1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Memantau Pemilu Jerman Bersama Eko Prasojo

21 September 2017

Kandidat di Jerman sadar betul mereka harus menjual program bukan janji dengan pendekatan personal langsung di jalanan. Eko Prasojo, peserta pemantau pemilu Jerman, bercerita kepada DW Indonesia.

https://p.dw.com/p/2kO5W
Eko Prasojo DAAD Wahlbeobachter in Bonn
Foto: Privat

Museum Sejarah Jerman "Haus der Geschichte" mendadak ramai dipadati puluhan akademisi dari berbagai negara. Salah satunya, ada juga akademisi asal Indonesia, Eko Prasojo. Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia itu menjadi salah satu peserta pemantau pemilu yang diundang lembaga beasiswa Deutscher Akademischer Austauschdienst (DAAD) untuk mengikuti proses demokrasi di Jerman.

Kepada DW Indonesia, Eko Prasojo pun bercerita perjalanan mereka ketika memantau proses pemilu di Bad Godesberg. Salah satu yang paling berkesan adalah ketika ikut terjun mengikuti kampanye salah satu kandidat partai CDU, Claudia Lücking-Michel.

"Kami mengikuti Claudia membagikan brosur dan menemui setiap orang yang lewat. Saya melihat bagaimana Claudia meyakinkan orang-orang di jalan mengenai program yang akan diusung," ujar lulusan doktor dari Hochschule Speyer, Jerman tersebut.

Bagi ahli administrasi negara tersebut karakteristik pemilih di Jerman menjadi hal yang khas yang membuat proses demokrasi di negara ini berbeda jauh dengan di Indonesia. "Yang menarik adalah mereka tidak memilih calon berdasarkan janji-janji politik yang palsu atau "money politics", tapi apakah seorang calon bisa menawarkan program yang menjadi masalah utama di masyarakat Jerman. Jadi memang lebih pada membangun argumentasi mengapa masyarakat harus memilih calon yang bersangkutan."

Membangun Budaya Politik Ala Jerman

Eko Prasojo memiliki analisa tersendiri mengapa Jerman baik warga maupun politisinya memiliki kedewasaan dalam berpolitik.

"Pertama dari sisi sejarah. Jadi demokrasi ini sudah sejak lama, dan dengan berbagai kesulitan kemudian perang dan konflik yang terjadi dalam sejarah Jerman," kata Eko sambil memaparkan terperinci perjalanan sejarah Jerman. "Selain itu, partai politik memainkan peran penting, dan proses pendidikan politik berjalan. Partai politik juga memiliki basis nilai yang jelas untuk ditransformasi kepada setiap anggota partai, sehingga dalam keputusan politik mereka menggunakan ideologi mereka, baik berkoalisi maupun keputusan dalam parlemen." 

Berkaca dengan kondisi di Indonesia, maka pendidikan politik sejak dini menjadi koreksi bagi Indonesia agar dapat memiliki pemilih yang rasional, kata Eko lebih lanjut.

Debat TV antar Calon Kanselir Jerman

Moderator Debat

Saat Pilkada Jakarta lalu, Eko sempat ditunjuk KPU DKI Jakarta sebagai moderator debat bersama Tina Talisa. Ia pun turut mengamati debat pemilu di Jerman dikemas oleh stasiun televisi. Dari hasil diskusi bersama pemantau pemilu lainnya, Eko berkesimpulan meski terkesan konservatif dibandingkan program siaran langsung di Indonesia, debat kandidat di Jerman menjadi gambaran langsung situasi masyarakatnya.

"Saya pikir ini menunjukkan kualitas demokrasi di Jerman. Isu-isu penting tentang imigran, hubungan dengan Turki dibahas dengan perspektif berbeda sesuai argumentasi masing-masing calon, Merkel atau Schultz... Meski sama seperti di Indonesia, banyak pemilih di Jerman memiliki tingkat pendidikan politik yang cukup mempengaruhi mereka untuk memilih sesuai dengan harapan atau kepentingan politik mereka".

ts/vlz