1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Masa Senja di Jerman

31 Oktober 2011

Ingrid Kolb-Hindarmanto kembali ke Jerman setelah 30 tahun tinggal di Indonesia dan negara-negara lain, untuk menghabiskan masa tuanya. Apakah memang semua lebih baik di kampung halamannya?

https://p.dw.com/p/131CC
Inggrid Kolb-Hindarmanto bersama suami, Totok HindarmantoFoto: DW

Di bulan Oktober, Jerman baru saja memasuki musim gugur. Dedaunan di pohon berubah warnanya dari hijau menjadi kuning dan merah. Juga disekitar rumah Ingrid Kolb-Hindarmanto. Ini adalah salah satu hal yang ia senangi dari tinggal di Jerman. "Senang sekali, bisa kembali menikmati empat musim," katanya. "Musim semi tahun ini juga indah sekali, banyak bunga mekar. Di Indonesia tidak ada hal seperti ini.“

Tahun 1978 Ingrid untuk pertama kalinya pergi ke Indonesia dengan calon suaminya Totok Hindarmanto, yang ia kenal dari universitas. Setelah mereka menikah, Totok selesai dengan kuliahnya dan waktu itu lebih mudah bagi suami Ingrid untuk mencari pekerjaan di Indonesia. Tahun 1982 Ingrid dengan anaknya yang waktu itu masih bayi pindah ke Jakarta.

"Kami juga merasa masih muda serta berpikir bisa membangun masa depan di sana, kami mau tinggal dulu di negara asal Totok. Nantinya kami masih bisa berpikir, apakah kami mau kembali ke Jerman lagi,“ ujar Ingrid.

Pelayanan Kesehatan Lebih Baik dan Cepat

Dan ini mereka lakukan 30 tahun kemudian. Ingrid yang sempat bekerja untuk UNICEF mengambil keputusan ini bersama suaminya, untuk bisa hidup dekat dengan anaknya dan keluarga Ingrid yang tinggal di Jerman. Namun ada juga alasan lain. Pelayanan kesehatan di Jerman dirasakan jauh lebih baik dan lebih cepat dari di Indonesia. Hal yang cukup penting bagi pasangan ini di masa tua mereka.

"Kalau disini seseorang mengalami kecelakaan, maka ambulans segera datang dan orang ditolong," kata Ingrid. Ia mengeluhkan, bahwa di Indonesia tidak begitu. "Jakarta terlalu macet dan pasien gawat darurat pun tidak ditolong kalau tidak bayar dulu. Di sini aman rasanya, kalau ada apa-apa bisa langsung telpon dan semua dokter diwajibkan untuk menolong,“ jelasnya lebih lanjut.

Di Jakarta Ingrid pernah jatuh sehingga tangannya patah dan mengalami luka terbuka. Ambulans yang datang menjemputnya perlu waktu dua setengah jam untuk mengantar Ingrid ke rumah sakit terdekat. Dan ketika sampai di rumah sakit, suami Ingrid harus mengurus administrasi dahulu sebelum Ingrid dirawat.

Flash-Galerie Audioslideshow Altern in Deutschland
Foto-foto dari Indonesia sedikit mengobati kerinduanFoto: DW

Risiko Bencana Rendah

Selain itu, kembali tinggal di Jerman bagi Ingrid juga berarti lebih jarang terkena risiko bencana alam, dibandingkan di Indonesia. Selama tinggal di Indonesia selama puluhan tahun, perempuan berusia 59 tahun ini sudah pernah mengalami meletusnya gunung berapi, tsunami dan banjir.

“Jakarta sudah berubah sekali," kata Ingrid. "Rumah kami dulu tidak pernah kebanjiran, tetapi karena banyak jalan tol yang dibangun dan juga mal-mal, got-gotnya tidak mengalir dengan baik lagi. Setiap dua tahun sekali rumah kami kebanjiran atau paling tidak daerah sekitarnya,“ cerita Ingrid yang juga lancar berbahasa Indonesia.

Perawatan Orang Tua Mahal

Sekarang Ingrid menikmati kembali tinggal di Jerman dengan berbagai bentuk kenyamanan seperti sistem transportasi umum yang sangat memadai, sehingga lebih gampang bergerak untuk bertemu teman-teman atau ke acara-acara budaya. Tetapi Ingrid juga melihat beberapa kelemahan di Jerman bagi orang-orang tua.

“Selama orang masih segar bugar, memang hidup di Jerman itu menyenangkan. Ada banyak tempat yang bisa dikunjungi, orang bisa banyak jalan-jalan di alam bebas," kata Ingrid. Ia menjelaskan lebih lanjut, bahwa tenaga kerja lebih murah di Indonesia. "Jadi lebih mudah mempunyai perawat atau pembantu rumah tangga di sana. Kami berharap terus sehat di Jerman. Tetapi menurut saya, ini sebuah masalah besar di Jerman, bahwa perawatan orang tua sangat sulit dan mahal, orang harus punya banyak uang.“

Proses Adaptasi Baru di Kampung Halaman Sendiri

Setengah tahun kembali hidup di Jerman, Ingrid juga harus kembali beradaptasi dengan cara hidup di sini, yang berbeda dengan di Indonesia. Seperti lingkungan yang dirasakan lebih sepi, apalagi di hari Minggu, yang di Indonesia digunakan sebagai hari belanja atau rekreasi dengan keluarga.

“Ketika kami kembali pindah ke Jerman, Totok mengatakan ketika kami sedang berjalan-jalan, orang Jerman itu semuanya kura-kura, semua bersembunyi di rumahnya. Di jalan tidak ada siapa-siapa dan semuanya tertutup. Semua kura-kura. Semua sembunyi di tempurungnya,“ cerita Ingrid sambil tertawa.

Menghabiskan masa tua di Jerman bagi Ingrid Kolb-Hindarmanto berarti kembali ke kampung halaman. Tetapi ini membutuhkan proses adaptasi yang tidak selalu mudah. Kerinduan akan Indonesia masih dirasakan sampai sekarang. Di rumahnya banyak terlihat hiasan asal Indonesia dan juga foto-foto semasa ia tinggal di Indonesia.

“Saya ingin sekali seperti anak saya Sri waktu kecil. Ia selalu ingin melekatkan Indonesia dan Jerman. Setengah dari sini dan setengah dari sana, lalu ditambah beberapa pulau sendiri. Itu ideal sekali,“ ujar Ingrid sambil tersenyum.

Anggatira Gollmer Editor: Hendra Pasuhuk