1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

NBA Tunda Mulai Musim Baru Kompetisi

11 Oktober 2011

Liburan 'paksa' bagi para pebasket NBA berlanjut. Setelah berunding selama tujuh jam dalam masalah gaji, muncul keputusan dari NBA akan pembatalan pertandingan dua minggu pertama musim baru.

https://p.dw.com/p/12qHd
Foto: piture-alliance/dpa

Perundingan 'perdamaian' tidak membuahkan hasil. Liga profesional basket Amerika Serikat, NBA, membatalkan pertandingan dua minggu pertama musim ini dan terus membangkitkan kemarahan penggemar basket. Setelah perundingan marathon baru, belum tampak juga sebuah solusi bersama. "Kesenjangan perbedaan yang ada terlalu besar", demikian alasan komisioner NBA David Stern.

Minggu lalu Stern telah mengumumkan kepada pemilik klub dan serikat pemain NBPA akan langkah drastis tersebut, jika hingga 10 Oktober lalu tidak tercapai kesepakatan dalam konflik batasan gaji pemain. Ketua NBPA Derek Fisher mengatakan, "Saat ini kami belum sampai ke sebuah titik untuk bisa menyetujui kontrak yang adil."

Ini berarti, 100 pertandingan dari tanggal 1-14 November tidak akan dimainkan. Termasuk, pertandingan pembukaan antara juara bertahan Dallas Mavericks melawan Chicago Bulls. Stern juga sepertinya tidak akan menggelar pertandingan tersebut, di waktu lain. "Setiap hari yang terbuang, memaksa kami untuk memikirkan pembatasan musim yang tersisa".

Kapan perundingan berikutnya akan dilakukan, masih belum jelas. Sehingga, masih terbuka kapan pertandingan pertama musim baru NBA digelar atau malah sama sekali akan ditiadakan. Pemain Miami Heat LeBron James di akun twitternya menulis :"Saya ingin meminta maaf kepada semua fans. Ini hari yang menyedihkan bagi semua dan khususnya bagi kalian."

Untuk kedua kalinya dalam sejarah NBA, pertandingan dibatalkan karena terjadi ketidaksepakatan dengan pihak pemain. Tahun 1999, kompromi kedua pihak baru tercapai awal Januari. Saat itu 464 pertandingan dibatalkan. Musim kompetisi baru dimulai 6 Februari dan setiap klub dikurangi 50 pertandingan.

dpa / afp / Vidi Legowo-Zipperer

Editor : Christa Saloh-Foerster