1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Masih Jadi Dosen di Usia 90 Tahun

Bianca von der Au10 Mei 2013

Di Jerman profesor atau dosen biasanya pensiun pada umur 65 tahun. Siapa yang mau, boleh mengajar beberapa tahun lebih lama. Tapi masih mengajar di usia 90 tahun, tidak biasa.

https://p.dw.com/p/18UvP
Professor Günther BöhmeFoto: DW/B.Von der Au

Penampilan Günther Böhme seperti cendekiawan dari masa lampau. Ia memberi kuliah dengan bebas tanpa teks tentang sejarah pembentukan filosofi barat yang lahir abad 6 SM di Yunani. Sering dengan mata tertutup ia menerangkan tentang para pemikir Abad Antik, ibarat ia menceritakan kisah kenalan lamanya. 300 mahasiswa di ruang kuliah Universitas Goethe di Frankfurt mendengarkan dengan seksama.

Pendengarnya kebanyakan berada dalam usia pensiun, seperti Böhme sendiri. Karena kuliah yang diberikannya dua kali dalam satu semester, adalah untuk "Universität des 3. Lebenalters" U3L (universitas usia ke-3). Ini adalah Universitas bagian dariUniversitas Goethe, khusus bagi para lansia. Tahun 1982 Böhme membentuk U3L, usianya kala itu 59 tahun. Pada usia dimana orang lain sudah berpikir untuk pensiun. Tapi Böhme punya filosofi hidup, "guru saya memberi saya bekal hidupnya: Masa hidup adalah masa bertugas dalam hidup." Dan tugas ini menurut pandangannya adalah membagi pendidikan dan pengetahuannya dengan yang lain.

Humanisme sebagai Panutan

Padahal jalur akademisnya tidak menonjol. 1923 Günther Böhme lahir di Dresden, sebagai putra dari orang tua yang tidak bisa menempuh pendidikan tinggi. Tapi ayahnya mengirim putranya Günther ke Gymnasium (SMU) humanisme. Kemudian pecah Perang Dunia II dan pada usia 18 tahun Böhme harus ikut perang sebagai tentara. Ia menjadi tahanan perang selama lima tahun di Italia. Kejadian yang tidak begitu suka dikenangnya.

Seusai perang Günther Böhme mengambil kuliah filsafat, psikologi dan pedagogik di Erlangen dan München. Untuk menghidupi keluarganya, ia mula-mula bekerja sebagai psikolog perusahaan. Tapi 1964 ia menjadi asisten ilmiah untuk bidang filsafat pendidikan di Universitas Goethe. Hampir setengah abad lalu.

Apa yang sejak awal menjadi penuntun dalam kuliah dan keilmuannya adalah pendidikan humanisme dengan norma-normanya seperti toleransi dan kemanusiaan. "Saya pikir penting untuk menguasai bahasa sendiri, memiliki kesadaran historis dan menuntun saya rendah hati dalam sikap yang diatur." Ini kedengaran seperti kritik tegas terhadap sistem perguruan tinggi Jerman saat ini. Karena norma-norma ini hampir tidak mendapat tempat dalam universitas pada saat ini, tukas Böhme.

Kritik terhadap Proses Bologna

Dalam lingkup khususnya di U3L, Böhme bisa meneruskan idealismenya, jauh dari tatanan organisasi resmi universitas. "Dalam kuliah saya, mahasiswa lebih muda juga boleh hadir, tapi mereka hampir tidak memanfaatkannya." Jadwal kuliah yang ketat di perguruan tinggi hampir tidak memberi mereka waktu untuk menengok di luar lingkupnya sendiri, kata Böhme. Ini merupakan kritik terhadap Reformasi Bologna (perubahan sistem Diplom dan Magister di Universitas Jerman menjadi program Bachelor dan Master-red), yang mengubah secara mendasar kehidupan universitas yang selama ini dikenalnya. Kritisi seperti Böhme mengritik, bahwa dengan ijazah Bachelor dan Master, tekanan waktu dan pemberian ilmu yang diatur memasuki kegiatan perguruan tinggi. Sementara pendidikan kepribadian mahasiswa tidak mengalami kemajuan.

Meskipun demikian Böhme yang memberikan kuliah di U3L sebagai tenaga sukarela tetap ingin melakukannya selama ia masih kuat.