1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Lima Tahun Kesepakatan Perdamaian Sudan

8 Januari 2010

Kesepakatan perdamaian tercapai 2005, tetapi perpecahan antara utara dan selatan tetap tidak terjembatani. Kekerasan mulai meningkat di selatan, namun kemerdekaan wilayah itu juga belum akan tercapai.

https://p.dw.com/p/LOzF
Perempuan Sudan yang terpaksa mengungsi akibat konflikFoto: AP

Tahun lalu saja, 2.500 orang tewas akibat bentrokan etnis dan penjarahan di Sudan selatan, sebagian besar dari mereka perempuan dan anak-anak. Sekarang kekerasan meningkat. Sabtu, 2 Januari lalu anggota etnis Nuer membunuh setidaknya 139 orang dari suku saingannya. Namun pemerintah persatuan nasional Sudan, yang dibentuk 2005 lalu tidak mampu menghentikan bentrokan.

Pemerintahan terdiri dari anggota Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan, SPLM dari Sudan selatan dan Partai Kongres Nasional dari utara. Pemerintah itu dibentuk sebagai bagian dari kesepakatan untuk menghentikan jatuhnya korban dan untuk mendirikan dasar bagi Sudan baru yang demokratis. Donald Steinberg, wakil presiden urusan politik di organisasi International Crisis Group mengatakan, kesepakatan itu memang bertujuan agar perdamaian dapat diwujudkan di Sudan, tetapi sayangnya itu tidak tercapai.

Steinberg mengatakan, “Kesepakatan itu tertutama digunakan Partai Kongres Nasional sebagai cara untuk menegakkan kepemimpinan politiknya di utara. Sedangkan bagi SPLM, kesepakatan menjadi jalan untuk dapat mengadakan referendum secepat mungkin, yang memang dapat mendukung pembentukan negara baru, Sudan Selatan, dan perpecahan negara menjadi dua bagian.”

Pelaksanaan Kesepakatan Perdamaian Komprehensif atau CPA itu sangat sulit. Demarkasi utara-selatan dan pelucutan senjata milisi hanya dua ketetapan dalam CPA yang tidak dapat direalisasikan, karena wakil dari utara dan selatan tidak mampu menyepakati perinciannya. Partai Kongres Nasional menampik tuduhan gagal melaksanakan CPA. Hal itu ditekankan Rabir Abdel Alaty, yang menjadi penasehat bagi menteri penerangan dan komunikasi. Ia menambahkan, bagi partai itu, pemilu akan dapat menyelesaikan saling tuduh yang terjadi sekarang.

Pemilu pertama dalam 24 tahun terakhir rencananya akan diadakan April mendatang. Jadwalnya telah ditunda beberapa kali, karena wakil dari Sudan utara dan selatan tidak dapat menyepakati dasar hukumnya. Pemilu itu dianggap sebagai percobaan untuk referendum tentang kemerdekaan Sudan selatan yang direncanakan 2011. Tetapi warga Sudan selatan ragu, bahwa pemilu dan referendum akan berjalan bebas dan adil.

Dr. Luka Biong Deng tokoh senior SPLM membenarkan hal itu. Ia mengimbau dunia internasional agar memfokuskan diri pada Sudan dan memastikan bahwa pemilu berjalan bebas dan adil. Menurutnya, jika Sudan terjerumus lagi dalam perang, maka malapetaka akan menimpa seluruh benua Afrika.

Beberapa pengamat internasional dan sejumlah partai oposisi di Sudan menyerukan ditundanya pemilu. Mereka khawatir, pemilu akan tambah mempertajam konflik. Donald Steinberg dari organisasi International Crisis Group mengatakan, yang paling penting adalah tercapainya visi bersama antara utara dan selatan. Jika utara dan selatan ingin memisahkan diri, maka kondisi harus memungkinkan dan dukungan internasional bagi kedua negara harus ada.

Sementara itu, sejumlah organisasi kemanusiaan menyerukan dunia internasional untuk menengahi konflik antara Sudan utara dan selatan. Tanpa peranan internasional yang lebih besar dan tanpa kesepakatan kedua belah pihak tentang langkah bersama, dikhawatirkan Sudan akan kembali tergelincir menuju perpecahan.

Sarah Bomkapre Kamara / Marjory Linardy

Editor: Hendra Pasuhuk