1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Majelis Rampungkan Rancangan Konstitusi

Thomas Sailer29 November 2012

Ratusan ribu orang kembali turun ke jalan menentang Presiden Muhammed Morsi dan Ikhwanul Muslimin. Masyarakat Mesir makin terpolarisasi, eskalasi mungkin terjadi lagi.

https://p.dw.com/p/16sT7
Aksi Protes di Kairo
Aksi Protes di KairoFoto: Reuters

Majelis Konstituante diberitakan sudah merampungkan diskusi tentang konstitusi baru dan akan segera mengambil keputusan tentang rancangan itu. Presiden Muhammed Morsi kemudian akan menetapkan penyelenggaraan referendum atas konstitusi yang baru.

Kalangan oposisi justru menolak rancangan konstitusi baru ini, karena Majelis Konstituante didominasi oleh Ikhwanul Muslimin dan kelompok Salafi. Kelompok pro demokrasi sudah lama menarik diri dari Majelis Konstituante.

Ratusan ribu orang dilaporkan kembali menggelar aksi protes di kota-kota besar Mesir. Pusat aksi protes adalah Lapangan Tahrir, yang dulu jadi pusat perlawanan melawan rejim Hosni Mubarak. Para demonstran menuntut Morsi agar mencabut deklarasi konstitusi.

Tapi sebagian kelompok hanya menuntut pencabutan beberapa paragraf yang kontroversial, misalnya pasal yang menyatakan bahwa tidak ada lembaga pengadilan yang bisa membatalkan dekrit presiden. Banyak demonstran sekarang menuntut pembubaran Majelis Konstituante yang dinilai hanya mewakili kepentingan kelompok Islamis.

Membalas Dengan Propaganda

Ketika ratusan ribu orang berkumpul di lapangan Tahrir hari Selasa lalu (27/11), Ikhwanul Muslimin menyebarkan pesan Twitter: ”Partisipasi yang rendah menunjukkan kurangnya dukungan warga Mesir”. Wagi Shehab, salah satu pimpinan partai liberal Mesir menanggapi: ”Ikhwanul menceritakan banyak hal. Masalahnya bukan kata-kata, melainkani tindakannya.”

Front penentang Morsi memang masih terpecah belah. Sebagian demonstran dulu pernah mendapat dukungan dari militer. Sekarang mereka makin kritis. Tapi tidak mudah menggabungkan mereka dalam gerakan protes.

Wagi Shehab menegaskan, sebagai politisi ia akan menjalin aliansi dengan bekas lawannya, jika itu memang perlu demi kemajuan negara. ”Tapi siapa yang mengalami, bagaimana kawannya dulu terbunuh, dan melihat orang-orang yang dulu mendukung pembunuhan itu sekarang berjalan disampingnya, mereka tentu akan menolak.”

Situasi Tak Menentu

Aksi protes besar selanjutnya akan digelar hari Jumat (30/11). Lapangan Tahrir masih tetap diduduki dan ditutup untuk lalu lintas. Polarisasi antara kubu Islamis dan penentangnya makin meruncing dan membuat banyak orang khawatir. Para demonstran bersikeras menuntut Morsi mencabut deklarasi konstitusi yang dikeluarkannya. Namun Morsi tidak mau kehilangan muka dan mengalah begitu saja.

Pimpinan yayasan Jerman, Konrad Adenauer Stiftung di Kairo, Ronald Meinardus berpendapat, posisi Morsi cukup kuat. ”Morsi bukan Mubarak. Pada akhir pemerintahannya, Mubarak lemah. Sedangkan Morsi sekarang didukung oleh Ikhwanul Muslimin. Mereka punya basis yang kuat dan menang pemilu.” Jadi pemerintahan Morsi tidak akan langsung runtuh seperti rejim Mubarak.

Itu sebabnya, pertikaian bisa jadi lebih keras. Presiden dan Ikhwanul Muslimin sebenarnya tidak ingin terjadi bentrokan dengan kekerasan. Apalagi situasi ekonomi Mesir makin lama makin sulit. Jika terjadi konflik besar, popularitas Ikhwanul bisa cepat turun. Padahal tahun depan dijadwalkan pemilihan parlemen yang baru. Menurut Ronald Meinardus, skenario yang mungkin adalah, Morsi akan mencoba kompromi-kompromi kecil untuk mengulur waktu. Tapi situasi saat ini bisa berkembang menjadi tidak terkendali.