1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Liga Arab Kewalahan Jalankan Misi di Suriah

10 Januari 2012

Misi pengamatan Liga Arab di Suriah selama dua minggu menunjukkan satu hal. Sekitar 150 personal yang tidak berpengalaman, yang amat dibatasi ruang geraknya, tidak mampu meredam kekompakan aksi rezim Bashar al Assad.

https://p.dw.com/p/13gqW
Pengamat Liga Arab kunjungi kota Deraa.Foto: Reuters

Misi pengamat Liga Arab ibaratnya mengidap banyak penyakit dan kelemahan. Berminggu-minggu lamanya rezim Bashar al Assad menghambat penugasannya. Dan baru mengizinkan masuknya misi pengamat yang sudah sangat dirampingkan serta hanya mampu melakukan intervensi damai.

Dari rencana awal 500 personal, mula-mula hanya beberapa puluh pengamat yang diizinkan memasuki Suriah. Pimpinan misi bukan dari negara yang kritis terhadap Suriah, seperti Qatar, melainkan dari Sudan, negara yang bukan teladan dalam tema hak asasi manusia. Personal yang diizinkan masuk, hanya mereka yang diberi lampu hijau oleh rezim di Damaskus. Sebuah misi pengamat, yang diizinkan masuk atas dasar kemurahan hati Assad, hanya memiliki ruang gerak sekadarnya, sesuai keharusan yang memang diperlukan.

Syrien Beobachter der Arabischen Liga
Pengamat Liga Arab terus didampingi petugas pemerintah Suriah.Foto: picture-alliance/dpa

Pakar Timur Tengah dari Beirut, Joseph Kechechian mengatakan : “Yang harus ditegaskan, apakah pengamat Liga Arab dapat melaksanakan tugas yang mereka jalankan? Apakan boleh secara bebas bergerak ke mana mereka menginginkannya. Ini pertanyaannya. Liga Arab sudah mengakui, mereka gagal mencapai sasaran dari pengiriman personalnya ke Suriah.“

Dihambat dan dibatasi

Hambatan terpenting bagi para pengamat, instalasi militer tabu bagi mereka. Definisi dari apa yang disebut instalasi militer ditetapkan sendiri oleh rezim di Damaskus. Pejabat pemerintah mengorganisir transportasi para pengamat, dan dengan itu membatasi kebebasan bergerak mereka. Petugas keamanan rezim terus menempel ketat para pengamat, sehingga kontak dengan warga Suriah yang ditindas menjadi risiko yang sulit diperhitungkan.

Dengan begitu, misi pengamat Suriah sebetulnya sudah gagal dari awal. Dilema lainnya, negara-negara Arab juga bersikap berbeda-beda terhadap rezim di Suriah. Sanksi nyaris tidak dapat diterapkan. Negara-negara tetangga seperti Irak, Libanon dan Yordania bersikap lunak, karena takut tekanan dari Damaskus.

Qatar yang saat ini mendapat giliran menjadi ketua Liga Arab, menghendaki para pakar PBB yang lebih bepengalaman dilibatkan. Tapi hal itu tidak akan diizinkan oleh Assad. Jadi usulan dibatalkan. Dengan harapan, jangan memutuskan tali hubungan yang amat tipis ke Damaskus, Liga Arab harus menelan pil pahit, dan menjual kemandegan sebagai sukses.

Panzer in den Straßen von Homs Syrien
Tank yang dikerahkan di kota Homs.Foto: dapd

Sekretaris jenderal Liga Arab, Nabil al Arabi menarik neraca : “Tank-tank dan artileri berat sudah ditarik dari sejumlah kota. Memang masih terdapat penembak jitu, tapi juga diharapkan segera ditarik.“

Oposisi tidak kompak

Kelompok oposisi terombang ambing antara ketidak percayaan, kegeraman dan kekecewaan. Assad melakukan tipuan dan bermain dengan waktu, agar dapat terus melakukan pembunuhan. Demikian terdengar tudingan senada dari berbagai kelompok perlawanan yang strukturnya amat berbeda-beda.

Liga Arab jelas terlihat amat kewalahan dengan misinya. Tapi tidak ada alternatif. Di sisi lainnya, kelompok oposisi tidak hanya berperang melawan rezim Bashar al Assad. Melainkan juga bertikai diantara mereka sendiri, menyangkut cara melengserkan Assad. Rancangan politik setelah era Assad masih amat gelap. Liga Arab menetapkan tenggat waktu 10 hari untuk membuat laporan akhir. Assad tidak takut dan justru sebaliknya, ia akan menilai laporan itu sebagai bukti kerjasama.

Ulrich Leidholdt/agus Setiawan

Editoe : Vidi Legowo