1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mitos Penulis dan Stamina Berkarya

6 Februari 2017

Untuk menghasilkan karya, dibutuhkan stamina. Di antaranya lewat olahraga, sebagaimana yang rajin dilakukan Pramoedya Ananta Toer maupun Haruki Murakami. Opini Anton Kurnia.

https://p.dw.com/p/2X2os
Indonesien Schriftsteller Pramoedya Ananta Toer
Foto: picture-alliance/AP Photo/S. Plunkett

Salah satu mitos tentang penulis adalah bahwa para penulis itu sejenis makhluk yang kesepian, bohemian, penyendiri, dan tidak suka beraktivitas fisik semacam berolahraga. Namun, pada kenyataannya, tak sedikit penulis yang menyimpang dari asumsi semacam itu. Sebut misalnya mendiang Yukio Mishima yang gemar berolahraga bela diri.

Bicara tentang penulis yang suka berolahraga, saya teringat almarhum Pramoedya Ananta Toer, novelis besar kita yang berusia panjang dan amat produktif berkarya. Pada pertemuan pertama saya dengan Bung Pram—demikian dia biasa disapa oleh anak-anak muda—di rumah lamanya di kawasan Utan Kayu, Jakarta Timur, 20 tahun silam, dia menepuk keras-keras pundak saya yang waktu itu kurus kerempeng saat pamit pulang.

Penulis; Anton Kurnia
Anton Kurnia Foto: privat

Saya kaget dan nyaris kehilangan keseimbangan, sedangkan dia tertawa terkekeh. "Makanya, rajin olahraga. Saya setua ini setiap pagi berolahraga mencangkul di kebun,” katanya yang kala itu telah berusia lewat 70 tahun, tapi masih tampak tegap dan sehat. Meski seorang perokok berat, Pramoedya rajin "olah badan”—satu kebiasaan yang dia lakukan sejak menjadi tahanan politik Orde Baru di Pulau Buru pada 1970-an.

Antara Menulis dan Berlari

Penulis Jepang masa kini yang berkali-kali diunggulkan di bursa taruhan sebagai pemenang Nobel sastra dan karya-karyanya laris manis, Haruki Murakami, juga dikenal sebagai penggemar olahraga. Melalui buku nonfiksinya yang bisa disebut juga sebagai memoar, What I Talk About When I Talk About Running, Murakami mengungkapkan kegemarannya terhadap olahraga lari. Dia bahkan menyatakan ada keterkaitan antara aktivitas menulis dan berlari. Namun, menurut Murakami yang menyebut diri sebagai "novelis dan pelari”, kaitan itu dalam beberapa hal bisa disebut sebagai semacam hubungan spiritual yang barangkali hanya bisa dipahami oleh penulis yang pelari atau pelari yang penulis.

Menurut Murakami yang novel-novelnya diterjemahkan ke dalam 50 bahasa, mendapat apresiasi baik dari para kritikus, bahkan menyabet berbagai penghargaan dan berkali-kali dicalonkan meraih Hadiah Nobel Sastra, yang diperlukan dalam menulis mula-mula adalah bakat. Setelah itu, yang penting adalah kemampuan untuk fokus dan daya tahan. Dua hal terakhir ini juga amat diperlukan dalam berlari, terutama lari jarak jauh. Murakami sendiri adalah seorang pelari maraton yang berpengalaman mengikuti lomba lari jarak jauh selama puluhan tahun.

Haruki Murakami
Haruki Murakami Foto: picture-alliance/Kyodo

Murakami bisa dibilang penulis bernapas panjang yang telah menerbitkan banyak novel, termasuk Norwegian Wood yang terjual jutaan eksemplar. Dalam hal ini kemampuan berlarinya berbanding lurus dengan produktivitas dan staminanya dalam menulis.

Menurut Murakami yang kini berusia lanjut, tapi tampak awet muda, sebagian besar cara menulis fiksi dia pelajari dari berlari setiap hari. Setiap hari rata-rata ia berlari sejauh 10 kilometer. Dengan itu ia bisa menjaga kebugaran fisiknya. Kebugaran fisik penting agar dapat berkonsentrasi dan fokus dalam menulis novel yang terkadang bisa setebal lebih dari 500 halaman. Menurut dia, otot manusia itu seperti binatang pekerja yang cepat belajar, sekaligus ingin hidup sesantai mungkin. Jika tak dilatih, otot-otot bisa melunak, termasuk otot-otot kaki untuk berlari dan otot-otot tangan untuk menulis. Begitu pula otak manusia. Jika tak dilatih dan dibiasakan untuk berpikir seperti dalam aktivitas menulis, dia akan lekas pikun.

Murakami termasuk penulis yang agak terlambat memulai. Dia mulai menulis novel pada awal 30-an. Setelah novel pertamanya terbit, dia menutup kafe miliknya yang sebenarnya sudah cukup sukses lalu menjadi penulis sepenuh masa. Dengan ketekunannya memupuk bakat dan berproses dalam menulis, akhirnya dia berhasil meraih kesuksesan sebagai penulis, baik secara finansial maupun sosial.

Selain penulis produktif, Murakami juga seorang penerjemah yang tekun. Dia telah menerjemahkan dan memublikasikan banyak novel karya para pengarang Amerika dalam bahasa Jepang, di antaranya Scott Fitzgerald dan Raymond Carver. Dari judul kumpulan cerpen Carver yang amat terkenal, yakni What We Talk About When We Talk About Love, Murakami mendapat inspirasi memberi judul memoarnya yang unik ini.

Stamina Menulis

Salah satu yang menarik bagi saya dalam penuturan Murakami tentang aktivitas berlari adalah bagaimana menaklukkan rasa lelah saat berlari jarak jauh dan bagaimana memotivasi diri agar tidak menyerah saat sudah merasa letih dan ingin berhenti sebelum menyelesaikan jarak yang harus ditempuh. Ini bisa diterapkan juga dalam proses kreatif menulis. Tak heran jika Murakami berhasil menulis novel-novel tebal yang tetap memikat hingga ke halaman terakhir, di antaranya novel IQ84 yang di sini terbit dalam 3 jilid dengan ketebalan masing-masing sekitar 700 halaman.

Dia menyatakan, "Menulis novel memiliki kemiripan dengan melakukan maraton penuh. Secara mendasar aku bisa mengatakan bahwa bagi seorang kreator, motivasi adalah hal yang nyata dan tersimpan di dalam diri, bukan hal memiliki bentuk atau tuntutan dari pihak lain.”

Murakami menunjukkan bahwa seorang penulis bisa dan perlu memiliki gaya hidup sehat agar produktif berkarya dan memiliki stamina menulis yang tinggi. Salah satunya dengan giat berolahraga.

Penulis:

Anton Kurnia, penulis dan pembaca, penggemar sepak bola.

*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWnesia menjadi tanggung jawab penulis.