1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

120811 Westerwelle Kosovo

12 Agustus 2011

Dua minggu setelah pecahnya konflik perbatasan Kosovo-Serbia, Westerwelle, Kamis (11/08), mengunjungi Kosovo. Setelah melakukan pertemuan di ibukota Pristina, Westerwelle terbang wilayah perbatasan di utara Kosovo.

https://p.dw.com/p/12FWI
Menlu Jerman Guido Westerwelle bersma PM Kosovo Hashim Thaci di Pristina, Kamis (11/08)Foto: dapd

Puing-puing rumah-rumah bedeng yang habis terbakar serta mobil-mobil yang hangus, menjadi saksi dari kerusuhan yang terjadi di perbatasan Kosovo-Serbia, di pos perbatasan Gate 1, di dekat kota Jarinje. Pos penjagaan perbatasan tidak berdiri lagi di tempatnya. Di tempat ini, seorang polisi tewas akibat tembakan.

Pasukan penjaga perdamaian NATO di Kosovo, KFOR, dapat dikatakan masih beruntung. Sekelompok orang bertopeng berjumlah sekitar 200 an, dua minggu lalu menyerang pos perbatasan ini. Baru beberapa jam setelah serangan, pasukan KFOR berhasil memadamkan api dan kembali mengendalikan situasi.

Menteri Luar Negeri Jerman Guido Wessterwelle berada di wilayah perbatasan yang dipersengketakan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai situasi di wilayah ini. "Jika kita menyaksikan, bahwa di Eropa di abad ke 21 ini, masih terjadi bentrokan seperti ini, maka kita sadar, bahwa api konflik akan dapat berkobar dengan cepat."

Beberapa jam sebelum kunjungannya di wilayah perbatasan, Westerwelle terlebih dahulu berada di Pristina, melakukan pembicaraan dengan para pejabat tinggi Kosovo. Westerwelle merupakan pejabat tinggi Uni Eropa pertama yang mengunjungi Kosovo setelah eskalasi.

Misi Westerwelle adalah, kembali untuk memperhatikan konflik yang sempat dilupakan ini. Kita tidak boleh meremehkan konflik ini, tegas Westerwelle. Karena konflik ini dapat kembali selalu pecah dan itu sangat membahayakan Eropa. Demikian ditambahkan Westerwelle.

Sebuah perdamaian yang rapuh saat ini di bawah perlindungan KFOR. Namun Komandan KFOR Erhard Bühler percaya, perdamaian ini dapat terjaga. "Karena setiap orang seharusnya berkepentingan untuk mengubah citra Kosovo. Tidak benar bahwa di wilayah utara kerap terjadi bentrokan. Secara umum situasi di sini stabil dan damai. Gambaran ini harus ditunjukkan kedua pihak kepada Uni Eropa, jika kedua pihak mengharapkan perkembangan dalam masalah ini."

Juga Menteri Luar Negeri Jerman Westerwelle lebih mengutamakan dialog dengan mengikutserakan pihak mediator, khususnya dari Jerman. Di abad ke 21 ini, konfrontasi kekerasan semacam ini seharusnya tidak terjadi lagi di Eropa, disampaikan Westerweele dalam konfrensi pers bersama Perdana Menteri Kosovo Hashim Thaci.

Dalam konferensi pers ini, Perdana Menteri Thaci sendiri berusaha membela tindakan Kosovo. "Tanpa kesepakatan, menempatkan pasukan khusus ke perbatasan, dalam kasus ini dibenarkan. Untuk menciptakan realitas baru bagi penegakan hukum. Dan tindakan ini sama sekali tidak melanggar perjanjian internasional."

Akan tetapi Westerwelle menentang hal ini. Dalam pernyataan persnya yang dikemas secara diplomatis, tersirat ketegasan Westerwelle dalam menentang tindakan sepihak. "Kami menginginkan negara-negara di wilayah ini memiliki perspektif Eropa. Ini juga artinya, langkah-langkah sepihak tidak berguna. Kita harus mencari kemungkinan kerjasama dan menjalankannya."

Jika semuanya berjalan baik, kerjasama mungkin akan dapat kembali dilanjutkan pada bulan September.

Pada bulan Maret lalu, Uni Eropa berhasil membawa kedua pihak yang bertikai ke meja perundingan. Dalam perundingan tersebut, seyogyanya akan dibahas isu-isu sehari-hari, seperti listrik atau pendidikan. Akan tetapi akibat eskalasi yang terjadi, perundingan tersebut terhenti.

Baik Kosovo maupun Serbia berusaha mendekatkan diri ke Uni Eropa. Dan untuk itu, seharusnya kedua pihak menjauhkan tindakan kekerasan serta berusaha untuk lebih transparan.

Silke Engel/Yuniman Farid

Editor: Ayu Purwaningsih