1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

190210 Niger Militärputsch

20 Februari 2010

Ribuan warga di Niger merayakan jatuhnya kepala negara yang telah berkuasa selama lebih satu dekade.

https://p.dw.com/p/M6eG
Foto: AP

Ribuan orang di berbagai kota Niger merayakan digulingkannya Presiden Niger Mamadou Tandja. Dalam unjuk rasa hari Sabtu (20/02) kelompok oposisi menyerukan kepada rakyat Niger untuk mendukung junta militer yang mengambil alih kekuasaan. Jam malam yang diberlakukan saat kudeta Kamis lalu sudah diangkat kembali Jumat pagi.

Uni Afrika membekukan keanggotaan Niger dan menjatuhkan sanksi kepada negara Afrika Barat itu. Sementara berbagai pihak menyuarakan kecaman terhadap kudeta militer yang menyebabkan 3 orang tewas. Suara kecaman didukung oleh Sekjen PBB Ban Ki-moon yang Jumat (19/02) menyampaikan kritik terhadap proses penggeseran presiden Niger dari jabatannya.

Namun seperti banyak pihak lain, juga Amerika Serikat menyalahkan sikap presiden Mamadou Tandja yang dianggap memicu kudeta itu. Agustus tahun lalu atas desakan Mamadou Tandja, konstitusi Niger diubah dalam sebuah referendum yang kontroversial. Perubahan itu membuka peluang bagi Tandja untuk tetap berada di pucuk kekuasaan.

Dalam pernyataannya, jurubicara Kementrian Luar Negri Amerika Serikat Philip Crowley mengimbau agar Niger kembali menjadi negara hukum. Crowley mengatakan, “Amerika Serikat mengimbau Niger untuk secepatnya kembali ke jalan demokrasi dan menyelenggarakan pemilu yang adil dan transparan.”

Kamis lalu (18/02), militer Niger menyerbu rapat kabinet di istana Presiden. Mereka menangkap Presiden MamadouTandja dan anggota kabinet yang hadir. Kemudian kelompok militer yang melakukan kudeta itu membekukan konstitusi Niger.

Niger / Tandja / Putsch
Mantan Presiden Niger, Mamadou Tandja.Foto: AP

Mamadou Tandja dulunya juga anggota militer. Ia merupakan salah seorang motor kudeta yang berlangsung di tahun 1974. Selama berkuasa Tandja yang kini berusia 71 tahun mengira kelompok militer masih tetap mendukungnya. Juga ketika ia mendesakkan referendum pengubahan konstitusi, yang membuat dia leluasa mencalonkan diri lagi dalam pemilihan presiden.

Sebelumnya konstitusi Niger membatasi jabatan Presiden selama dua masa jabatan. Namun setelah masa itu selesai, Agustus tahun laluTandja mendesak agar konstitusi Niger diubah. Alasan yang diberikan Tandja, adalah karena ia masih perlu waktu untuk menuntaskan sejumlah tugasnya yang sampai kini belum rampung. Tindakan ini memicu konflik dan krisis politik di dalam negeri yang kaya uranium itu.

Issaka Souaré dari Institut untuk Studi Keamanan di Pretoria melihat alasan kuat bagi pelaku kudeta dalam tindakan Tandja sendiri. Tuturnya, "Tandja mengubah konstitusi. Ia membubarkan parlemen. Kemudian Mahkamah Konstitusi Niger membenarkan gugatan oposisi. Dan Tandja kemudian membubarkan mahkamah Konstitusi dan kemudian ia membubarkan komisi pemilu yang menolak untuk memberikan dukungan agar ia bisa ikut pemilihan lagi.“

Niger / Putsch / Niamey
Milter di ibukota Niamey, Niger.Foto: AP

Tekanan terhadap Tandja di dalam negeri terus menguat. Kelompok oposisi menolak untuk bekerjasama, dan memboikot pemilihan umum yang menyusul perubahan konstitusi. Dari luar negeripun dukungan untuk Tandja terus berkurang. Amerika Serikat, Uni Eropa dan organisasi-organisasi regional tidak bersedia untuk terus mendukungnya. Di pihak lain, sebagai garda depan demokrasi tetap mewaspadai terbentuknya sebuah pemerintahan militer.

EK/ZR/DW/dpa/afp