1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Lebih Sejuta Pengunjuk Rasa Tuntut Mubarak Mundur

1 Februari 2011

Lebih sejuta orang turun ke jalan di Mesir hari Selasa (01/2) untuk secara damai kembali menuntut turunnya Presiden Husni Mubarak. Namun, Mubarak masih tetap tidak juga beranjak dari kursi kekuasaan.

https://p.dw.com/p/QxQv
Demonstran Mesir hari Selasa (01.02.2011) di lapangan Tahrir, KairoFoto: picture alliance/dpa

Aksi protes secara damai dari ratusan ribu warga Mesir hari Selasa (01/02) makin menggoyahkan rezim Mubarak dan menimbulkan gelombang kemarahan rakyat di seluruh wilayah Arab. Menurut informasi pemancar televisi Al Jazeera, di ibukota Mesir, Kairo saja, sekitar dua juta orang berdemonstrasi. Stasiun televisi Al-Arabiya melaporkan, Mubarak tidak akan lagi mencalonkan diri pada pemilu presiden September mendatang, tetapi tidak akan mengundurkan diri.

Sedangkan di Aleksandria, Suez dan di kota Mesir lainnya puluhan ribu demonstran ikut serta dalam aksi protes terbesar di Mesir yang telah melumpuhkan lalu lintas sejak hari Senin (30/01). Tuntutan demonstran sangat jelas diungkapkan melalui teriakan-teriakan seperti "Mubarak, turun, permainan sudah berlalu!" Meski kemarahan terhadap rezim Mubarak jelas diutarakan, para demonstran melaksanakan aksi unjuk rasa pada hari Selasa itu dengan damai.

NO FLASH Ägypten Mubarak Kairo Proteste Demonstration 01.02.2011
Foto: picture alliance/dpa

Aksi protes yang lebih terorganisir

Juga hari Selasa (01/02) seorang juru bicara kementrian pertahanan mengatakan tidak akan menembak demonstran, namun bersamaan dengan itu militer tidak mentolerir orang yang mengganggu keamanan publik: "Pertama: Semua warga mendapat jaminan untuk dapat mengeluarkan pendapat secara bebas dan damai. Kedua: Dilarang melakukan aksi sabotase yang membahayakan keamanan negara, bangunan publik dan milik pribadi. Ketiga: Militer tidak akan membiarkan penjahat yang menteror dan menakut-nakuti warga. Keempat: Semua harus melindungi aset publik dan pribadi rakyat kita yang bernilai tinggi. Kelima: Militer mengetahui tuntutan legitim rakyat."

Aksi protes pada Selasa sore (01/02) kelihatan lebih terorganisir ketimbang hari-hari sebelumnya. Menurut berbagai saksi mata, relawan-relawan bahkan dikerahkan untuk mengupayakan agar aksi unjuk rasa berlangsung tanpa kekerasan.

Sebelumnya, Presiden Mesir Hosni Mubarak Senin malam (01/02) telah menugaskan wakil presiden, mantan kepala dinas rahasia Omar Suleiman untuk melakukan pembicaraan dengan oposisi: " Presiden menugaskan saya untuk segera mengontak semua kelompok politik dan memulai pembicaraan mengenai reformasi konstitusi. Dalam pidatonya minggu lalu, presiden menegaskan bahwa prioritas utama pemerintahannya masih tetap penanganan pengangguran, kemiskinan dan korupsi."

Ägypten Kairo Proteste
Mohamed el-Baradei (kanan)Foto: picture-alliance/dpa

El-Baradei: Mubarak harus mempertanggungjawabkan kesalahannya

Saat aksi unjuk rasa, pemimpin oposisi Mohamed el-Baradei menyerukan Mubarak untuk mundur. Rakyat tidak hanya menuntut pengunduran dirinya, tetapi juga agar ia diseret ke pengadilan. Demikian ditegaskan penerima hadiah Nobel perdamaian itu.

Sementara itu di Yordania, di mana pada pekan-pekan lalu ribuan orang turun ke jalan, Raja Abdullah II menugaskan mantan perdana menterinya Maruf Bachit untuk membentuk pemerintahan baru. Sejak November 2005 Bachit sempat menjadi perdana menteri selama dua tahun. Raja Abdullah menyatakan akan melaksanakan reformasi.

Al-Asssad nyatakan akan tingkatkan reformasi di Suriah

Sedangkan di Suriah, melalui sebuah wawancara, Presiden Bashar al-Assad mengatakan akan meningkatkan reformasi politik di negerinya. Sama dengan di Mesir, sejak tahun 1963 Suriah memberlakukan keadaan darurat permanen. Pegiat HAM mengkritik penangkapan dan penyiksaan semena-mena di Suriah.

Di Aljazair sejumlah serikat pekerja menyatakan akan melakukan aksi mogok besar-besaran pada hari-hari mendatang. Akibat situasi yang tidak menentu di negeri Arab tersebut harga minyak dan hampir semua harga bahan baku lainnya meningkat.

Christa Saloh/dpa/rtre

Editor: Dyan Kostermans