1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Loya Jirga Bahas Kemitraan Strategis Afghanistan-AS

16 November 2011

Afghanistan dan Amerika Serikat berkeinginan melakukan kerjasama jangka panjang, terutama di bidang militer dan ekonomi. Pertemuan kepala suku, Rabu (16/11) akan membahas kemitraan strategis dengan Amerika.

https://p.dw.com/p/13BLq
Hamid Karsai sampaikan pidato dalam pembukaan Loya Jirga, Rabu (16/11)Foto: dapd

Ini merupakan Loya Jirga ke 10 dalam sejarah Afghanistan. Sidang kepala suku Afghanistan selalu digelar di saat negara ini menghadapi keputusan penting. Pada Loya Jirga terakhir, 10 tahun lalu, diputuskan bahwa Afghanistan mengambil jalan demokrasi setelah jatuhnya Taliban.

Pada Loya Jirga kali ini, 2.300 orang diundang, dikatakan Helaludin Helal dari Komisi Loya Jirga. "Para delegasi hanya akan membahas satu tema, yaitu apakah Afghanistan harus menyetujui perjanjian kemitraan strategis dengan Amerika Serikat atau tidak."

Mempertahankan Militer AS

Sampai sekarang, belum ada rincian kemitraan strategis ini. Menurut beberapa sumber, dengan kemitraan ini Amerika Serikat bertujuan untuk membangun beberapa pangkalan militer di Afghanistan. Saat ini sekitar 100.000 tentara AS ditempatkan di sana. Tapi militer AS akan ditarik semua sampai tahun 2014. Dan tanggung jawab keamanan, yang kini dipegang pasukan internasiona ISAF, akan diserahkan sepenuhnya kepada Afghanistan.

Kemitraan ini memungkinkan AS untuk tetap mempertahankan kehadiran militernya di Afghanistan, setelah jadwal penarikan. Alasan resminya: untuk mencegah Afghanistan jatuh kembali ke tangan Taliban dan Al Qaida.

Flash-Galerie Loja Dschirga
Delegasi peserta Loya Jirga simak pidato Hamid KarsaiFoto: AP

Kecemasan Negara Tetangga

Pakar Asia Selatan Konrad Schetter dari Pusat Penelitian Pembangunan di Bonn mengatakan, banyak negara tetangga Afghanistan menolak kehadiran jangka panjang AS di Afghanistan. “Iran merasa mendapat tekanan dengan kehadiran AS di Irak dan Afghanistan. Dan Pakistan, yang memiliki bom atom, khawatir, suatu saat Amerika mungkin melakukan intervensi militer.”

Juga Rusia dan Cina merasa keberatan dengan adanya pangkalan militer AS di perbatasan kedua negara ini, dikatakan Schetter. Dan negara-negara tetangga Afghanistan lainnya juga berusaha untuk memperkuat pengaruh mereka di wilayah.

Melihat kepentingan-kepentingn wilayah sekitar, menjadikan Loya Jirga yang digelar di Kabul memiliki arti penting. Sejak berminggu-minggu berbagai kelompok pelobi mencoba menarik para delegasi ke sisi mereka. Hallaludin Helal dari Komisi Loya Jirga sudah tahu masalah ini. “Beberapa negara tetangga berusaha untuk mengedepankan kepentingan mereka dengan melakukan tekanan terhadap anggota Loya Jirga. Tapi saya harap, para delegasi juga memikirkan kepentingan daerah mereka.“

Tidak Ada Pilihan Lain

Helal menekankan, kemitraan strategis antara Afghanistan dan Amerika Serikat tidak bermaksud untuk mendatangkan ancaman bagi negara tetangga. Tapi tetap saja rencana ini menimbulkan kecemasan para kepala suku di Afghanistan.

Tuntutan mereka kepada Kabul adalah: tidak ada perjanjian dengan AS. Namun, pemerintah Afghanistan, bahkan jika mau, tidak punya pilihan lain selain untuk tetap menjalin hubungan erat dengan AS, dikatakan pakar Asia Selatan Conrad Schetter.

“Pengaruh AS di Afghanstan sangat besar. Jika Amerika benar-benar mengatakan, bahwa mereka ingin memiliki basis militer di sana dan untuk itu membayar sangat banyak, maka ini hanya mengenai masalah harga, sampai Afganistan menyetujui. Afghanistan adalah negara yang sangat miskin, yang sangat membutuhkan uang,“ papar Schetter.

Akan tetapi kemitraan strategis dengan AS tidaklah akan membawa Afghanistan pada kestabilan dan kemakmuran – setidaknya tidak dengan cepat. Para pengamat yakin bahwa penentang rencana kemitraan ini akan melakuan segalanya agar perjanjian tidak ditandatangani. Pemerintah Afghanistan menyadari dilema ini, tapi tampaknya pemerintah telah mengambil satu keputusan: Kabul terus menekankan, bahwa kemitraan dengan AS akan memperkuat posisi Afghanistan di wilayah.

Ratbil Shamel/Yuniman Farid Editor: Hendra Pasuhuk