1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

KTT Nagoya Hasilkan Kesepakatan Bersejarah

30 Oktober 2010

Setelah perundingan alot Konferensi PBB tentang keanekaragaman hayati di Nagoya, Jepang menghasilkan terobosan. Sabtu pagi, para delegasi memutuskan untuk sampai 2020 memperluas kawasan lindung darat sebanyak 17%, serta

https://p.dw.com/p/PucJ
Foto: picture alliance/dpa

Sebuah kesepakatan bersejarah dihasilkan dalam Konferensi PBB tentang keanekaragaman hayati di Nagoya, Jepang. Perundingan alot selama dua minggu itu memutuskan tiga hal utama, yakni rencana strategis untuk mengembalikan keragaman hayati, pendanaan strategi itu dan kesepakatan dalam isu penyalahgunaan sumber-sumber genetika.

Konferensi yang seharusnya berakhir Jumat (29/10), masih berlanjut jauh malam hingga hari berikutnya. Dan ketika oleh Menteri Lingkungan Hidup Jepang Ryu Matsumoto pada pukul 01.30 pagi hari Sabtu, mengetukkan palu terakhir kalinya untuk isu yang paling alot yakni pembajakan sumber genetika, semua hadirin yang sudah lelah menyambutnya dengan tepuk tangan riuh sambil berdiri.

Rencana 10 Tahun

Sabtu pagi, negara-negara industri dan berkembang sepakat bahwa ada kebutuhan untuk mengambil langkah-langkag efektif dan segera untuk menghentikan pemusnahan alam dan keaneka ragaman hayati yang menopang dan menjamin kelanjutan hidup manusia.

Para delegasi memutuskan bahwa untuk 10 tahun ke depan, sampai 2020 kawasan lindung darat akan diperluas sebanyak 17%, sedangkan wilayah laut yang dilindungi akan ditambah sebanyak 10%. Delegasi juga menyepakati rencana untuk mendirikan badan internasional yang memberikan informasi lebih baik bagi negara-negara keputusannya akan berdampak pada lingkungan hidup.

Saat ini hanya terdapat 13% kawasan lindung di daratan, dan hanya ada 1% persen lautan yang terlindungi. Sementara hampir seperempat jenis mamalia, sepertiga jenis amfibi dan lebih seperlima spesies flora terancam punah. Dan ancaman itu semakin besar dengan meningkatnya penduduk dunia, dari 6.8 milyar manusia pada saat ini menjadi 9 milyar manusia di tahun 2050.

Organisasi pemerhati lingkungan Greenpeace sebelumnya mendorong agar kawasan lindung diperluas sampai 40% di daratan dan 20% untuk wilayah lautan. Meski begitu Greenpeace juga menyambut terobosan yang tercapai. Sementara Direktur WWF, Jim Leape, menyebutnya sebagai kesepakatan yang bersejarah. Sedangkan ketua program lingkungan PBB UNEP, Achim Steiner, mengatakan bahwa kesepakatan ini harus dirayakan. Para delegasi dan kelompok-kelompok hijau pro lingkungan juga menyatakan bahwa kesepakatan ini memberikan harapan baru, setelah kegagalan KTT lingkungan di Kopenhagen tahun lalu.

Terobosan Dalam Upaya Melawan Pembajakan Bio-Genetika

Tuduhan pembajakan bio-genetika sudah lama dilontarkan oleh negara-negara berkembang terhadap perusahaan-perusahaan negara-negara industri. Pengetahuan tradisional masyarakat asli di dunia serta materi genetika yang terdapat di kawasan mukim mereka dieksploitasi dan kemudian dipasarkan kembali dalam produk-produk kesehatan dan kosmetika yang komersial dengan laba besar.

Negara-negara Afrika dan negara-negara lain yang miskin secara finansial tapi kaya dalam sumber alam, seperti India dan Brasil, memandang KTT Nagoya sebagai ajang untuk memperjuangkan di tutup lubang-lubang yang terdapat dalam peraturan saat ini, di mana perusahaan-perusahaan asing dapat dengan mudah mengeksploitasi sumber bumi mereka tanpa membayar kompensasi yang sesuai.

Negosiasi untuk berbagi hasil sudah dimulai sejak KTT Bumi tahun 1992 di Rio de Janeiro. Sampai kini diketahui bahwa perbedaan posisi negara berkembang dan negara-negara industri dalam isu ini sangat besar. Dan justru itulah yang membuat banyak orang kagum, bahwa rancangan teks yang dibuat oleh tim tuan rumah serta negosiator kunci usai konferensi mendapat dukungan cukup untuk mencapai konsensus.

Uni Eropa berusaha mendorong negara-negara industri untuk menyepakati konvensi pembagian akses dan keuntungan yang disingkat ABS (access and benefit sharing protocol) itu. Hanya sejumlah negara Amerika Latin, khususnya Kuba dan Bolivia yang menentang beberapa bagian dari teks tersebut. Namun akhirnya negara-negara inipun menerima rancangan konvensi yang bersifat mengikat secara hukum itu, dengan catatan masih akan ada negosiasi lanjutan yang lebih spesifik. Protokol mengenai ABS itu mendapat julukan Protokol Nagoya.

Pada KTT ini juga diluncurkan serangkaian laporan yang berusaha menjembatani jarak antara alam dan ekonomi.

Edith Koesoemawiria/dpa/afp/rtr
Editor: Vidi Legowo