1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mendaur Ulang Styrofoam

26 Maret 2011

Styrofoam, yang dikenal sebagai benda yang mencemari lingkungan karena tidak mudah terurai, masih banyak digunakan sebagai pembungkus.

https://p.dw.com/p/10aWi
Pameran dengan menggunakan styrofoamFoto: AP

Banyaknya limbah styrofoam memicu sejumlah siswa SMA Negeri 90 Jakarta untuk melakukan penelitian dan mengubah bahan berbahaya ini menjadi benang semi sintetis.Trisha Marselia, 16 tahun, berada di antara mereka. Trisha adalah peneliti cilik. Bulan lalu, Ia menyabet juara 2 Lomba Karya Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2011, dengan temuannya daur ulang styrofoam menjadi benang sintetis.

Dibuang Menjadi Benang Sintesis

Di ruang labotarium, ia menunjukkan bagaimana proses styrofoam diubah menjadi benang sintetis. Di atas meja labotarium, ada sejumlah bahan. Diantaranya; Daun Lidah Mertua, minyak kayu putih dan styrofoam. Ia menjelaskan: "Jadi, bahannya itu ada Sensiveria. Sensiveria kalau di masyarakat disebut sebagai pohon Lidah Mertua. Jadi daunnya, itu di tengah warna hijau. Sementara pinggirannya, berwarna kuning. Kalau di penelitian saya ini, yang dipakai bagian warna kuningnya. Karena kadar airnya lebih banyak. Kemudian, ini ada styrofoam. Terus ini, ada minyak kayu putih. Jadi cuma itu saja bahan dasarnya."

Prosesnya perubahan styrofoam sangat sederhana. Styrofoam dicairkan dengan minyak kayu putih. Lalu diangkat, dan dicampur lagi dengan daun lidah mertua yang sudah digiling. Hasilnya berupa cairan lendir yang lentur dan bisa ditarik-ulur. Trisha kembali menjelaskan lebih lanjut: "Kita tarik hasilnya. Terus digabung lagi. Sampai 7 kali penggabungan serat. Karena kalau cuma satu kali tarik dan satu serat itu, mudah putus. Ini kan masih berupa cairan, jadi bisa digabung. Untuk contoh yang satu ini, cukup tebal. Biasanya, lebih tipis dari ini. Kalau dibuatnya hanya satu serat saja, itu nanti hasil benang sintetisnya mudah putus."

Bekerjasama Mengembangan Riset

Trisha Marselia meneliti daur ulang styrofoam menjadi benang sintetis bersama Rahmat Irkham Triaji, teman ekstrakurikuler Karya Ilmiah Remaja. Objek Styrofoam, mereka teliti sejak 2010. Mereka memilih styrofoam sebagai objek penelitian karena bahayanya sangat besar terhadap lingkungan. Bahan yang biasa digunakan untuk membungkus, ini makanan tak mudah diurai di tanah. Bahan itu juga berbahaya bagi kesehatan manusia karena dapat memicu penyakit kanker dan menurunkan kecerdasan.

Apa yang mendorong Irkham melakukan penelitian ini? Irkham mengatakan: "Kami tertantang dengan isu lingkungan. Bagaimana caranya mereduksi sampah styrofoam yang ada di lingkungan menjadi sesuatu yang berharga. Inilah awal kami bergerak, juga untuk melestarikan lingkungan. Jadi di balik kekurangan sampah yang tak bisa diurai, itu ada sesuatu yang berharga. Menjadi benang. Nah, nanti benang itu bisa dikembangkan menjadi produk-produk lain yang bisa dimanfaatkan masyarakat. Misalnya, jadi pembungkus makanan. Tapi yang sifatnya, mudah diurai oleh alam."

Berguna Untuk Industri Pakaian

Menurut Irkham, pengembangan penelitiannya ini juga bisa masuk ke industri pakaian: digunakan sebagai bahan dasar. Tapi masih perlu kelanjutan penelitian untuk membuat benang sintetis dari styrofoam yang lebih kuat. Pembina Ekstrakurikuler Karya Ilmiah Remaja, SMA Negeri 90 Jakarta, Poerwanto Yuwono mengatakan sejauh ini, belum ada industri yang tertarik pada penelitian ramah lingkungan: mendaur ulang styrofoam menjadi benang sintetis. Ke depan, penelitian ini akan segera dipatenkan untuk menghindari pencurian ide.

Penelitian Lain Pun Dikembangkan

Selain penemuan daur ulang Styrofoam menjadi benang sintetik, Peserta didik Sekolah SMA Negeri 90 Jakarta juga meneliti objek lain yang ramah lingkungan. Seperti pembuatan kompor berbahan bakar tempurung kelapa atau briket. Kompor tersebut tak mengeluarkan asap karena, diolah menjadi asap cair. Ini kemudian digunakan sebagai pupuk kompos. Kepala Sekolah SMA Negeri 90 Jakarta, Saksono Liliek, mengatakan, akan mendorong sekolahnya sebagai percontohan sekolah penelitian bagi remaja. "Saya ingin sekolah ini, juga jadi pusat belajar. Kalau perlu jadi contoh untuk murid-murid mau meneliti. Kemarin murid-murid kami memboyong 15 dari 18 piala dalam perlombaan Karya Ilmiah Remaja Se-Jakarta Selatan. Jadi paling tidak sekolah ini menjadi contoh, sebagai pusat penelitian bagi murid-murid sekolah."

Trisha Marselia dan Rahmat Irkham Triaji, dua siswa SMA Negeri 90 Jakarta yang haus meneliti. Trisha kini, sedang merancang penelitian baru, membuat plastik ramah lingkungan: "Selain penemuan styrofoam, saya juga sedang merancang penelitian untuk daur ulang plastik. Kan plastik itu juga sulit diurai di tanah. Saya juga sedang mencari formula, bagaimana plastik itu bisa hancur seperti halnya styrofoam dengan minyak kayu putih."

Sementara, Irkham Triaji tengah meneliti kandungan kalsium yang tinggi pada tulang ikan tuna. Tulang itu bisa diolah menjadi kripik, serta bermanfaat bagi para manula. Dia berharap, hasil penelitian dari anak bangsa mendapat dukungan dan tindak lanjut penuh dari pemerintah dan masyarakat. Karena, ini bisa menjadi solusi bagi masalah kemanusiaan di masa mendatang.

Muhammad Irham

Editor : Ayu Purwaningsih