1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mutasi TNI: Pembangkangan Terakhir Gatot Nurmantyo?

6 Desember 2017

Mutasi yang digulirkan Panglima TNI Gatot Nurmantyo di ujung masa jabatannya dianggap bermasalah secara etika. Pengamat menilai langkah tersebut bisa dipandang sebagai konsolidasi politik.

https://p.dw.com/p/2orEG
Jendral Gatot Nurmantyo bersama Presiden Joko Widodo
Jendral Gatot Nurmantyo bersama Presiden Joko WidodoFoto: Reuters/Beawiharta

Menjelang perpisahan, Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo kembali mengingatkan Presiden Joko Widodo betapa terbatasnya kekuasan Istana Negara di Cilangkap. Meski akan pensiun, dia memutasi 85 perwira tinggi dan menengah TNI.

Langkah tersebut dinilai tidak etis, mengingat struktur personil TNI selayaknya dibentuk oleh sosok yang bakal menggantikan jendral bintang empat tersebut.

Gatot berdalih proses mutasi telah dilakukan jauh-jauh hari. Ia mengaku hanya menandatangani surat perintah pada hari yang sama ketika Istana Negara mengirimkan surat pencalonan Marsekal Hadi Tjahjanto ke DPR. Salah satu jabatan tertinggi yang dimutasi Gatot adalah Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) yang kini dipegang Mayjen Sudirman.

"Kalau saya mengeluarkan tanggal 5 Desember, walaupun secara legalitas masih boleh, secara de facto saya masih Panglima TNI. Tapi secara etika itu tidak. Saya tidak melanggar etika karena itu tanggal 4 sudah diparaf," kilahnya seperti dikutip Detik. Masa jabatan Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI masih akan berlangsung hingga Maret 2018.

Namun menurut Ketua Setara Institute, Hendadri, Tjahjanto bisa saja membatalkan mutasi yang digulirkan Gatot, "jika penempatan perwira itu tidak memperkuat organisasi TNI," tulisnya dalam keterangan pers, Rabu (6/12). Pasalnya "mutasi ini bisa dipandang sebagai konsolidasi politik yang bisa saja menguntungkan Gatot," imbuhnya.

Kiprah Gatot di pucuk TNI berawal 2015 silam, ketika pemerintahan Joko Widodo melemah digoyang oleh konflik kekuasaan di tubuh PDI-P dan kisruh seputar jabatan Kepala Kepolisian RI. Saat itu Jokowi melanggar tradisi pergantian di pucuk TNI yang seharusnya digilir di tiga matra TNI.

Pengangkatan Gatot sempat diisukan bermotifkan politis untuk melindungi Jokowi sebagai orang kuat baru di samping Wiranto dan Luhut Pandjaitan.

Berbeda dengan Gatot, kali ini Jokowi diyakini menempatkan Hadi Tjhajanto untuk memodernisasi dan mengawali reformasi TNI.

rzn/yf (rtr,kompas,tribun,detik)