1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Metal Indonesia: Harta Karun yang Hilang

8 Agustus 2015

Kendati ramai dan gaduh, komunitas metal Indonesia tidak pernah dianggap serius. Kini dengan kehadiran Burgerkill dan Jasad, genre yang mengawali kebangkitan di Bandung itu mulai dikenal dunia.

https://p.dw.com/p/1GBgY
Seringai
Foto: Seringai

Di sebuah malam di ujung Juli sekelompok pemuda Indonesia tengah bersiap diri. Raut tegang memenuhi wajah mereka. Masing-masing sebisanya mengusir gelisah. Setiap kali adegan di balik panggung itu terkesan seperti rutinitas belaka. Cuma kali ini mereka untuk pertamakalinya bakal tampil di festival metal terbesar di dunia, Wacken Open Air.

Tahun ini Burgerkill mendapat kehormatan buat menjajal Wacken. Penampilan mereka adalah "penghargaan" buat "salah satu komunitas metal paling subur di dunia," tulis panitia Wacken. Indonesia menurut penyelenggara event akbar itu adalah "medan metal terbaru dengan ratusan band bertalenta."

Penilaian Wacken Open Air boleh jadi agak sedikit berlebihan. Tapi Burgerkill tetap datang dan menggoyang. Bisa dipastikan, penampilan Eben dkk. di Eropa tidak akan menjadi yang terakhir, setidaknya untuk band metal asal Indonesia.

Bandung Bersuara

Kebangkitan metal di tanah air tidak bisa dilepaskan dari peran komunitas Ujungberung, Bandung. Sejak pertengahan dekade 1990an, kawasan ini menjadi episentrum kelahiran band-band metal. Dua jebolannya, yakni Jasad dan Burgerkill, kini malang melintang di Eropa.

Ujungberung di tahun 1990an adalah kawasan yang sedang memasuki era industrialisasi. Lahan kebun mendadak disulap menjadi pabrik-pabrik modern. Petani berganti profesi menjadi buruh dan struktur sosial yang lama ikut tergerus.

Saat itu muncul sekelompok pemuda yang menyuarakan kegelisahaan mereka. Band-band seperti Funeral dan Orthodox mulai merecoki panggung yang selama ini terbiasa memainkan musik rock atau pop. Lirik-lirik cinta berganti dengan ayat-ayat kebencian.

Ketabahan Tingkat Tinggi

Tidak banyak yang akhirnya bertahan hidup sejak era kelahiran band metal di dekade 1990an. Jasad, Trauma dan Burgerkill adalah beberapa di antaranya. Perkaranya sederhana. Serupa dengan genre lain, metal kesulitan mendatangkan sponsor.

Maka satu per satu berguguran. Kebanyakan karena bermusik saat itu masih dianggap proyek sampingan. Sebagian bertahan karena "passion dan kegilaan terhadap musik," kata Dadan, manajer Burgerkill.

Band yang berawak lima itu awalnya juga lahir demi mengusir bosan. Namun seiring dengan waktu, Eben cs. mulai serius menggeluti belantika musik dan akhirnya dilirik oleh label besar.

Ketabahan dan deteriminasi adalah dua hal yang dibutuhkan buat terjung ke panggung metal Indonesia. Serupa Burgerkill, Jasad membutuhkan waktu 25 tahun untuk bisa manggung di Eropa. "Di situlah masalahnya," kata Robin, salah satu awak Burgerkill, "kenapa band-band ini membutuhkan waktu terlalu lama. Padahal secara kualitas mereka sangat mumpuni."

rzn/hp (dari berbagai sumber)