1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Militer Bayangi Demokrasi di Myanmar

Verena Hölzl/rzn/as1 Februari 2016

Setelah tahun-tahun kegelapan di bawah kekuasaan militer, Myanmar menyambut parlemen baru yang dipilih secara demokratis. Tapi trauma masa lalu masih menghantui. Karena militer masih membayangi pemerintahan yang baru

https://p.dw.com/p/1Hmyj
Myanmar Aung San Suu Kyi im Parlament
Ketua Umum Liga Nasional untuk Demokrasi, Aung San Suu KyiFoto: Reuters/S. Z. Tun

Dua jam berlalu sejak U Bo Bo resmi tinggal di rumah dinasnya yang baru. Untuk kediaman seorang anggota parlemen, rumah ini tidak bisa dikatakan mewah. Tempat tidur kayu beralaskan lantai beton, sebuah kipas angin tua dan tangki air raksasa adalah perabotan paling mencolok yang bisa ditemukan.

"Di penjara saya cuma diberi tempat tidur bambu dan sebuah kasur tipis", tukas dia. U Bo Bo bertahun-tahun dibui sebagai tahanan politik, kini ia duduk di lembaga perwakilan tertinggi mewakili rakyatnya di parlemen pertama yang dipilih secara bebas di Myanmar sejak 55 tahun.

Setelah lima dekade di bawah kekuasaan militer, Myanmar kini dipimpin kaum sipil. Lebih dari duapertiga pemilih mencoblos Liga Nasional untuk Demokrasi yang dipimpin Aung San Su Kyi.

Rekonsiliasi Politik

Untuk menyambut sidang perdana, petinggi NLD memerintahkan semua anggota parlemen untuk tinggal di sebuah asrama di Naypyidaw. Sebanyak 400 poliisi berjejalan di gedung asrama yang sempit, termasuk di antaranya U Bo Bo.

Pria berusia 50 tahun itu menghabiskan hampir separuh hidupnya di penjara. "Dibandingkan dengan perjuangan hak sipil di Amerika Serikat, perjuangan kami tergolong singkat," ujarnya. Ia tidak menyimpan dendam terhadap para jendral. "Demokrasi cuma bisa berjalan kalau kita berdamai dengan masa lalu."

Myanmar Parlament erste Sitzung Soldaten Abgerodnete
Seperempat anggota parlemen demokratis Myanmar merupakan tentara.Foto: picture-alliance/AA/A. Naing

Sikap serupa selalu ditekankan Aung San Suu Kyi. Perempuan yang dua dekade berstatus tahanan rumah itu memilih rekonsiliasi dengan rejim lama. Ia membutuhkan kerjasama militer buat membangun pemerintahan yang baru.

Pengaruh Militer

Saat ini militer menguasai tiga pos kementerian, yakni pertahanan, perlindungan perbatasan dan kementerian Dalam Negeri. Selain itu seperempat kursi di parlemen juga diduduki oleh tentara. Nyatanya konstelasi politik teranyar di Myanmar tetap memberikan kekuasaan kepada militer untuk memveto amandemen konstitusi dan dengan begitu membetoni pengaruh mereka.

Karena itu sejak sidang pertama NLD berupaya meloloskan perubahan konstitusi. Pasalnya Aung San Suu Kyi tidak bisa menjabat presiden karena kedua anaknya memiliki kewarganegaraan asing.

Myanmar pernah mengalami situasi serupa. Tahun 1990 militer tiba-tiba menganulir hasil pemilu yang dimenangkan NLD. Trauma tersebut masih menimbulkan kecurigaan di parlemen. Sebab itu pula semua anggota legislatif dilarang bersuara soal proses pembentukan pemerintahan baru.