1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

"Matahari adalah Musuh Terbesar Kami"

Eraldo Peres/AP13 Juni 2015

Sebuah desa di Brasil menampung kelompok penderita Xeroderma Pigmentosum terbesar. Penyakit itu merenggut kemampuan tubuh untuk bisa terpapar matahari. Sebuah kondisi yang sulit buat penduduk di negara tropis.

https://p.dw.com/p/1BuS1
Hautkrankheit Xeroderma Pigmentosum
Djalma Antonio Jardim sedang menunggu giliran berobat di sebuah rumah sakit di BrasilFoto: picture-alliance/AP Photo

Terletak di tepi lembah yang bermandikan matahari Brasil, desa Araras adalah rumah bagi kelompok terbesar penderita penyakit kulit langka yang disebut sebagai Xeroderma Pigmentosum atau XP.

Penderita Xeroderma Pigmentosum memiliki kulit yang sangat peka terhadap cahaya ultraungu dari matahari dan mudah terkena penyakit kanker kulit. Penyakit langka tersebut merenggut kemampuan tubuh penderita untuk menyembuhkan kulit yang rusak akibat sinar matahari.

Hal tersebut menjadi perkara di Araras, sebuah komunitas petani tropis yang mengandalkan kerja di ladang di tengah matahari siang bolong untuk mencari nafkah. "Saya selalu terpapar matahari, bekerja, menanam dan memanen padi dan menernak sapi," kata Djalma Antonio Jardim, 38 tahun. "Seiring waktu kondisi saya terus memburuk."

50 Operasi Tumor

Pertanian kini tidak lagi menjadi opsi buat Jardim. Ia bertahan hidup dengan mengandalkan dana pensiun pemerintah yang tidak seberapa dan pendapatan kecil sebagai pedagang es krim.

Jardim bercerita usianya baru sembilan tahun ketika tubuh dan wajahnya mulai dipenuhi bintik hitam dan bercak berwarna gelap. Keduanya adalah gejala penyakit XP pada usia dini.

Biasanya bocah yang mengalami gejala awal XP harus mendapat penanganan dini dan perlindungan dari matahari. Namun Jardim tidak mendapat kemewahan semacam itu. Ia kini mengenakan topi jerami untuk melindungi wajahnya dari sinar matahari.

Jardim sejauh ini telah melewati 50 operasi pengangkatan tumor kulit. Ia memakai topeng bercorak oranye pada wajah untuk menyamarkan jejak penyakit yang menggerogoti kulit bibir, hidung, pipi dan matanya.

Sejarah Panjang XP di Araras

Selain kerusakan kulit dan kanker, satu dari lima penderita XP juga mengalami ketulian, lemah koordinasi dan pertumbuhan terlambat, menurut Institut Kanker Nasional AS. Di Araras yang cuma dihuni oleh 800 penduduk, lebih dari 20 orang menderita XP. Selama bertahun-tahun tidak seorangpun memberitahu Jardim mengenai penyakit yang dialaminya.

"Dokter berkata saya memiliki kelainan darah. Yang lain bilang saya punya masalah kulit. Tapi tidak ada yang mengatakan saya punya penyakit genetik," ujar Jardim. "Baru 2010 lalu penyakit saya dideteksi secara komperhensif."

Pakar menduga, Araras memiliki tingkat penderita XP yang tinggi karena desa tersebut dibangun oleh segelintir keluarga yang sebagiannya membawa penyakit tersebut. Artinya seiring pernikahan antara keluarga, XP diturunkan dari generasi ke generasi.

Gleice Fransisca Machado, seorang guru di desa yang anaknya menderita XP, menelusuri sejarah Araras. Ia menemukan, kasus pertama penderita XP muncul 100 tahun silam. "Matahari adalah musuh terbesar kami dan semua penderita harus mengubah kebiasaan hidup dari siang menjadi malam untuk bisa hidup lebih lama," katanya. "Tapi sayangnya hal itu tidak mungkin."