1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Larangan Terhadap Partai Kurdi Ancam Politik Rekonsiliasi Erdogan

12 Desember 2009

Mahkamah Konstitusi melarang partai suku Kurdi terbesar di Turki, DTP. Pelarangan tersebut merupakan pukulan telak bagi kebijakan rekonsiliasi pemerintahan Recep Tayyip Erdogan

https://p.dw.com/p/L197
Ketua Majelis Hakim di Mahkamah Konstitusi Turki, Hasim Kilic.Foto: AP

Dengan suara bulat majelis hakim Mahkamah Konstitusi di Ankara memutuskan bahwa partai pro Kurdi, DTP, yang juga merupakan instansi politik terpenting suku Kurdi telah melanggar Undang-undang.

"Partai yang berhubungan dengan terorisme, tidak bisa disebut sebagai partai kebebasan," dalih ketua majelis hakim, Hasim Kilic. DTP dituding berhubungan erat dengan kelompok pemberontak Kurdi PKK. Putusan tersebut merupakan yang ke-25 yang melarang aktivitas dan eksistensi sebuah partai di sepanjang sejarah Turki.

Putusan Mahkamah Konstitusi antara lain juga menghukum ke-37 anggota DTP, di antaranya ketua umum Ahmet Turk yang dikenal lantaran sikapnya yang mendukung rekonsiliasi, dengan laragan berprofesi sebagai anggota parlemen untuk sedikitnya selama lima tahun.

Turk beberapa bulan lalu sempat bertemu dengan PM Erdogan untuk membahas "inisiatif Kurdi." Inisiatif tersebut adalah kebijakan pemerintahan Erdogan yang antara lain berupaya mendorong penggunaan hak-hak demokrasi suku Kurdi, legalisasi bahasa Kurdi dan pemberian pengampunan atau amnesti kepada mantan gerilayawan PKK.

Kehilangan Mitra Berunding

Vonis Mahkamah Konstitusi itu dijatuhkan pada saat pemerintahan Erdogan sedang berupaya mendorong rekonsiliasi dengan warga Kurdi di Turki. Untuk pertama kalinya sebuah pemerintahan Turki menjamin hak-hak sipil warga Kurdi.

Para pengamat menilai, larangan tersebut akan berujung pada krisis politik baru di Ankara. Bagi PM Recep Tayyip Erdogan, vonis larangan berprofesi yang dijatuhkan terhadap Ahmet Turk merupakan kehilangan besar. Di lingkaran dalam pemerintah, Turk dianggap sebagai mitra berunding yang handal dan dapat dipercaya.

Sementara itu Uni Eropa yang sejak awal telah mengritik proses terhadap DTP di Mahkamah Konstitusi 2007 lalu, kini menyatakan kekhawatirannya atas dampak putusan tersebut bagi stabilitas politik di Ankara.

Sedangkan Presiden Amerika Serikat Barack Obama juga telah memberikan dukungan moral bagi DTP, April lalu saat berkunjung ke Turki. Obama saat itu menyebut DTP sebagai penengah antara pemerintah dengan gerilayawan di pegunungan.

Partai DTP yang menguasai 21 kursi merupakan fraksi pertama di parlemen yang berafiliasi dengan suku Kurdi. Meski berulangkali melontarkan kritik, DTP tidak pernah benar-benar menjaga jarak dari PKK.

Terakhir DTP mendesak pemerintah agar memasukan ketua PKK Abdullah Öscalan yang sedang mendekam di penjara, ke dalam program pemerintah untuk mengakhiri konflik bersenjata denga suku Kurdi.

Kuburan Partai

PM Erdogan yang juga sering mengritik DTP lantaran sikapnya terhadap PKK, kembali menekankan bahwa ia menentang segala bentuk larangan terhadap eksistensi partai. Partai AKP yang dipimpinnya tahun lalu nyaris mendapat vonis pelarangan oleh Mahkamah Konstitusi.

Dalam dakwaannya, Jaksa Agung Turki Abdul Rahman Yalcinkaya menyebut pendirian DTP merupakan perintah langsung dari ketua PKK Abdullah Öcalan. Tidak hanya itu, pemilihan duo pemimpin DTP, desakan ke arah federalisme dan tuntutan penggunaan bahasa Kurdi sebagai bahasa pengantar di sekolah terjadi atas keterlibatan Öcalan.

Banyak pengamat meyakini, majelis hakim enggan meloloskan DTP sebagaimana yang dilakukan terhadap partai pemerintah AKP, pertengahan 2008 lalu. Kejaksaan Turki memiliki tradisi untuk melarang partai yang berafiliasi dengan kelompok kiri, Islamis dan terutama dengan suku Kurdi. DTP merupakan partai Kurdi ke empat yang dilarang keberadaannya sepanjang sejarah.

RN/afp/rtr/ap/dpa