1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

NATO Akhiri Misi di Libya

28 Oktober 2011

NATO hari Jumat (28/10/2011) memutuskan mengakhiri tujuh bulan misi mereka di Libya pada 31 Oktober mendatang, meski ada seruan dari penguasa baru negeri itu agar melanjutkan patroli udara hingga akhir tahun.

https://p.dw.com/p/1313Q
Berlin/ Der Generalsekretaer der NATO, Anders Fogh Rasmussen, spricht am Donnerstag (27.10.11) im Bundeskanzleramt in Berlin bei einer Pressekonferenz. Die NATO wird nach den Worten ihres Generalsekretaers auch nach 2014 in Afghanistan praesent sein. Dabei werde sich aber der Charakter des Militaereinsatzes veraendern, sagte Rasmussen am Donnerstag nach einem Treffen mit der Bundeskanzlerin in Berlin. (zu dapd-Text) Foto: Steffi Loos/dapd
Sekjen NATO: tugas militer kami di Libya sudah selesaiFoto: dapd

Pesawat tempur NATO akan mengakhiri misi pada Senin mendatang, setelah melakukan penyerbuan lebih dari 26.000 kali dengan target lebih dari 6.000 dalam sebuah operasi untuk membantu para pemberontak menggulingkan rejim Muammar Gaddafi.

“Operasi di Libya akan berakhir pada 31 Oktober 2011. Tugas militer kami sekarang selesai“ demikian tulis Sekjen NATO Anders Fogh Rasmussen di Twitter setelah para duta besar anggota NATO secara resmi menyetujui berakhirnya misi di Libya.

Anggota NATO pekan lalu menggelar pertemuan pendahuluan untuk mengakhiri misi di Libya setelah menilai bahwa rakyat sipil di sana akan aman, setelah Gaddafi tewas dan kota Sirte jatuh ke tangan oposisi.

Keputusan resmi pada hari Jumat ini dibuat satu hari setelah Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB secara bulat memutuskan untuk mencabut mandat bagi aksi militer di Libya mulai 31 Oktober pukul 23.59 waktu Libya.

Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengatakan bahwa keputusan PBB menunjukkan bahwa Libya kini telah memasuki sebuah era baru, meski sebelumnya pemimpin Dewan Transisi Nasional Libya NTC Mustafa Abdul Jalil mengingatkan bahwa para loyalis Gaddafi masih mengancam. Resolusi ini kata Hague “Adalah tonggak penting menuju masa depan yang damai dan demokratis di Libya.” Operasi militer atas Libya telah memecah Amerika Serikat dengan Rusia, Cina, Brazil, India dan Afrika Selatan yang menuduh NATO telah melanggar mandat PBB.

Negara-nagara barat kini sedang melihat apa yang mereka bisa bantu untuk rejim baru Libya. Sekjen NATO Anders Fogh Rasmussen telah mengulurkan tangan untuk membantu Libya melakukan refomasi atas sektor keamanan. NATO berulangkali menolak mengirimkan tentara ke Libya untuk membantu pengamanan.

Seorang pejabat NATO mengatakan bahwa beberapa negara anggotanya bisa memberikan bantuan kepada Dewan Transisi Nasional dalam soal manajemen udara untuk mengontrol perbatasan. Namun bantuan itu akan berada di luar payung NATO.

Sementara NATO juga tegas membantah bahwa serangan-serangan udara mereka diarahkan kepada Muammar Gaddafi. Meski, Gaddafi sendiri tertangkap setelah serangan udara pasukan NATO menghantam iring-iringan bekas penguasa Libya itu saat akan meninggalkan Sirte.

Dewan Transisi Libya yang juga dikritik atas kematian Gaddafi telah bersumpah akan membawa pelaku pembunuhan ke muka pengadilan dalam waktu singkat, sambil berkeras bahwa Gaddafi tewas setelah terperangkap dalam baku tembak dengan pendukungnya sendiri.

Pasukan koalisi yang dipimpin Prancis, Inggris dan Amerika Serikat pertama kali melancarkan serangan udara di Libya pada 19 Maret lalu sebelum akhirnya menyerahkan komando misi itu ke tangan NATO pada 31 Maret. Tidak seperti operasi NATO lainnya, kali ini Eropa di bawah orkestrasi Prancis dan Inggris memimpin serangan, sementara Amerika Serikat lebih memainkan peran di belakang layar dengan menyediakan intelijen dan pengisian ulang bahan bakar bagi pesawat-pesawat NATO di udara. Sekutu NATO telah memuji keberhasilan misi di Libya, karena tidak menimbulkan korban di pihak mereka dan hanya menimbulkan sedikit korban sipil.

Andy Budiman (AFP) Editor: Hendra Pasuhuk