1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Menjalani Hidup Pasca Bencana Atom Fukushima

9 Maret 2012

Bencana gempa bumi yang disusul tsunami hebat dan berdampak bencana atom Fukushima, Maret 2011, banyak mengubah kehidupan penduduk di kawasan. Di antaranya penduduk Futaba.

https://p.dw.com/p/14HPA
In this photo taken Friday, June 17, 2011, released by Accident Investigation Special Committee via Kyodo News, investigators inspect the Fukushima nuclear power plant's Unit 3 reactor building in Okuma, Fukushima Prefecture, northeastern Japan. The March 11 earthquake and tsunami knocked out power to the nuclear plant, incapacitating its crucial cooling systems and causing three reactor cores to melt. A system to clean massive amounts of contaminated water at the site of Japan's nuclear disaster was shut down Saturday, just hours after it began full operations, because a component filled with radioactivity much more quickly than expected. (AP Photo/Accident Investigation Special Committee via Kyodo News) JAPAN OUT, MANDATORY CREDIT, NO LICENSING IN JAPAN, CHINA, HONG KONG, SOUTH KOREA AND FRANCE
Dampak bencana atom FukushimaFoto: dapd/Accident Investigation SC/Kyodo

Sampai Maret 2011, kota Futaba di Jepang berpenduduk sekitar 6500 jiwa, sebelum datangnya bencana tsunami dan bencana atom Fukushima. Sebagian instalasi atom berada di kawasan kota Futaba. Bagian kota yang tidak tersapu banjir, harus tetap dievakuasi karena radiasi. Dari 1500 penduduk yang mula-mula mendapat tempat tinggal di utara Tokyo, kini masih 500 yang tinggal di tempat tinggal darurat. Kebanyakan adalah orang tua.

Salah satunya adalah Ibu Suzuki. “Sungguh sulit, tapi cukup membantu, karena kami di Futaba bertetangga. Saya ikut membantu mengorganisir berbagai aktivitas. Misalnya ada kursus membuat keramik, membuat pekerjaan tangan. Itu cukup baik, saya punya kegiatan”, kata Suzuki yang berusia 86 tahun dan tinggal dalam kamar sebesar 50 meter kuadrat di bekas sekolah di Kazo, utara Tokyo.

Ia tinggal bersama 10 orang lainnya di ruangan beralaskan tikar. Hampir tidak ada tempat longgar, masing-masing hanya punya tempat kecil untuk dirinya sendiri, guna memasang tempat tidur malam hari.

A road sign lies on a deserted street of Futaba town, inside the 20-kilometer (12-mile) evacuation zone, in Fukushima Prefecture, Japan, Thursday, April 21, 2011. Japan declared the 20-kilometer (12-mile) area evacuated around its radiation-spewing nuclear power plant a no-go zone on Thursday, urging residents to abide by the order for their own safety or possibly face fines or detention. (AP Photo/Sergey Ponomarev)
Kota Futaba yang dievakuasi dengan radius 12 kmFoto: AP

Manula Terpaksa Meniti Hidup dari Awal

Kebanyakan dari 500 penduduk dari Futaba yang masih tinggal di sekolah itu manula dan mencari kehidupan bersama. Demikian pula halnya Suzuki. "Saya sendiri di sini. Keluarga saya sekarang tinggal di Tochigi. Anak perempuan saya, suaminya dan cucu saya. Kami ke sini bersama-sama, tapi cucu saya tidak dapat belajar di sini. Karena itu mereka ke Tochigi, ke keluarga menantu saya.“

Suzuki dulu memimpin kelompok para manula di Futaba, sebuah tempat dimana terdapat reaktor Fukushima 1 yang rusak. Tanggal 12 Maret 2011 kota itu dievakuasi, akhir Maret penduduk yang ingin tinggal bersama-sama menemukan tempat tinggal sementara di Kazo. Ibu Suzuki tidak ingin membebani keluarga anak perempuannya. Ia ingin tinggal dengan mereka yang memiliki nasib serupa.

Tentu saja lebih menyenangkan jika ia dapat kembali ke kota asalnya Futaba, demikian dituturkan Ibu Suzuki sambil menyapu air matanya. “Saya ingin kembali, tapi saya tidak dapat menunggu 30 tahun. Saya sudah terlalu tua. Saya tampaknya tidak akan meninggal di tempat asal saya. Cucu saya sudah meminta agar tidak melepaskan tanah milik kami, karena suatu saat ia ingin kembali ke sana.“

ARCHIV: Evakuierte Bewohner aus Futaba, einem Ort in der Naehe des durch den Tsunami zerstoerten Kernkraftwerkes Daiichi, Praefektur Fukushima, kommen in ihrer neuen Notunterkunft in der Saitama Super Arena in Saitama, in der Naehe von Tokio an (Foto vom 19.03.11). Bildpaket zum Fukushima-Jahresrueckblick "Im Jahr des Super-GAU". (zu dapd-Text) Foto: Eugene Hoshiko/AP/dapd
Evakuasi penduduk FutabaFoto: dapd

Namun apakah Futaba yang terkena radiasi radioaktif lebih dari 100 milisievert dapat dihuni kembali setelah 30 tahun, masih harus ditunggu. Beberapa bulan lalu Suzuki dapat mengunjungi sebentar rumahnya untuk mengambil dokumen-dokumen penting. Selebihnya ia hanya hidup dari sumbangan orang lain.

Hidup Dari Bantuan Orang Lain

Meskipun mengidap darah tinggi, perempuan berusia 86 tahun itu sehat. Dokter-dokter dan ahli psikoterapi dari kawasan utara Tokyo menawarkan pemeriksaan dan konsultasi gratis di sebuah ruang bekas sekolah di Kazo.

"Awalnya di sini benar-benar sulit, dan semua tampak benar-benar mengalami depresi. Situasinya sulit, tapi lama-lama semua tampak lebih ringan. Kini jauh lebih baik. Orang-orang mulai memikirkan lagi masa depan.“ Dikatakan seorang petugas bantuan sukarela. Satu kali seminggu petugas bantuan sukarela datang ke Kazo untuk memberi layanan akupunktur bagi penduduk dari Futaba. Di hari-hari lainnya ada petugas bantuan lainnya.

###Nicht für Flash-Galerien geeignet!### epa02629077 An elderly resident is escorted to be taken to a shelter by a man wearing a protective outfit near the Daiichi facility nuclear plant at Futaba city, Fukushima prefecture, Japan, on 12 March 2011. More than 1,000 people were feared dead after Japan was hit by an earthquake and tsunami, the government said 12 March, as concern rose over damaged nuclear reactors. Japan was assessing the devastation a day after the 8.9-magnitude quake and devastating tsunami rocked the north-eastern part of the country on 11 March 2011. EPA/FRANCK ROBICHON +++(c) dpa - Bildfunk+++
Foto: picture-alliance/dpa

Untuk mendapat pelayanan kesehatan gratis tersebut terlihat antrian amat panjang, kebanyakan terdiri dari orang-orang lanjut usia. Para penduduk Futaba menyerahkan urusan dana ganti rugi, sengketa dengan perusahaan yang mengoperasikan PLTN Fukushima Tepco atau dengan pemerintah Jepang kepada walikota mereka. Menurut Ibu Suzuki, "Kami mencoba menjalani hidup kami dari hari ke hari. Agar kami tidak membebani siapapun.“

Peter Kujath/Dyan Kostermans

Editor: Renata Permadi