1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Myanmar Akhiri Operasi Militer Terhadap Rohingya

16 Februari 2017

Myanmar menghentikan operasi militer melawan pemberontak Rohingya di negara bagian Rakhine. Keputusan tersebut mengakhiri perang selama empat bulan yang menurut PBB diwarnai kejahatan HAM dan pembersihan etnis.

https://p.dw.com/p/2XfFu
Straßenschlachten in Myanmar
Foto: AFP/Getty Images

Operasi militer di Rakhine digelar setelah sembilan aparat kepolisian tewas ditembak di dekat perbatasan Bangladesh awal Oktober silam. Menurut klaim PBB, sejak saat itu sebanyak 69.000 warga etnis Rohingya mengungsi dari Myanmar. Konflik sektarian tersebut memicu hujan kritik terhadap pemenang Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi yang dinilai mendiamkan pelanggaran HAM terhadap minoritas muslim.

Hingga kini, pemerintahan Myanmar masih menepis dugaan adanya kejahatan kemanusiaan di Rakhine, termasuk pembantaian dan pemerkosaan massal. Yangon sebaliknya berdalih, operasi tersebut merupakan kampanye anti separatisme yang sudah sesuai konstitusi. Lebih dari 1000 warga etnis Rohingya tewas sebagai buntut operasi militer.

Saat ini militer dan kepolisian masing-masing memiliki tim investigasi untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM setelah Suu Ki berjanji menindaklanjuti tudingan PBB tersebut.

"Situasi di utara Rakhine semakin kondunsif. Operasi pembersihan yang dilakukan militer berakhir, pemberlakuan jam malam sudah dihentikan dan kini yang tersisa di sana hanya aparat kepolisian buat menjaga perdamaian," ujar Penasehat Keamanan Nasional, Thaung Tun, dalam surat pernyataan yang dikeluarkan Kantor Konsuler Negara.

Berbeda dengan ungkapan Tun, dua pejabat senior di kantor keperesidenan Myanmar sebaliknya mengklaim militer masih menyisakan pasukan di Rakhine untuk menjaga "keamanan dan perdamaian." Sementara pihak militer sendiri belum memberikan konfirmasi mengenai berakhrinya operasi militer terhadap sparatis Rohingya.

Myanmar baru membebaskan diri dari kekuasaan junta militer beberapa tahun silam. Kendati telah melewati pemilihan umum yang relatif demokratis, pemerintahan sipil memiliki pengaruh terbatas terhadap militer. Saat ini tentara memegang tiga pos terpenting, yakni Kementerian Urusan Perbatasan, Kementerian Dalam Negeri dan Pertahanan.

rzn/yf (rtr,ap)