1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bagaimana Nasib Limbah Nuklir di Jerman?

25 April 2023

Jerman telah menutup PLTN terakhirnya. Namun, masalahnya tidak berhenti sampai di situ. Apa yang harus dilakukan Jerman dengan limbah nuklir dari bekas PLTN?

https://p.dw.com/p/4QViw
Pembangkit listrik tenaga nuklir Jerman Isar 2 ditutup
Pembangkit listrik tenaga nuklir di Isar 2, Jerman, resmi ditutup pada tanggal 15 AprilFoto: Wolfgang Maria Weber/IMAGO

Sebanyak 20 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang memasok energi ke pusat-pusat listrik di Jerman, kini hanya tinggal kenangan. Tiga pembangkit listrik tenaga nuklir terakhir di Jerman telah resmi mengakhiri operasinya pada tanggal 15 April lalu.

Bagi Menteri Lingkungan Hidup Jerman, Steffi Lemke dari Partai Hijau, hari itu menandai tonggak sejarah baru. "Saya pikir kita sekarang harus mengerahkan seluruh energi kita untuk mendorong fotovoltaik (energi surya), penyimpanan energi angin, penghematan energi, dan efisiensi energi, serta menghentikan perdebatan yang tidak berguna ini," kata Lemke dalam sebuah wawancara radio baru-baru ini.

Tanggal 15 April itu juga secara efektif mengakhiri perselisihan politik di Jerman yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Mengingat situasi yang tegang di pasar energi akibat invasi Rusia di Ukraina, masih ada suara-suara yang menuntut agar operasional pembangkit listrik nuklir di Jerman diperpanjang.

Menteri Lingkungan Hidup Jerman Steffi Lemke dalam pertemuan Menteri G7 untuk Iklim, Energi, dan Lingkungan Hidup di Sapporo, Jepang
Menteri Lingkungan Hidup Jerman Steffi Lemke berpendapat bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk bergerakFoto: Hiro Komae/AP Photo/picture alliance

Masalah limbah

Namun masalah energi nuklir mungkin masih akan terus menghantui Jerman, karena reaktor-reaktor nuklirnya masih perlu dibongkar dan pembuangan akhir limbah nuklir radioaktifnya juga masih belum jelas.

Jerman hingga kini belum menemukan tempat pembuangan akhir yang aman untuk limbah nuklir. Saat ini, limbah radioaktiv itu berada di fasilitas penyimpanan sementara di lokasi-lokasi pembangkit listrik nuklir yang dinonaktifkan. Tetapi, undang-undang mengharuskan limbah nuklir itu disimpan dengan aman di bawah tanah hingga beberapa ribu tahun ke depan.

"Fasilitas penyimpanan sementara dirancang untuk jangka waktu tertentu," kata Wolfram König, presiden Kantor Federal untuk Keselamatan Pembuangan Limbah Nuklir (BASE), kepada tim DW. "Fasilitas ini dirancang untuk menjembatani waktu sampai tempat penyimpanan akhir tersedia. ... Yang kami cari adalah struktur geologi di kedalaman, lapisan yang cocok pada sedimen garam, granit atau lempung, yang akan memastikan dalam waktu sangat panjang, tidak ada zat radioaktif yang dapat mencapai permukaan," tambahnya.

Protes Aktivis di Wendland
Situs limbah nuklir di Gorleben akhirnya ditinggalkan, setelah beberapa protes keras terjadi pada tahun 2011 silamFoto: BREUEL-BILD/picture alliance

Lokasi, lokasi, lokasi

"Limbah radioaktif harus dibuang di bawah tanah”, begitu prinsip yang dianut oleh Jerman dan 30 negara lainnya yang masih atau pernah mengoperasikan PLTN di masa lalu. Tetapi di mana lokasinya?

Sebelumnya, Gorleben yang terletak di Niedersachsen, Jerman timur laut, menjadi lokasi favorit para politisi yang sedang mencari tempat pembuangan limbah nuklir di bawah tanah.

Sayangnya, Gorleben menjadi wilayah yang paling dipenuhi oleh protes keras terhadap energi nuklir. Sehingga beberapa tahun yang lalu, para politisi memutuskan untuk meninggalkan lokasi tersebut.

Kini, pencarian lokasi kembali dilakukan di seluruh wilayah Jerman, dengan lebih dari 90 lokasi yang mungkin akan dipertimbangkan. "Kami dapat dan harus mengasumsikan bahwa proses pencarian lokasi di Jerman untuk pembangunan tempat penyimpanan akhir itu, akan memakan waktu kurang lebih sama seperti waktu kita menggunakan energi nuklir, yaitu 60 tahun," jelas König.

Sementara itu, pembongkaran 20 PLTN Jerman yang telah dibangun dan dioperasikan, juga bukan pekerjaan yang sebentar. Menurut König, hal itu merupakan tanggung jawab para operatorPLTN, dan diperkirakan dapat memakan waktu antara 10 hingga 15 tahun.

Masalah yang memusingkan seluruh dunia

Sejauh ini, ada 30 negara yang megoperasikan PLTN. Sementara Italia, Kazakhstan, dan Lithuania juga sudah menutup PLTN-nya. Negara-negara lainnya, termasuk Uni Emirat Arab dan Belarusia, justru sedang membangun PLTN baru.

Namun, penyimpanan limbah radioaktif yang permanen dan aman adalah masalah yang belum terselesaikan di mana-mana. Sejauh ini, Finlandia menjadi negara dengan perencanaan paling depan.

Vesa Lakaniemi, kepala administratif di kotamadya Eurajoki, Finlandia selatan, dalam sebuah laporan lembaga penyiaran publik Jerman ARD, berbicara tentang pembangunan fasilitas penyimpanan akhir limbah nuklir di kotanya.

"Siapa pun yang mendapatkan keuntungan dari energi listrik nuklir juga harus bertanggung jawab atas limbahnya. Dan itu yang terjadi di Finlandia," kata Lakaniemi. Ditaksir setidaknya dibutuhkan sekitar €3,5 miliar (setara Rp57,7 triliun) untuk biaya konstruksi untuk repositori di kota Eurajoki tersebut", tambahnya.

Menurut Badan Energi Atom Internasional (IAEA), saat ini ada 422 reaktor nuklir yang beroperasi di seluruh dunia, yang berusia rata-rata sekitar 31 tahun. "Laporan Status Industri Nuklir Dunia" baru-baru ini mengatakan, meskipun ada beberapa negara yang membangun PLTN baru, tidak ada bukti adanya "kebangkitan energi nuklir".

Pada tahun 1996, sekitar 17,5% energi dunia memang dihasilkan dari reaktor nuklir, namun angka tersebut berkurang menjadi hanya di bawah 10% pada tahun 2021. Meski begitu, Jerman dalam waktu panjang, akan terus dirongrong warisan limbah radioaktif dari jaman pengoperasian PLTN itu. (kp/as)

Jens Thurau
Jens Thurau Jens Thurau adalah koresponden politik senior yang meliput kebijakan lingkungan dan iklim Jerman.