1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

230910 Lebensmittel Westafrika

23 September 2010

Badan Pangan Dunia, FAO, mencemaskan peningkatan harga gandum dan beras di pasar dunia yang melesak tinggi dalam dua tahun terakhir ini. tingginya harga beras dan gandum di Afrika Barat memicu reaksi berantai.

https://p.dw.com/p/PKa6
Foto: picture alliance/dpa

Pasar beras dan gandum di Niamey, ibukota Niger. Sejumlah pria berkerumun dan saling bicara. Mereka berang karena tak ada yang bisa dibeli. Mereka tahu, panen tahun ini buruk. Tapi mereka juga tahu, beras impor tersedia cukup di gudang, namun harganya tak terjangkau. Dan situasi ini terjadi ketika krisis kelaparan kembali mengancam Niger.

Abdou Nouhou, dari organisasi perlindungan konsumen Wadata, menuding siapa yang bertanggungjawab. "Spekulasi liar, itu faktanya! Para importir besar, yang punya uang, memborong stok, menyimpannya di gudang dan dengan begitu membuat langka penawaran di pasar. Gara-gara mereka harga melambung!"

Tuduhan ini dibantah para pedagang. Mereka mengaku juga harus membeli dengan harga mahal. Penyebabnya, Rusia, salah satu pengekspor gandum terbesar di dunia, menghentikan ekspor setelah bencana kebakaran besar melanda negeri itu di musim panas.

Seperti yang sudah-sudah, tingginya harga beras dan gandum di Afrika Barat memicu reaksi berantai. Harga tepung, roti dan daging begitu tinggi, kekuatiran pun meningkat akan terulangnya krisis bahan pangan tahun 2008.

Sekarang pun, Badan Pangan Dunia FAO, tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berupaya menenangkan publik. Menurut FAO, lonjakan harga padi-padian saat ini tidak dapat disamakan dengan situasi dua tahun lalu. Kini, tersedia cukup gandum dan jewawut di seluruh dunia untuk memberi makan penduduk bumi.

Tapi apa gunanya, jika yang terjadi dalam skala kecil di Niger, mengalir dalam skala besar di bursa saham di London, New York atau Hong Kong? Jika persediaan ditahan atau diborong dan investor mengendus peluang meraup keuntungan besar?

Pertanyaan serupa diajukan Liliana Balbi, pakar Afrika Barat di Badan Pangan PBB, FAO. "Kita harus membatasi spekulasi. Tapi, pasar harus lebih transparan. Negara-negara berkembang harus tahu pasti, berapa banyak gandum, beras atau jagung yang sebetulnya diproduksi di seluruh dunia. Hanya dengan begitu Afrika Barat bisa menghindari kepanikan, karena kepanikan secara otomatis akan muncul jika mereka memborong pada saat bersamaan. Harga melonjak dan situasi memburuk. Jika pemerintah tenang, pasar juga tenang. Pemerintah tidak terburu-buru mengimpor karena takut tidak ada barang di pasar dan kuatir harga melonjak."

Di Senegal, Togo dan tempat lain di dunia, para petani kecil berjuang sendiri untuk meningkatkan hasil produksi. Pertarungan mengenaskan antara Daud dan Goliath. Karena sejak puluhan tahun mereka tak punya investasi yang sangat dibutuhkan. Pupuk, mesin, sistim pengairan. Sektor agraria Afrika sejak puluhan tahun diabaikan oleh negara donor, tuduh ekonom Inggris Steve Wiggins. Padahal, sistim pertanian setempat yang sehat adalah cara terbaik untuk melawan ketergantungan akan produk impor, dan melawan spekulan.

Alexander Göbel/Renata Permadi

Editor: Hendra Pasuhuk