1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mengenang Jyoti, Nirbhaya yang Terenggut

16 Desember 2013

Pemerkosaan terhadap Jyoti Singh setahun silam membakar amarah India. Apa yang lantas berubah dari negeri yang menurut PBB adalah tempat paling berbahaya untuk dilahirkan sebagai perempuan itu?

https://p.dw.com/p/1AaPQ
Foto: Reuters

Munirka layaknya sebuah kawasan pinggiran Jakarta. Hiruk pikuk lalu lintas berpadu dengan laungan pedagang kaki lima. Dari balik rumah-rumah jangkung bercat pudar yang bersesakan di pinggir jalan, berdiri bangunan modern berfasad kaca. Tidak ada yang luar biasa di sudut New Delhi ini, kecuali ketika malam 16 Desember setahun silam - malam yang mengubah negeri gajah itu untuk selamanya.

Malam itu Jyoti Singh dan seorang teman lelakinya, Awindra Pandey menunggu kendaraan umum sehabis menonton di bioskop. Keduanya mendapati sebuah bus berwarna putih sedang berhenti di pinggir jalan. Jyoti dan Awindra memutuskan naik setelah sang supir memastikan arah perjalanan - ke Dwarka, sebuah kota satelit di barat daya Delhi.

Kengerian yang terjadi selama satu setengah jam kemudian melampaui batas imajinasi manusia. Enam pemuda memperkosa Jyoti usai membuat Awindra tak sadarkan diri. Satu per satu, secara bergiliran menodai tubuh pemudi 23 tahun itu. Jyoti bertahan, meronta, menggigit, hingga kesadaran meninggalkannya. Seorang pelaku kemudian memasukkan sebatang besi berkarat ke kemaluan korban. Lalu mencabutnya keras-keras hingga usus terburai.

Pukul 11:00 tubuh Jyoti dan temannya dilemparkan dari bus yang sedang melaju. Keenam pria itu kemudian pulang ke rumah, kembali ke isteri atau ibu, jika mereka memilikinya. Dan Jyoti, sang "Nirbhaya" atau jiwa pemberani itu meregang nyawa selama dua pekan sebelum ajal menjemput.

Amarah membakar India

Kendati kasus pemerkosaan di India terjadi setiap 20 menit, kasus Jyoti dan kengerian yang menyertainya menghentak dunia. Negeri yang kental diskriminasi perempuan itu tiba-tiba mawas diri. Ratusan ribu orang turun ke jalan. Amarah membakar kota-kota.

Gruppenvergewaltigung schockiert Indien
Perempuan India mengenang Jyoti SinghFoto: dapd

Parlemen dengan cepat mengesahkan amandemen Undang-undang kejahatan seksual. Hukuman kini diperberat menjadi minimal 20 tahun penjara atau hukuman mati jika korban meninggal dunia. Sementara pemerintah sibuk membahas kebijakan pro perempuan dan masyarakat berkabung.

Keenam pelaku diseret ke pengadilan. Empat diantaranya divonis hukuman mati sepuluh bulan kemudian. Salah seorang pelaku, Ram Singh, sang supir, memilih menggantung diri di sel. Pelaku termuda, Pawan Gupta yang berusia 18 tahun, cuma divonis tiga tahun penjara - hukuman terberat untuk anak di bawah umur. Ironisnya Gupta lah yang bertindak paling sadis di antara pelaku lain.

"Kami belum mendapat keadilan. Kami ingin semua pelaku, termasuk yang masih di bawah umur, mendapat hukuman mati. Baru kemudian kami mungkin bisa hidup tenang dan tidur dalam damai," kata Badri Singh, ayah sang korban.

Perempuan dalam kesadaran kolektif

Perempuan adalah korban tradisi patriarki yang mengakar di masyarakat India. Menurut jajak pendapat UNICEF 2012 lalu, sekitar 57 persen remaja putra dan 53 remaja putri menilai suami berhak memukul isterinya. India adalah tempat paling berbahaya di dunia untuk dilahirkan sebagai perempuan, tulis PBB kala itu.

Badan dunia itu mencatat, cuma separuh bayi perempuan mencapai usia lima tahun. Kebanyakan menghilang lewat aborsi atau dibunuh usai kelahiran. Sebagian lain tewas karena ditelantarkan. Sementara mereka yang bertahan hidup, menghadapi diskriminasi dan kekerasan rumah tangga.

Dalam tradisi India, perempuan "cuma ada untuk hubungan seksual, sebagai 'wadah' untuk bayi. Mereka berguna karena tubuhnya," kata Theresa Devasahayam, peneliti di Institut Studi Asia Tenggara di Singapura.

Jyoti, Putri India yang Hilang

Kini, setahun berselang, ribuan orang berkumpul di lapangan Jantar Mantar untuk memperingati Jyoti. Laki-laki dan perempuan, mereka membakar lilin atau meletakkan karangan bunga. Sebagian lain melakukan long march di selatan Delhi, melalui jalan-jalan tempat di mana bus putih itu melaju pada malam 16 Desember setahun lalu.

Gruppenvergewaltigung Proteste Urteil gegen Teenager in Neu Delhi Indien
Demonstran menuntut hukuman mati buat semua pelakuFoto: Reuters

"Ini adalah hari yang menyedihkan buat kami," kata saudara laki-laki Jyoti kepada kantor berita dpa. "Siapa yang tidak bisa hadir, mohon panjatkan doa untuk saudara perempuan saya, di manapun anda berada, agar tuhan menghadiahinya kedamaian."

Kematian Jyoti mengubah India. Kini semakin banyak perempuan yang melaporkan kasus pemerkosaan ke polisi. 1330 kasus pada 2013, dibandingkan dengan 706 laporan setahun sebelumnya. Bungkam, sikap yang lazim dalam kasus kekerasan seksual, tiba-tiba bukan lagi menjadi pilihan. Tidak, setelah kengerian pada malam terkutuk itu, setelah akhir yang tragis buat Jyoti dan ratusan atau ribuan perempuan lainnya.

"Ini adalah fenomena baru," kata Jyoti Atwal, seorang pakar sosial dari Jawaharlal Nehru University. Sementara Vrinda Grover, pengacara sekaligus aktivis perempuan India, menimpali, "Sikap diam dan pengingkaran sudah berakhir."

rzn/vlz (dw, rtr, afp, nytimes, timesofindia, dpa, ap)