1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Luhut: Indonesia Bisa Berbisnis Dengan Trump

19 Januari 2017

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyebut Donald Trump cenderung non-ideologis dan non-konfrontatif. Luhut menulis di harian utama Singapura, The Straits Times.

https://p.dw.com/p/2W3Bg
Singapur Luhut Binsar Pandjaitan
Foto: Getty Images/AFP/R. Rahman

"Presiden Trump adalah seorang pragmatis yang cenderung mengadopsi pendekatan non-ideologis dan non-konfrontatif ke dunia politik yang beragam," tulis Luhut Pandjaitan di sebuah opini yang dipublikasikan harian terkemuka Singapura, The Straits Times Singapura.

Opini yang ditulis Menko Luhut mendapat sorotan luas, terutama karena dia dikenal dekat dengan Presiden Joko Widodo, sejak masa-masa sebelum Jokowi menjadi presiden.

Karena itu, dia dianggap punya pengaruh besar dalam kebijakan-kebijakan yang diluncurkan pemerintah Indonesia saat ini, terutama dalam merumuskan kebijakan luar negeri.

"Pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS ke-45 membuka sebuah celah peluang strategis bagi Indonesia dalam hubungannya dengan AS, tulis Menko Luhut di awal tulisan panjangnya.

Selanjutnya dia memaparkan, Trump adalah seorang pebisnis ulung yang tidak menilai pesaing berdasarkan warna kulitnya. Melainkan berdasarkan kemampuan dan kapasitas mereka. Yang penting bagi Trump adalah hasil yang bisa dicapai bersama.

Luhut Binsar Pandjaitan: Indonesischer Minister für Politik
Menko Kemaritiman Luhut B. Panjaitan: Pelantikan Trump membuka celah peluang strategis bagi IndonesiaFoto: picture alliance / dpa / I. Irham

Hal ini terlihat antara lain pada pendekatan Trump kepada Rusia. Berbeda dengan pemerintahan Obama, ketika hubungan Amerika-Rusia menyentuh titik terendah dan membuka pintu perang dingin era baru, Trump tidak mengecam habis arah kebijakan Rusia.

Trump juga tidak mencoba mendikte Putin ataupun pimpinan Cina bagaimana harus bertindak menghadapi berbagai situasi konflik, kata Luhut. Trump hanya ingin menegaskan hal sederhana kepada para pemimpin adidaya dunia: Kita berada dalam bisnis yang sama, jadi marilah bermain sesuai aturan main yang umumnya berlaku.

Perbedaan antara Trump dengan pendahulunya dari Partai Demokrat adalah, kata Menko Luhut, Trump bukan penganut ideologi tertentu, sehingga dia menyadari bahwa tidak ada negara yang menempuh jalan yang sama untuk mencapai demokrasi. Tujuannya memang sama, namun jalan menuju ke sana berbeda.

Itu sebabnya, Dinald Trump akan lebih terbuka menerima peran militer di Indonesia dalam pembangunan demokrasi daripada pendahulunya. Militer Indonesia akan mengamankan demokrasi, kata Luhut.

Dalam bidang ekonomi, Indonesia dan Amerika Serikat bisa saling melengkapi. Prinsip ekonomi liberal yang diterapkan Indonesia akan membuka ruang bagi masuknya produk-produk dan jasa dari Amerika Serikat. Sedangkan produk ekspor Indonesia bukan ancaman bagi negara besar seperti AS.

Isu penting ketiga adalah perkembangan Islam internasional. Menko Luhut Panjaitan menyebut Timur Tengah sebagai pusat historis Islam, sedangkan Indonesia dengan populasi umat Islam terbesar di dunia akan menjadi "pusat gravitasi" perkembangan Islam. Itu sebabnya, Indonesia menjadi penting bagi Amerika Serikat dalam upaya menjaga perdamaian dunia.

Menurut Menko Luhut, Presiden Jokowi dan Donald Trump punya posisi yang sama, mereka adalah pemimpin-pemimpin yang bisa membawa perubahan. Seperti Trump, Jokowi muncul karena dorongan harapan besar warga pada perubahan yang substantif.

Menko Luhut tidak menyinggung janji kampanye Trump untuk menutup Amerika Serikat bagi para migran Islam, yang sempat membangkitkan kemarahan di sebagian kalangan muslim Indonesia.

Yang jelas, di Indonesia Donald Trump belum sepopuler Barack Obama, yang memang punya kedekatan khusus dengan negeri ini, karena sempat menghabiskan sebagian masa kecilnya di Jakarta.

hp/yf (rtr, straitstimes.com) -