1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Myanmar: Uang dalam Koper dan Listrik Mati

Manuela Kasper-Claridge6 Juni 2013

Untuk pertama kalinya, Myanmar menjadi tuan rumah pertemuan regional Forum Ekonomi Dunia, WEF. Dipredikisi ekonomi domestik Myanmar mendatang akan berkembang pesat.

https://p.dw.com/p/18kMA
Foto: imago stock&people

Presidennya tak punya waktu. Sederetan konsultan daroi Inggris, Jerman, AS dan Uni Eropa menunggu di depan pintu kantornya di Ranggon. Namun tak seorang pun yang berhasil menemuinya. Win Aung bukan seorang Presiden yang politis, ia adalah kepada Federasi Kamar Dagang  dan Industri Myanmar, UMFCCI. Federasi ini membantu perusahaan asing membangun kontak bisnis dan kerjasama.

Modal dan Lapangan KerjaDitunggu

Investor dan kreditor bukan pemandangan aneh di Yangon maupun di ibukota, Naypyidaw. Semua orang ingin kecipratan pertumbuhan ekonomi yang diprediksi mencapai 8%. Delegasi Jerman sudah bertandang, dan bila berhasil menerobos pita merah pemerintahan, Jerman akan meresmikan perwakilan Kamar Dagangnya di sana.

Weltwirtschaftsforum Ostasien Myanmar 05.06.2013
Pertemuan Regional WEF, Myanmar 05.06.2013Foto: Sikarin Thanachaiary/WEF

Win Aung tak terganggu oleh antrian yang menunggunya. Ruang kantornya luas, selain sekretaris yang mencatat pembicaraan ada pegawai lain yang menuangkan teh ke cangkir. "Kami perlu membangun infrastruktur”, kata Win Aung kepada Deutsche Welle. "Kami perlu jalan-jalan, telefon dan internet yang berfungsi, dan kami tidak dapat melakukannya seua sendiri."

Dikatakannya, Myanmar butuh milyaran dolar untuk melaksanakannya dan keterlibaan  perusahaan besar. Ia juga mengundang partisipasi Jerman. “Kami menyambut partisipasi industri Jerman yang padat karya, dengan teknologinya, akses pasarnya dan modal. Kami ingin menghubungkan mereka dengan bisnis-bisnis lokal di Myanmar”, ungkapnya.

Hari-hari Penuh Tantangan

Namun dibalik eforia perkembangan, bagaimana kenyataan harian?

Banyak pengusaha yang mengeluhkan sistem keuangannya. Salah seorangnya, Jim Taylor asal AS yang perusahaannya memproduksi pompa air bagi petani. “Di sini hampir tidak ada ATM, transaksi bank rumit, jadi semua harus dibayar kontan. Ini rumit, karena selalu harus membawa-bawa setumpukan atau sekoper uang.“ Tambahnya,  sewa gedung atau rumah yang umumnya perlu dilunasi satu tahun dimuka, juga harus dibayar kontan.

Tapi masalah terbesar adalah kekurangan listrik. Tidak jarang terjadi listrik mati, kadang malah beberapa kali sehari. Tiba-tiba ruangan menjadi gelap, ketika sedang berbelanja bukan hal yang aneh. Tapi semua itu tampaknya tidak mengganggu orang-orang setempat. Generator listrik. dalam waktu singkat dinyalakan, meskipun penggunaannya mahal dan mencemar lingkungan.

Myanmar Stadt Rangun
YangonFoto: Jerzy Opoka/Fotolia

Pyae Sone Oo, seorang pengusaha Myanmar. Dengan modal dari orang tuanya, lelaki berusia 29 tahun ini membangun perusahaan yang antara lain mengisi karung-karung goni dengan beras bagi Organisasi Pangan Dunia, WFO.

Di gudangnya yang panas, beberapa lelaki mengisi karung secara manual, kemudian menggotongnya ke tumpukan karung yang akan segera dikirim. Jelas  Pyae Sone Oo, “Kami tidak bisa menggunakan mesin yang kami miliki untuk mengisi karung, karena tidak ada listrik. Ini sudah berlangsung beberapa hari. Mungkin baru minggu depan, kami mendapatkan 4 jam listrik se hari.

Menetapkan Standar

Sementara Uni Eropa berusaha membantu menetapkan standar. "Smart Myanmar"  adalah nama dari proyek Uni Eropa yang mendukung proses produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.

Wakilnya di tempat, Sabine Checkmate, tengah menyiapkan jaringan konsultan yang bisa membantu perusahaan setempat untuk memenuhi standar internasional, supaya produk Myanmar mendapat pasar di Eropa. Checkmate mengaku kagum saat kunjungan pertamanya ke sebuah pabrik di Myanmar. Ia melihat meja dan kursi yang teat, ruangan yang terang dan waktu-waktu istirahat. Hanya keamanan yang masih perlu diperhatikan dan upah yang lebih rendah dari banyak Negara lain.