1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Lu Olo Calon terkuat di Pemilihan Presiden Timor Leste

20 Maret 2017

Timor Leste melangsungkan pemilihan presiden hari Senin (20/3). Dari delapan kandidat yang bertarung, dua tokoh dianggap calon kuat: Fransisco "Lu Olo" Guterres dan Antonio da Conceicao.

https://p.dw.com/p/2ZXEZ
Osttimor Präsidentschaftswahl
Foto: Reuters/L. da Fonseca

Pemilihan presiden Timor Leste yang dilangsungkan hari Senin (20/3) diharapkan menandai stabilitas politik di negara termuda Asia itu, yang belakangan sering dilanda pertikaian politik dan kekerasan.

Inilah pemilihan presiden yang pertama kali dikoordinasi sendiri oleh Timor Leste, sejak administrasi PBB meninggalkan negara itu 2012. Lebih dari 700 ribu pemilih diharapkan memberikan suaranya.

Kandidat harus memenangkan lebih dari 50% suara untuk bisa menang dalam satu putaran. Jika tidak ada yang mencapai batas itu, akan dilangsungkan pemilu putaran kedua 20 April mendatang.

Osttimor Präsidentschaftswahl
Pemilih Timor Leste sejak pagi sudah membentuk antrian panjangFoto: Reuters/L. da Fonseca

Calon terkuat adalah Fransisco Guterres, lebih dikenal dengan panggilan "Lu Olo", yang mendapat dukungan dari Partai Fretilin dan Partai CNRT pimpinan Xanana Gusmao. Sekalipun jabatan presiden di Timor Leste hanya bersifat seremonial tanpa wewenang yang luas, namun peran presiden bisa jadi penting untuk mendamaikan masyarakat yang terpolarisasi.

"Saya yakin saya akan menang, dan tidak ada putaran kedua," kata Lu Olo setelah memberikan suara di sebuah tempat pemungutan suara di ibukota Dili. Presiden saat ini, Taur Matan Ruak, tidak mencalonkan diri lagi.

Pesaing terdekat Lu Olo adalah calon dari Partai Demokrat, Antonio da Conceicao. Para pengamat mengatakan, pencalonan Guterres yang didukung oleh Fretilin dan CNRT akan membantu menstabilkan negara ini.

Ost-Timor Präsidentschaftswahlen Francisco Guterres
Fransisco "Lu Olo" Guterres (kiri) bersama tokoh kemerdekaan Timor Leste, Xanana GusmaoFoto: Reuters/L. da Fonseca

"Ini baik dari sudut pandang stabilitas, karena politik yang terlalu kompetitif dapat meningkatkan ketegangan," kata Damien Kingsbury, ahli Timor Leste dari Universitas Deakin Australia kepada kantor berita AFP.

Damien menerangkan, dukungan terhadap Lu Olo menunjukkan bahwa Timor Leste akan terus dipimpin oleh pemerintah persatuan hasil dari pemilihan parlemen yang juga akan berlangsung tahun ini.

Namun dia juga menyayangkan jika oposisi jadi terlalu lemah, karena oposisi kuat dibutuhkan agar dapat mengawasi kebijakan-kebijakan pemerintah. Lu Olo masih termasuk tokoh perjuangan kemerdekaan Timor Leste dan merupakan kandidat Fretilin pada pemilihan presiden tahun 2007.

Ost-Timor Präsidentschaftswahlen Antonio da Conceicao
Kandadit Partai Demokrat, Antonio da ConceicaoFoto: Reuters/L. da Fonseca

"Dia adalah pejuang yang berjuang bersama Xanana Gusmao di hutan untuk kemerdekaan untuk negara ini," kata Vasco Pires de Jesus, seorang buruh berusia 58 tahun, kepada kantor berita AFP.

Siapa pun yang memenangkan pilpres kali ini akan memimpin bangsa yang menghadapi tantangan besar. Timor Leste masih merupakan negara yang sangat miskin. Pemerintahan harus berjuang keras untuk meningkatkan standar hidup sekitar 1,1 juta warganya.

Sistem ekonomi harus dikembangkan untuk melepaskan ketergantungan dari minyak. Para pemimpin Timor Leste juga harus merundingkan perbatasan laut baru dengan Australia, setelah sengketa tentang perjanjian maritim yang merugikan negara itu.

Ost-Timor Präsidentschaftswahlen Francisco Guterres Anhänger
Pendudung mengelu-elukan Lu OloFoto: Reuters/L. da Fonseca

Kebanyakan partai politik lebih fokus untuk memenangkan pemilihan parlemen yang akan menentukan siapa yang berhak membentuk pemerintahan. Tokoh-tokoh "jam pertama" dalam perjuangan kemerdekaan seperti Xanana Gusmao dan pemenang Nobel Perdamaian Jose Ramos-Horta mulai menarik diri dan membiarkan politisi generasi baru mengambil alih.

Indonesia menduduki Timor Timur pada tahun 1975 setelah penguasa kolonial Portugal melepaskan jajahannya. Selama masa pendudukan, puluhan ribu orang tewas dalam perjuangan kemerdekaan yang dimpimpin oleh Fretilin dan CNRT.

Tahun 1999, pemerintah Indonesia dibawah Presiden Habibie mengijinkan PBB untuk melaksanakan referendum, yang dimenangkan secara mutlak oleh pendukuing opsi kemerdekaan.

hp/vlz (afp,rtr, ap)