1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Menengok “Jagad Bali” di Jantung Berlin

23 Mei 2017

Jagad Bali dalam bentuk mikrokosmos hadir ibarat oase sejuk di tengah keriuhan kota Berlin. Tepatnya di arena Garten der Welt dalam bentuk paviliun tropis dengan sebuah pura sebagai jantungnya.

https://p.dw.com/p/2dNVS
Deutschland Einweihung des Balinesischen Gartens in der Tropenhalle Berlin
Foto: DW/A. Setiawan

Saat memasuki paviliun "Tropenhalle –Balinesischer Garten" yang luasnya 2000 meter persegi di arena Internationale Garten Austellung di distrik Marzahn di ibukota Jerman itu, panca indera kita langsung disergap atmosfer seperti di pedesaan Bali. Aroma dupa wangi menerpa indra penciuman. Udara panas dan lembab juga sangat terasa di permukaan kulit.

Tidak heran,  saat DW berkunjung paruh kedua Mei  lalu, suhu di luar berkisar antara 9 sampai 15 derajat Celsius.   Setelah memasuki gerbang utama paviliun di sebelah kiri ada restoran dengan interior bergaya Bali. Jika langsung menuju ke taman Bali, mula-mula kita disambut sebuah patung khas Bali. Pintu otomatis terbuka, sebuah jalan kecil mengarahkan pengunjung ke tengah paviliun rumah kaca.

Inilah Pura Hindu Bali Termegah di Berlin

Di situlah terletak Pura "Tri Hita Karana" yang jadi jantungnya jagad kecil Bali di Berlin. Ibaratnya sebuah oase mini di tengah hirup pikuk ibukota Jerman ini. Paviliun tropis seluas 2000 meter persegi dengan ketinggian maksimla 12 meter dinaungi pohon palem setinggi 7 meter, pohon Kamboja dan 70 jenis pohon lainnya. 

Jiwa dan simbol budaya Bali

Taman Bali dirancang mengikut contoh kompleks pemukiman di selatan Bali. Pengunjung diajak mengenal jiwa dan simbol budaya yang hidup dan berkembang di Bali. Prinsip harmoni dengan alam, dengan sesama manusia dan dengan jagad raya tercermin dari nama yang dipilih untuk pura di tengah paviliun.

Pengunjung yang memasuki bangunan rumah dari bata merah yang jadi inti Taman Bali, mula-mula harus melewati pintu jati Angkul-Angkul. Sanggah atau pura kecil di tengahnya dilengkapi Bale Dangin tempat dimana orang bertemu dan berbincang. Juga simbol Padmasana dan Penglurah, bisa dilihat di sini.

Taman Bali di Berlin sejatinya sudah ada sejak tahun 2003. Dibangun dalam kerangka kerjasama Berlin-jakarta dan didirikan di tengah paviliun hutan tropis yang didirikan tahun 1990.  Mula-mula paviliun tropis ini luasnya hanya sekitar 500 meter persegi dan teknologinya dinilai sudah ketinggalan zaman.

Berkaitan dengan pameran taman internasional IGA 2017 sekitar satu setengah tahun silam, pemerintah Berlin dan Grün Berlin GmbH yang mengelola Garten der Welt atau taman-taman dunia, memutuskan merenovasi dan memperluasnya. Proyek senilai 5 juta Euro atau sekitar 60 milyar rupiah itu tuntas bulan April. Kini areal taman diperluas empat kali lipatnya. Teknik yang digunakan di rumah kaca juga yang terbaru.  

Ngenteg Linggih dan Pemelespasan

Untuk meresmikan paviliun baru yang diperluas dan dipemodern itu, Pemerintah Berlin, Kedutaan Brsar Republik Indonesia di Jerman serta masyarakat Bali di Jerman serta pemerintah daerah di  Gianyar dan Denpasar menggelar upacara Ngenteg Linggih dan Pemelespasan. Upcara yang digelar 10 Mei 2017 itu dipimpin Ida Pedanda Wayahan Bun Griya Sanur Pejeng, Gianyar dan Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Putra Pemuteran.

Rangkaian upacara dilanjutkan dengan pergelaran tarian, yang disaksikan Walikota distrik Marzahn, Dagmar Pohle, Wakil ketua dewan direksi Berlin Grün, Beate Profe dan Dubes RI untuk Jerman, Dr.Ing. Fauzi Bowo. Rangkaian  upacara yang membuat publik di Jerman yang hadir di arena IGA 2017 terkagum-kagum.

Dubes RI di Jerman, DR.Ing. Fauzi Bowo, terkait peresmian Taman Bali setekah direnovasi dan dipermodern mengatakan kepada DW :"Ikon toleransi yang paling dikenal adalah Indonesia. Jerman saat ini juga sedang berupaya keras mengintegrasikan beragam budaya secara harmonis, toleran dan baik. Indonesia bisa jadi contohnya.”

Memang Indonesia bukan hanya Bali. Tapi dari sudut pandang pemerintah Berlin atau Jerman, Bali adalah simbol dari toleransi, di tengah mayoritas Muslim, tumbuh dan berkembang budaya minoritas Hindu yang hidup harmonis dengan kaum mayoritas. Paling tidak Bali adalah wajah Indonesia yang toleran dan multi budaya di Welt der Garten di Berlin, yang berdiri sejajar dengan taman simbolis dari negara lain, seperti taman Jepang, taman Cina atau taman Korea.

(Ed: Agus Setiawan/ap)