1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Krisis Politik Masih Lilit Pantai Gading

9 Desember 2010

Dua kandidat presidennya menyatakan diri sebagai pemenang pemilu dan berhak atas jabatan presiden. DK menyatakan dukungan pada pemimpin oposisi.

https://p.dw.com/p/QUXC
Gbagbo dan Alassane OuattaraFoto: AP/DW

Dua presiden dalam satu negara adalah hal yang muskil. Namun demikianlah yang terjadi di Republik Pantai Gading, buntut pemilu akhir November. Presiden Laurent Gbagbo menyatakan menang pemilu dan mengangkat sumpah untuk masa jabatan berikutnya dan mengumumkan susunan kabinet, Sabtu (04/12). Pada hari yang sama, kandidat oposisi Alassane Outattara mengangkat sumpah dalam upacara tandingan dan menyatakan diri sebagai presiden baru Pantai Gading.

Ouattara dinyatakan sebagai pemenang oleh Komisi Pemilihan Umum Pantai Gading. Hasil pemilu diakui oleh dunia internasional, termasuk PBB, Uni Afrika, Uni Eropa dan Amerika serikat. Tetapi, dewan konstitusi, yang diketuai sekutu Gbagbo, menjungkir-balikkan keputusan KPU. Laurent Gbagbo dinyatakan sebagai pemenang dengan membatalkan hasil pemilu di 7 daerah kekuatan Outtara di sebelaah utara Pantai Gading.

Dunia terbelalak. Uni Afrika mendesak Gbagbo untuk menghormati kehendak para pemilih. Ketua Uni Afrika Ibrahim Koné mengatakan, "Kami mendesak Laurent Gagbgo untuk menunjukkan tanggungjawab, menghargai dirinya sendiri, dengan menyerahkan kekuasaan pada Alassane Damane Ouattara, yang dipilih oleh rakyat dan mendapat dukungan dari seluruh masyarakat internasional."

Namun Gbagbo bergeming. Ia menolak mundur. Pertarungan kekuasaan mengancam Pantai Gading kembali ke konflik delapan tahun silam setelah perang saudara memisahkan negara itu menjadi utara dan selatan.

Rabu (08/12), Dewan Kemanan PBB menyatakan dukungan terhadap pemimpin oposisi Alassane Ouattara, sebagai pemenang pemilihan presiden, 28 November. Pernyataan itu dikeluarkan DK setelah utusan khusus PBB untuk Pantai Gading, YJ Choi, menyatakan hari Selasa (07/12), bahwa Outtara memenangkan pemilu dengan selisih suara yang tidak dapat dibantah dari Gbagbo.

Ke-15 negara anggota DK, tetap dan tidak tetap, menyerukan pada semua pihak untuk menghormati hasil pemilu. DK juga mengecam keras upaya apapun untuk menumbangkan pilihan rakyat dan memperingatkan akan mengambil tindakan tertentu terhadap mereka yang mencoba mengganggu proses perdamaian di Pantai Gading.

Tekanan terhadap Gbagbo semakin diperkuat, Kamis (09/12), setelah Afrika Selatan dan Kenya bergabung dengan seruan PBB, mendesak Gbagbo agar menanggalkan hasratnya untuk terus berkuasa. Sejauh ini, tak ada reaksi dari Laurent Gbagbo yang berkuasa sejak tahun 2000.

Pemilihan Presiden Pantai Gading semula dilihat sebagai peluang untuk mengenyahkan sisa-sisa perang saudara tahun 2002, yang membelah negeri itu menjadi kawasan utara yang dikuasai pemberontak, dan kawasan selatan yang dikuasai pemerintah. Tetapi kini, ketegangan meliputi negara penghasil coklat terbesar di dunia. Krisis politik memicu aksi protes kekerasan jalanan di ibukota Abidjan.

PBB memerintahkan 460 stafnya meninggalkan negeri itu. Perusahaan-perusahaan internasional juga mengevakuasi para pekerja yang warga asing. Pemerintah Perancis, Kamis (09/12), menyatakan kekuatiran akan nasib 150 ribu warganya yang berada di negara bekas koloninya itu.

Renata Permadi/rtr/dpa

Editor: Hendra Pasuhuk