1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mesir: Pemilu Parlemen Mulai Akhir April

22 Februari 2013

Pemilu parlemen di Mesir akan diselenggarakan dalam empat tahapan mulai akhir April. Sidang parlemen pertama direncanakan 6 Juli. Apakah pemilu parlemen bisa mengakhiri krisis?

https://p.dw.com/p/17k2w
Parlemen Mesir di Kairo
Parlemen Mesir di KairoFoto: picture-alliance/dpa

Presiden Mesir Mohammed Morsi menetapkan pemilihan umum parlemen dimulai tanggal 27 April. Pemilu yang akan berlangsung dalam empat tahapan itu diharapkan selesai akhir Juni. Dalam dekrit presiden yang dikeluarkan hari Kamis (21/02) disebutkan, pemilu akan berlangsung 27-28 April, 15-16 Mei, 2-3 Juni dan 19-20 Juni. Pemilu terpaksa dilangsungkan dalam empat tahapan karena tidak cukup personal untuk menjaga tempat pemungutan suara.

Parlemen baru hasil pemilihan ini diharapkan bisa menggelar sidang pertamanya 6 Juli mendatang. Situasi di Mesir saat ini masih dibayangi oleh aksi protes dan krisis ekonomi. Para pemilih Mesir terpecah dalam dua kubu besar, yaitu kubu pendukung Morsi yang terdiri dari partai-partai Islam dan kubu penentang Morsi yang dipimpin oleh tokoh-tokoh moderat dan liberal.

Morsi dan kubu Ikhwanul Muslimin berharap pemilu ini bisa mengakhiri kekalutan politik yang diiringi dengan kerusuhan selama beberapa bulan terakhir. Situasi kacau itu membuat ekonomi Mesir makin terpuruk. Pemilihan parlemen Mesir setelah era Mubarak digelar pertama kali November 2011 sampai Januari 2012. Ketika itu, kelompok Ikhwanul Muslimin dan kubu ultrakonservatif meraih kemenangan besar dan merebut sekitar 70 persen suara. Partai Keadilan dan Kebebasan dari Ikhwanul Muslimin muncul sebagai fraksi terkuat di parlemen.

Kekecewaan dan Kekerasan

Pertengahan tahun lalu, Mahkamah Konsitusi Mesir membubarkan parlemen dengan alasan terjadi pelanggaran undang-undang pemilu. Sejak itu, lembaga perwakilan yang ada hanyalah Dewan Syura sebagai majelis tinggi. Anggota Dewan Syura yang didominasi kelompok Ikhwanul Muslimin sekarang menyetujui perubahan undang-undang pemilu untuk memenuhi tuntutan Mahkamah Konstitusi. Dengan persetujuan itu, terbuka jalan untuk pemilihan umum baru.

Protes terhadap Morsi dan Ikhwanul Muslimin belakangan meluas. Pihak oposisi menuduh Morsi dan pendukungnya telah mengkhianati revolusi dan memonopoli kekuasaan. Aksi protes diiringi dengan rangkaian kerusuhan dan bentrokan berdarah antara aparat keamanan dan demonstran. Sekitar 60 orang tewas dalam berbagai bentrokan.

Pemerintahan Morsi berusaha meredam krisis ekonomi dengan pinjaman senilai 4,8 miliar dollar dari Dana Moneter Internasional IMF. Tapi program IMF menuntut dilakukan penghematan dan pemotongan anggaran. Ini bisa menurunkan popularitas Ikhwanul Muslimin di kalangan pemilih.

Menurut undang-undang pemilu yang baru, jumlah anggota parlemen bertambah dari 496 menjadi 546. Sepertiga kursi di parlemen disediakan untuk calon independen. Seorang calon yang terpilih sebagai anggota parlemen, nantinya tidak boleh pindah ke partai lain.

Apakah pemilu yang baru bisa menyelesaikan krisis politik yang terjadi selama ini, masih belum jelas. Sebelumnya, kalangan oposisi mengancam akan memboikot pemilu. Mereka menuntut Presiden Morsi mundur lebih dulu dan dibentuk kabinet persatuan nasional sebagai pemerintahan transisi.

HP/VLZ (rtr/dpa)