1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

"Militer Pakistan Butuh Stabilitas Politik"

Hans Spross16 Januari 2013

Aksi protes yang dipimpin ulama Tahir-ul Qadri yang diiringi perintah penangkapan terhadap PM Raja Pervez Ashraf menyeret Pakistan dalam ketidakpastian politik. Wawancara DW bersama pakar Asia Selatan Christian Wagner.

https://p.dw.com/p/17KrL
Pakistan Long March DW/ Shakoor Raheem When was it taken: 15.01.2013, in Islamabad Security arrangements.Main stage for long march in Blue area Islamabad.Participants of the Long aMarch
Foto: DW/ S. Raheem

DW: Apakah anda melihat hubungan antara aksi protes yang dipimpin Tahir-ul Qadri dan perintah penangkapan terhadap PM Raja Pervez Ashraf?

Wagner: Saya tidak melihat hubungan antara kedua peristiwa itu. Saya kira, momentumnya cuma kebetulan saja. "Long March" yang dipimpin Qadri sudah diumumkan jauh-jauh hari. Ulama itu tumbuh menjadi figur baru di panggung politik sejak beberapa pekan terakhir. Sementara Mahkamah Agung di sisi lain, terlibat dalam konflik terbuka dengan pemerintah sejak berbulan-bulan lalu. Lembaga ini berusaha memaksakan konsep negara hukum dan pemerintahan yang baik. Mereka berupaya menyingkirkan pejabat pemerintah yang diduga terlibat kasus korupsi.

Bagaimana menurut anda soal teori yang menyebut lembaga peradilan Pakistan kini menjadi komplotan militer?

Perkembangan terakhir jelas menguntungkan militer. Tapi di sisi lain kita tidak boleh lupa, bahwa Mahkamah Agung juga terlibat dalam konfrontasi dengan militer. Ini adalah faktor yang membedakan. Konflik antara kedua instansi terutama berputar pada korban yang hilang di Belutschistan. Militer menerima banyak tudingan miring dari Mahkamah Agung terkait hal tersebut.

Terlebih Militer beberapa pekan lalu mengumumkan bahwa musuh Pakistan saat ini berada di dalam negeri dan bukan negara jiran India. Saat ini militer membutuhkan situasi politik yang stabil agar dapat melaksanakan sejumlah operasi untuk mengamankan situasi di wilayah-wilayah kesukuan dan juga di Belutschistan.

Jadi Militer menggantungkan dukungan politiknya kepada pemerintahan yang demokratis. Di sisi lain hubungan militer dengan pemerintahan Presiden Zardari sejak lama mengalami ketegangan. Sebab itu mereka pastinya tidak menolak pengunduran diri orang terpenting di kabinet.

Militer dan dinas rahasia ISI selama ini dituding memiliki hubungan erat dengan kelompok ekstremis. Mungkinkah militer Pakistan mengubah haluannya menyangkut perkembangan terakhir?

Apa yang kita saksikan sejak awal tahun merupakan perkembangan yang penting. Selain itu Militer mengalami kerugian besar dalam perang melawan kelompok pemberontak. Perang seperti itu tidak populer di Pakistan. Sebabnya militer membutuhkan dukungan politis.

Tapi itu tidak berarti politik di Pakistan kini mendapat prioritas tertinggi. Betapapun juga, militer tetap menikmati kebebasan dalam hal keamanan dan kebijakan luar negeri. Kendati begitu sudah merupakan kepentingan militer bahwa Pakistan memiliki situasi politik yang stabil, agar kondisi keamanan tidak semakin memburuk.

epa03536629 (FILE) A file picture dated 18 September 2012 shows Pakistan's Prime Minister Raja Pervez Ashraf leaving the Supreme Court after a hearing, in Islamabad, Pakistan. Pakistan's Supreme Court on 15 January 2013 ordered the arrest of Prime Minister Raja Pervez Ashraf for alleged involvement in corruption during his tenure as minister for water and power. EPA/T. MUGHAL +++(c) dpa - Bildfunk+++
Perdana Menteri Pakistan Raja Pervez AshrafFoto: picture-alliance/dpa

Sebesar apa peluang Pakistan mengalami pergantian kekuasaan sipil yang normal dan tanpa insiden awal tahun ini?

Masih harus ditunggu, apakah Presiden Zardari dan Partai Rakyat Pakistan (PPP) yang berkuasa, akan mengajukan kadernya untuk mengisi jabatan perdana menteri, atau mereka membangun pemerintahan transisi bersama kelompok oposisi yang akan menggulirkan proses menuju pemilu. Hal ini bergantung pada hitung-hitungan politik. Pemerintahan transisi mungkin merupakan solusi terbaik. Wacana tersebut mengandúng konsensus politik yang lebih luas.

Menurut Anda figur seperti apa Tahir ul-Qadri dan peran politik apa yang akan dimainkannya?

Qadri tidak memiliki dukungan partai-partai agama terbesar. Sebab itu saya tidak melihat ia akan memainkan peran penting dalam pemilu mendatang. Tapi di sisi lain kita harus mengakui, ia mewakili ketidakpuasan yang besar di kalangan masyarakat akibat krisis ekonomi dan kelangkaan pasokan listrik dan bahan bakar.

Kami tidak tahu banyak soal Qadri. Ia dikenal moderat dan tidak berafiliasi dengan kelompok-kelompok ekstremis di Pakistan. Di banyak tulisannya, ia sering mengulas agama-agama lain. Tuntutan-tuntutannya selama ini senada dengan konsep Islam moderat seperti yang kita kenal di Pakistan saat ini.

Tapi tuntutannya untuk membubarkan pemerintah dan parlemen di tingkat provinsi akan menjadi pukulan telak bagi perkembangan demokrasi. Pemerintah dan oposisi saat ini harus mengawali transisi menuju parlemen baru dalam koridor negara hukum.