1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Menakar Kemesraan Malaysia dan Korut

21 Februari 2017

Malaysia yang merupakan sekutu Amerika dan mayoritas berpenduduk muslim justru bertautan erat dengan Korea Utara yang dikendalikan rejim komunis. Kedekatan hubungan kedua negara bahkan lebih dalam dari perkiraan orang.

https://p.dw.com/p/2Xyj6
Skyline von Pjöngjang, Nordkorea
Paras kota Pyongyang, Korea UtaraFoto: Ed Jones/AFP/Getty Images

Pembunuhan saudara tiri diktatur Korea Utara Kim Jong Un di Malaysia sekaligus mengungkap kedekatan hubungan kedua negara. Malaysia yang juga sekutu Amerika Serikat sejak lama menjadi sumber penghasilan buat Korea Utara dan menyediakan tempat bagi perundingan tak resmi antara Pyongyang dan Washington.

Hubungan diplomasi antara kedua negara pertamakali dibuka oleh bekas Perdana Menteri Mahathir Mohammad. Aksinya itu diniatkan sebagai manuver politik untuk membuat geram Amerika Serikat. Kala itu Mahathir memasuki tahun terakhir kekuasaannya yang didominasi oleh isu anti barat dan Yahudi.

Namun hingga kini kedua negara tetap erat berjabat tangan. Dengan koneksi bisnis, syarat perjalanan yang relatif longgar dan hubungan langsung udara, Malaysia adalah satu-satunya sekutu dekat AS yang memiliki akses ke Pyongyang. Kuala Lumpur bahkan mengundang buruh Korut untuk bekerja di pertambangan di Malaysia.

Sebaliknya penduduk Malaysia bebas berpergian tanpa visa ke Korea Utara.

Meski begitu, neraca perdagangan kedua negara tahun 2015 silam hanya bernilai 5 juta Dollar AS. Selain mobil Proton yang dijadikan taksi di Pyongyang, Malaysia juga menjual karet dan minyak sawit ke negeri komunis tersebut. Korut sebaliknya menjual bijih besi dan produk logam ke Malaysia.

Tahun lalu Direktur Matrade, Malaysia External Trade Development Corp, Dzulkifli Mahmud, mengklaim pemerintah Korea Utara menggunakan Malaysia "sebagai gerbang ke pasar Asia Tenggara karena dinilai mengadopsi kebijakan pro bisnis dan ramah terhadap pelaku dunia usaha."

Namun pertautan kedua negara tidak hanya melulu berpusar pada perdagangan legal. James Chin, Direktur Asia Institute di Universitas Tazmania, Australia, mengatakan neraca perdagangan kedua negara tidak mencakup aktivitas bisnis yang diatur oleh Kedutaan Besar Korea Utara dan organisasi politik rahasia. Semua itu ditengarai berlangsung secara ilegal.

"Malaysia menjadi surga buat operasi penyelundupan oleh Korea Utara buat mencari pemasukan tambahan untuk kas negara," katanya. "Mereka juga membeli produk berkualitas tinggi di Malaysia untuk kaum elit di Pyongyang."

rzn/yf (rtr,ap)