1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kontroversi Waduk Jatigede di Sumedang

31 Agustus 2015

Kasus Waduk Jatigede sudah puluhan tahun jadi sengketa, sejak digagas akhir tahun 1960-an. Pembebasan lahan sudah dimulai tahun 1980-an, tapi prosesnya berlarut-larut. Pemerintahan Jokowi sekarang dicecar kritik gencar.

https://p.dw.com/p/1GOb7
Afghanistan Jalalabad Qargha Damm
Foto: Getty Images/AFP/N. Shirzada

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimulyono meresmikan pengisian awal Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang, hari Senin (31/08/). Pengisian air untuk waduk seluas 5.000 hektar itu diperkirakan memakan waktu sampai satu tahun, dengan ketinggian air maksimal sekitar 260 meter.

"Ini baru tahap awal pekerjaan kita mengelola sumber daya air sungai Cimanuk. Waduk ini merupakan yang ke-231, kedua terbesar setelah Waduk Jatiluhur," kata Basuki pada upacara peresmian, seperti dikutip rri.co.id.

Selanjutnya Basuki menerangkan, selain untuk pengairan serta perikanan, di Waduk Jatigede juga akan dibangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dengan kapasitas 110 megawatt.

Proyek lama dari tahun 1960-an

Waduk Jatigede akan mampu mengairi lahan seluas 90.000 hektar lebih, sekaligus menjadi penyediaan air baku untuk wilayah Cirebon, Majalengka, Sumedang dan Indramayu. Selain itu, waduk ini juga menjadi instrumen pengendalian banjir di kawasan itu.

"Banyak permasalahan yang timbul pada pembangunan waduk ini, dari masalah alam serta dampak sosial. Tetapi, semuanya dapat diselesaikan. Untuk kompensasi hampir seluruhnya sudah selesai," kata Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.

Waduk Jatigede dibangun di lahan seluas hampir 5.000 hektar, meliputi enam kecamatan dan 26 desa di kabupaten Sumedang. Rencana pembangunannya sudah dicetuskan oleh presiden Soekarno sekitar tahun 1963, dilanjutkan oleh Presiden Suharto. Kemudian pembebasan lahan pertama mulai dilakukan tahun 1982.

Penggenangan waduk "diharapkan masyarakat"

Sekalipun banyak protes yang muncul, pemerintahan Jokowi memutuskan untuk melakukan pengisian waduk secara bertahap. Tim monitoring dan tim evaluasi akan melakukan pengamatan perilaku bendungan pada setiap tahapannya. Jika semua berjalan lancar dan kondisi keamanan bendungan dinyatakan baik, penggenangan akan dilanjutkan hingga mencapai titik permukaan air 260 meter.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimulyono menerangkan, pengairan Waduk Jatigede sangat diharapkan masyarakat, khususnya di kawasan Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat. Pasalnya, ketersediaan air di wilayah hilir daerah aliran sungai Cimanuk memang makin langka pada musim kemarau.

Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung ,Trisasongko Widianto menyatakan, Waduk Jatigede dengan berkapasitas tampung sebesar 979,5 juta meter kubik merupakan waduk terbesar kedua setelah Waduk Jatiluhur.

Kritik gencar

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengecam realisasi proyek Waduk Jatigede dan menyebut rencana pengaitan sebagai "tragedi kemanusiaan".

Daerah genangan Waduk Jatigede dikenal dengan hasil padinya, setidaknya 30% kebutuhan padi Sumedang didapatkan dari wilayah ini, kata WALHI dalam sebuah surat pernyataan. Mayoritas penduduknya adalah petani padi, petani peternak dan buruh tani.

Jika Waduk Jatigede digenangi air, fasilitas umum yang akan tergenang antara lain 22 SD, 3 SLTP, 40 mesjid, 45 mushola dan 33 posyandu.

Sebagian masyarakat juga masih meneluhkan pembayaran kompensasi atau ganti rugi. Keluhan itu antara lain terkait dengan penyesuaian harga lahan dan bangunan yang dibebaskan/mendapat ganti rugi tahun 1982 – 1986, karena dianggap terlalu kecil.

Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat RI dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Rieke Diah Pitaloka mengatakan, fraksi PDIP di DPR RI telah bulat untuk menolak penggenangan Waduk Jatigede, karena masalah ganti rugi dan dampak sosial terhadap masyarakat yang belum diselesaikan.

hp/ml (RRI, Kompas, tempointeraktif)