1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Musim Gugur Gerakan Pembaruan Arab?

23 Agustus 2011

Afrika Utara dan kawasan Arab bergolak. Bagaimana ke depannya? Yayasan Die Zeit mengundang 30 ptokoh dan pemantau muda untuk berdebat mengenai hal itu.

https://p.dw.com/p/12LRt
Menentang Penguasa di TunisiaFoto: Ons Abid

Tunisia memiliki prognosa terbaik. Juga di Mesir terlhat titik terang. Para pakar mancanegara menilai gerakan pembaruan sosial dan politik di kedua negara itu cukup kuat untuk menyisihkan hambatan.

Namun tak begitu di semua negara. Di Bahrain, Arab Saudi dan Yaman, perubahan kurang menjanjikan. Dalam skenario terbaik negera-negara ini, perubahan terbatas pada pencitraan baru kepemimpinan lama. Begitu salah satu konklusi perdebatan para pemimpin muda dan pengamat dari lebih 30 negara di Hamburg.

Situasi di Suriah mendapat perhatian besar. Presiden Bashar al Assad sudah berulang kali menyatakan akan berhenti menggunakan kekerasan terhadap rakyat. Kaum pakar meragukan kebenaran pernyataannya, namun tegas menolak adanya intervensi asing.

Syrien Demonstrationen
Demonstrai di SuriahFoto: picture-alliance/dpa

Michael Thumann, koresponden harian "Die Zeit" di Suriah mengatakan, "Bashar Assad sekarang sudah terpukul. Legitimasinya di dalam negeri sudah terkikis, padahal dulu posisinya lebih kokoh daripada Mubarrak di Mesir. Pada dasarnya, kini tinggal menunggu saja hingga kendalinya atas kekuasaan hancur berkeping. Membicarakan intervensi sekarang, malah akan membuka peluang bagi garda lama untuk membangun legitimasi baru. Itulah inti penolakan terhadap intervensi militer asing.“

Rangkaian serangan militer Suriah terhadap warga sipil dan oposisi, mengubah pandangan Eropa dan AS terhadap revolusi Arab ini. Kegembiraan awal revolusi akan memiliki mitra demokratis di kawasan Timur Tengah sempat menyulut imajinasi para politisi Jerman. Pergolakan di Yaman dan Bahrain disamakan dengan perubahan di Jerman pada tahun 1989.

Kenyataannya berbeda. Vali Nasr, mantan penasihat dari Utusan Khusus AS untuk Afghanistan dan Pakisstan, Richard Holbrooke, melihat berubahnya kembali sikap Barat.

"Seruan dukungan perubahan kini berkurang. Mengintervensi Mesir, jauh lebih mudah karena pengaruh Barat pada militer dan politiknya begitu besar. Tapi di negara-negara yang sedikit hubungannya dengan Barat, ruang gerak terbatas pada intervensi militer, sanksi, tindakan yang diputuskan bersama oleh masyarakat internasional. Dan jalan ini selalu lebih rumit“, begitu Vali Nasr.

Professor Vali Nasr Iran-Experte
Pakar Iran, Professor Vali NasrFoto: AP

Sementara perubahan jalan terus. Persamaan protes-protes terakhir di Israel dengan pergerakan yang bergulir di kawasan Arab juga dibahas. Selain itu, kemungkinan untuk membangun jembatan komunikasi baru antara rakyat dari kedua kubu yang bermusuhan itu. “Stabilitas“ tidak selalu merupakan target terpenting dalam politik, tegas Volker Perthes dari Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Politik Jerman.

"Terlalu banyak penentu politik di Eropa yang kurang menyadari perbedaan stabilitas dan stagnasi. Revolusi yang terjadi tidak disangka-sangka, karena sebagian besar pemimpin politik Eropa terkelabui oleh para penguasa Arab yang mengaku bahwa hanya merekalah yang mampu mengatasi ancaman anarki atau kaum Islamis. Kini di Suriah dan di Libya baru terlihat bahwa para penguasa itu tak bisa menjamin stabilitas.“

Tidak ada satu resep untuk menghadapi situasi ini. Bagi negara-negara Barat, satu-satunya pijakan sikap yang pasti adalah memantau perubahan di kawasan Arab.

Ute Hempelmann / Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk