menenangkan pasar keuangan melalui bantuan itu. Selain itu juga diharapkan bahwa serangan-serangan spekulan di pasar finansial dapat dihindarkan.

Tak seorangpun mengira bahwa Yunani kini berada dalam situasi seburuk ini. Di pasar-pasar keuangan diperingatkan bahwa negeri ini terancam bangkrut. Selain itu juga muncul spekulasi bahwa pemerintahan di Athena kemungkinan tidak akan lagi mampu melakukan kewajiban-kewajiban finansialnya.

Akibat utang yang menumpuk dan angka statistik yang dimanipulasi, Yunani kehilangan kredibilitasnya, terutama di pasar-pasar keuangan. Meski jaringan keamanan politik yang diberikan oleh Uni Eropa kepada negara anggotanya itu, bagi pemerintahan di Athena situasi di negerinya kelihatan suram.

Yunani menimbun utang lebih dari 300 miliar dollar AS yang dipinjam dari bank-bank luar negeri. Ini berarti 115 persen dari Produk Domestik Bruto atau PDB. Utang baru Yunani mencapai sekitar 12, 7 persen PDB per tahun. Bagaimana sampai hal ini bisa terjadi? Guru besar ekonomi makro dari Yunani di Universitas Leipzig, Jerman, Spiros Paraskewopoulos melihat akar permasalahan pada kesalahan-kesalahan yang dilakukan pada masa lalu: "Kebijakan politik pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada 30 tahun terakhir berbasis pada perilaku konsumtif. Ini menjadi masalah karena bila hal ini didanai melalui kredit, pinjaman harus dikembalikan. Tetapi tidak ada investasi yang telah dilakukan untuk dapat dipakai membayar pinjaman tersebut. Sekarang kami tidak punya apa-apa. Yunani hidup melampaui kemampuan finansialnya, baik negara maupun warganya."

Pada tahun 80-an dan 90-an Yunani juga pernah mendapat kesulitan untuk membayar utang-utangnya. Saat itu pemerintah-pemerintah sosialis mancari jalan keluar melalui devaluasi mata uang Yunani Drachme. Dengan kebijakan itu Yunani membatasi impor dan meningkatkan ekspor. Namun, setelah Yunani menjadi pengguna Euro sebagai mata uang bersama dari sejumlah negara Uni Eropa, kebijakan ini tidak lagi dapat diterapkan, ujar pakar perekonomian Babis Papadimitriou: "Politisi papan atas dan pemerintahan Yunani pada tahun-tahun terakhir tidak mengerti apa artinya memasuki keanggotaan mata uang bersama. Sudah jelas bahwa defisit harus dikurangi jika sebuah negara menggunakan mata uang yang sama dengan negara-negara lainnya. Tetapi para penguasa tidak mempedulikan prinsip ini. Jadi reformasi yang diperlukan tidak dilaksanakan."

Saat biaya meningkat, pemerintah tidak menyikapinya secara efisien. Kemampuan bersaing semakin melemah. Ketika krisis ekonomi global yang begitu hebatnya merebak, kelemahan-kelemahan struktural Yunani ini menjadi sebuah mimpi buruk. Pakar ekonomi Papadimitriou berpendapat bahwa Yunani tidak memasuki zona Euro dengan menyodori angka statistik yang dimanipulasi. Menurutnya, kesalahan terbesar terletak pada perekonomian Yunani yang tidak melakukan penyesuaian: "Untuk memasuki keanggotaan di zona Euro, Yunani telah memenuhi kriteria-kriteria nominal, tetapi tidak kriteria riilnya. Pemerintahan di Athena gagal menyesuaikan perekonomiannya dengan wilayah yang sangat mampu bersaing. Barang-barang ekspor Yunani mahal dan pada tahun-tahun terakhir sedikit sekali laku di pasaran. Padahal kondisi perekonomian internasional saat itu menguntungkan."

Masalah utama negeri ini adalah pemerintahan dan sektor pelayanannya. Profesor Paraskewopoulos berpendapat, dalam sektor ini seharusnya dilaksanakan reformasi. Penghematan sedianya dapat dilakukan terutama dalam bidang yang berkaitan dengan anggaran sumber daya manusia di jawatan publik. Salah satu titik balik yang paling berarti adalah penghapusan pengecualian pajak, penghentian pengangkatan pegawai di jawatan publik dan pemotongan gaji pegawai negeri. Pembasmian secara konsekuen penggelapan pajak dan korupsi juga sangat penting. Setiap tahun negara Yunani kehilangan sumber dari pemasukan pajak yang mencampai sekitar 20 miliar Euro. Satu keluarga Yunani rata-rata mengeluarkan sekitar 1.600 Euro per tahun untuk uang suap. Karena tanpa uang suap atau "Fakelaki", yaitu ampelop berisikan uang, urusan tidak akan beres. Paraskewopoulos: "Dalam sektor publik, produktivitas kami sangat rendah. Partai-partai yang silih berganti berkuasa memenuhi janji kepada pemilihnya dengan memberikan posisi kerja. Kini jawatan publik kami membengkak dan menelan dana yang luar biasa besarnya. Di sinilah kami harus mulai. Ini memang mudah untuk diucapkan, tetapi bila ingin melaksanakannya, kita harus siap menghadapi reaksi dari yang bersangkutan."

Dan ini lah yang sekarang dihadapi oleh pemerintahan PM Papandreou. Jawatan publik melancarkan aksi mogok, para petani yang berang memblokir jalan-jalan bebas hambatan dan perbatasan-perbatasan. Tetapi, meskipun demikian, tanpa penghapusan subsidi dan program privatisasi yang konsekuen, penyehatan keuangan negara tidak akan mungkin dilaksanakan. Demikian ditegaskan Babis Papadimitriou: "Aparat pemerintah harus lebih dirampingkan. Sebagian besar jawatan dan kegiatannya serta posisi kerja harus dipindahkan ke sektor swasta. Jawatan publik yang bersaing dengan sektor swasta harus dihapuskan. Program penghematan harus radikal. Penghematan kecil-kecilan tidak mencukupi."

Sejalan dengan program penghematan, Yunani tidak boleh menelantarkan kegiatan untuk memicu pertumbuhan ekonomi, ujar Spiros Paraskewopoulus. Karena, bila perekonomian mandek, pemasukan negara menciut. Perdagangan di sektor perkapalan, turisme dan pertanian adalah sektor yang paling produktif dalam ekonomi Yunani. Karena itu, kemampuan bersaing dalam sektor-sektor tersebut harus dikembangkan. Sumber daya manusia yang diperlukan sudah tersedia, ujar Paraskewopoulus: "Kami memiliki orang-orang berprestasi yang punya pendidikan prima. Jumlah lulusan sekolah menengah atas dan akademisi secara prosentual sangat tinggi. Jadi dalam sektor pelayanan, kami sebenarnya punya potensi lumayan untuk meningkatkan produktivitas kami di Eropa."

Kedua pakar ekonomi tadi sepakat bahwa tantangan terberat bagi Yunani adalah mendapatkan kembali kepercayaan yang hilang. Dan ini hanya akan berhasil bila Yunani melaksanakan program penghematan secara sungguh-sungguh. Sebelum hal itu dilaksanakan, para spekulan di pasar-pasar finansial akan menyalahgunakan keadaan ini dan akan melanjutkan permainannya untuk menjatuhkan Euro.

Stamatis Assimenios/Christa Saloh

Editor. Hendra Pasuhuk