1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mesir Gelar Referendum Konstitusi

14 Januari 2014

Rakyat Mesir Selasa (14/1) ini mulai menggelar referendum atas konstitusi baru di tengah pengamanan ketat yang memperlihatkan ketegangan yang masih terjadi pasca penggulingan presiden Islamis Mohamed Mursi.

https://p.dw.com/p/1Aq9Z
Foto: Reuters

Pemerintahan yang dibentuk militer mendorong masyarakat berbondong-bondong untuk meratifikasi konstitusi melalui pemungutan suara selama dua hari hingga Rabu, berharap langkah itu akan meningkatkan legitimasi mereka setelah penggulingan atas Mursi.

Koalisi kelompok Islamis pendukung Mursi yang dipimpin Ikhwanul Muslimin telah menyerukan pendukungnya untuk memboikot dan menggelar “protes damai beradab” selama referendum berlangsung.

Kementerian Dalam Negeri Mesir berjanji akan menghadapi segala upaya yang mencoba mengganggu proses pemungutan suara.

Sebuah bom berkekuatan kecil meledak dua jam sebelum referendum dimulai, dan menyebabkan kerusakan ringan dan tidak menimbulkan korban luka, demikian pernyataan polisi.

Tapi sekali lagi itu memperlihatkan bahwa situasi di negara paling padat penduduk di Arab itu belum pulih setelah militer menggulingkan presiden dari kelompok Islamis yang disusul dengan tindakan keras dan pelarangan atas organisasi Ikhwanul Muslimin yang mendukung Mursi.

Ratusan ribu polisi dan tentara dikerahkan untuk menjaga tempat pemungutan suara di tengah ketakutan atas rentetan serangan dan protes dari kelompok militan, yang dikhawatirkan membuat para pemilih enggan ke tempat pemungutan suara.

Memperbesar kekuasaan militer

Di sebuah tempat pemungutan suara bagi perempuan di sebuah sekolah, puluhan orang berbaris untuk memilih, beberapa diantaranya melambaikan bendera Mesir sambil meneriakkan berbagai slogan pro militer.

Sementara masih tidak pasti berapa banyak rakyat Mesir yang akan memilih di tengah kecemasan atas kekerasan, konstitusi baru itu kelihatannya pasti akan lolos.

Isi konstitusi itu berbeda dengan konstitusi Mursi yang banyak terinspirasi istilah para “Islamis“. Namun konstitusi baru ini memperbesar kekuasaan militer dan menjamin hak angkatan bersenjata menunjuk menteri pertahanan untuk delapan tahun ke depan.

Presiden sementara Adly Mansour menyerukan kepada rakyat Mesir untuk keluar rumah dan pergi ke tempat pemungutan suara.

”Saya menyerukan kepada anda untuk menghidupkan hutang tanggung jawab anda kepada bangsa dan untuk memastikan masa depan yang lebih baik bagi bangsa ini dengan pergi ke bilik suara dan memilih,” kata dia dalam pidato hari Minggu yang lalu.

Namun seruan ini dinodai dengan tindakan represif atas Ikhwanul Muslimin, dan penangkapan atas para aktivis yang berkampanye kepada rakyat untuk memilih kata “Tidak” untuk menolak konstitusi baru itu dalam referendum.

Paling tidak tujuh aktivis ditahan selama beberapa pekan terakhir karena mereka menyebarkan berbagai poster dan selebaran yang berisi kritik atas konsitusi baru, demikian pernyataan pengacara terkenal Ragia Omran, sambil menambahkan bahwa sebagian besar dari mereka dibebaskan beberapa hari kemudian.

Ujian bagi elektabilitas Sisi

Ibukota negara itu dihiasi berbagai spanduk yang menampilkan motif militer seperti topi jenderal yang mengingatkan orang akan komandan militer Abdel Fattah al-Sisi dan berisi seruan yang mendesak rakyat Mesir untuk memilih “Ya“.

Sisi adalah sosok yang dicerca kelompok Islamis karena menggulingkan Mursi, presiden pertama Mesir yang terpilih lewat pemilu demokratis. Namun jenderal itu dipuja oleh jutaan orang yang turun ke jalan Juli tahun lalu, yang meminta agar Mursi mundur dari jabatannya.

Panglima militer itu diperkirakan akan maju dalam pemilihan presiden, dan telah menyatakan bahwa ia akan mencalonkan diri jika ia merasa ada “permintaan rakyat,“ demikian dilaporkan media massa milik pemerintah.

Sisi akan dari dekat memantau hasil referendum ini sebagai ”indikator“ dukungan bagi dirinya dalam pemilihan presiden kelak, demikian pernyataan salah seorang pejabat yang dekat dengan jenderal tersebut.

ab/hp (afp,ap,rtr)