1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Masyarakat Sipil Andalan Utama Pengontrol Pemerintahan SBY

20 Oktober 2009

Legitimasi kuat pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono memunculkan kekhawatiran bahwa pemerintahan mendatang akan berjalan tanpa pengawasan cukup.

https://p.dw.com/p/KBKL
SBY diambil sumpahnyaFoto: AP

Penguatan masyarakat sipil dibutuhkan sebagai pengendali utama dalam mengawasi pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono yang dianggap banyak kalangan memiliki kedudukan kuat. Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Syamsuddin Haris, menuturkan: “Biar bagaimananpun elemen civil society, media, aktivis LSM, kampus harus lebih peduli, karena hubungan eksekutif dan legislatif kini konspiratif.”

Senada dengan Syamsuddin, Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS), Sukardi Rinakit, menilai kubu oposisi yang lemah tidak akan mampu untuk mengalahkan kedudukan SBY: “Kekuatan koalisi mencapai sekitar 76 persen. Sehingga untuk mengritisi tetap penting. Kehadiran partai oposisi dan masyarakat sipil tetap dibutuhkan. Karena apapun kebijakannya, akan ada kelompok yang kecewa atau tidak puas. Mereka butuh saluran atau katub pengaman. Paling tidak ada kesadaran publik yang terbangkitkan oleh bawelnya civil society yang mungkin 24 jam bicara terus di media. Peran ICW, Kontras, peran mahasiswa ini punya pengaruh luar biasa. Ini sangat berguna.“

Peran masyarakat sipil ini dibutuhkan karena setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah membutuhkan pengawasan hingga ke titik pelaksanaannya. Apalagi menurut Syamsuddin Haris,, titik berat program SBY yang disampaikan dalam pidatonya soal peningkatan kesejahtaraan rakyat dan pemerataan misalnya, masih membutuhkan implementasi yang jelas.

“Apa agenda SBY untuk mengurangi pengangguran? Itu harus ada putusan, misalnya dengan pembangunan infrastruktur, di Jawa atau luar Jawa, yang melibatkan banyak tenaga kerja. Di bidang ekonomi lain adalah bagaimana men-support pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan.”

Meski demikian menurut kalangan pengusaha, pemerintahan yang dibentuk SBY harus diberi kesempatan, paling tidak dalam waktu setahun untuk membuat terobosan, khususnya menyangkut pertumbuhan ekonomi. Meski ketua umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi memaparkan: “Saya khawatir banyak sekali orang dari partai politik yang harus belajar lagi dalam persoalan ekonomi. Banyak nama yang kita kenal di partai politik tapi kita tak kenal dalam pemerintahan. Ini mengkhawatirkan juga kabinetnya tidak sekuat yang kita harapkan.”

Sementara itu dalam bidang hukum dan hak-hak asasi manusia, berbagai kalangan juga menagih penyelesaian kasus pelanggaran hak-hak asasi manusia yang belum terselesaikan, diantaranya kasus pembunuhan pegiat HAM Munir. Kembali Syamsuddin: “Selama lima tahun terakhir, kasus Munir tidak tuntas. Pembunuhnya belum tertangkap. Bila lima tahun ke depan pola kepemimpinan SBY masih sama, maka hasilnya sama juga dengan apa yang kita alami lima tahun ini.“

Setelah pelantikan Selasa ((20/10), pasangan Susilo Bambang Yudoyono dan Budiono, Rabu ((21/10) akan mengumumkan nama-nama menteri kabinet yang disebut sebagai Kabinet Indonesia Bersatu Jilid Kedua.

Ayu Purwaningsih

Editor : Hendra Pasuhuk