1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Nikah Ramah Lingkungan, Selamatkan Bumi di Hari Spesial

14 November 2022

Dari hanya tiga pesta pernikahan, terkumpul sekitar 3.780 kilogram makanan berlebih. Simak beragam cara untuk bisa kurangi sampah dan cintai lingkungan di hari istimewa.

https://p.dw.com/p/4JSAe
Cendera mata pernikahan yang diselenggarakan ole Savitri Wedding
Cendera mata pernikahan yang diselenggarakan ole Savitri Wedding, minim plastikFoto: Privat

Ada yang tidak biasa di sebuah acara pernikahan di Yogyakarta kali itu. Pengumuman pemandu acara pernikahan yang diselenggarakan oleh Savitri Wedding tersebut mengingatkan sekaligus memudahkan para tamu undangan untuk membuang sampah dan sisa konsumsi di tempat sampah terpisah.

Penyelenggara meletakkan tempat sampah bambu yang berbentuk unik, lengkap dengan penjelasan di masing-masing tempat sampah: organik, plastik dan kardus, masker dan sarung tangan.

"Selalu kita taruh di tempat terbuka. Didekor dari bambu karena bagian dari dekorasi, jadi tamu tidak terganggu," kata Soraya Ayu Hapsari, pemilik Savitri Wedding yang berlokasi di Yogyakarta.

Usai acara, Soraya dan rekan-rekannya memanggil bank sampah rekanan di Yogyakarta untuk mengangkut sampah-sampah yang sudah terpilah tersebut. Bunga-bunga dan daun segar dari dekorasi acara pernikahan juga disalurkan ke sejumlah komunitas setempat.

Makanan berlebih di pesta pernikahan

Kepada DW Indonesia, Soraya Ayu Hapsari bercerita bahwa ia dan suaminya, Fery Setiawan, terpikir untuk mengurangi sampah sisa makanan saat menjalani ibadah umroh pada tahun 2019. "Dari situ kami kepikiran bagaimana caranya ngurangin food waste," kata Soraya.

Pesta pernikahan di Indonesia memang cenderung dihadiri ratusan dan bahkan ribuan tamu yang kerap menghasilkan sampah sisa makanan. Belum lagi sampah sisa acara pernikahan seperti dekorasi, cendera mata, dan sisa undangan baik yang terbuat dari kertas atau bahan lain.

Fery dan Soraya memang belum pernah menghitung secara pasti berapa kilogram sisa makanan berlebih yang mereka kumpulkan termasuk sampah lainnya. Namun, Fery memberikan contoh dari sebuah hasil riset bahwa acara pernikahan di Amerika Serikat rata-rata menghasilkan 62 ton karbon dioksida serta 200 sampai 300 kilogram sampah dalam satu hari.

"Itu saja yang di Amerika yang kita tahu pernikahan mereka lebih ringkas, apalagi kita," kata Fery kepada DW Indonesia. 

Pernikahan ramah lingkungan
Para tamu undangan diimbau untuk ikut memilah sampah mereka sendiri sebelum membuangnyaFoto: Privat

Soraya dan Fery tidak sendiri. Di Bekasi, Jawa Barat, penyelenggara pernikahan berkonsep serupa yakni Ecowedding, menemukan setidaknya empat hal utama penyumbang sampah di acara pernikahan. Makanan berlebih dan sampah dekorasi pernikahan berkontribusi masing-masing 35%, sedangkan sampah cendera mata dan undangan menyumbang masing-masing 15%.

"Kami telah mengumpulkan 3.780 kilogram makanan berlebih dari tiga pernikahan yang kami tangani," kata Imam Pesuwaryantoro pemilik Ecowedding kepada DW Indonesia. Makanan berlebih yang layak konsumsi ini mereka bagikan secara cuma-cuma kepada warga sekitar lokasi pernikahan. Sedangkan makanan berlebih yang tidak layak konsumsi diolah menjadi pupuk kompos, tambahnya.

Imam mengatakan kepada DW Indonesia bahwa Ecowedding berkolaborasi dengan beberapa komunitas pegiat lingkungan untuk mengambil sampah pilahan dari acara pernikahan.

Cendera mata ramah lingkungan

Menurut survei komunitas global YouGov, Indonesia menduduki urutan pertama sebagai negara yang menyangkal terjadinya perubahan iklim dari 23 negara yang disurvei. Hasil survei juga melaporkan bahwa 18% orang Indonesia percaya bahwa penyebab perubahan iklim saat ini bukanlah perilaku manusia.

Anjar Ningtias, pendiri Ecowedding dan istri Imam Pesuwaryantoro mengatakan masih segelintir kalangan di Indonesia yang sadar akan isu lingkungan. Mereka pun berusaha memperkenalkan cendera mata dari bahan-bahan ramah lingkungan kepada calon kliennya. Misalnya, sisa bunga dari acara pernikan bisa dijadikan hiasan gantungan kunci, atau daun-daun kering untuk hiasan notebook.

Cara tersebut dilakukan sebagai upaya edukasi ke publik sekaligus masuk ke pangsa pasar penyelenggara pernikahan ramah lingkungan.

Sementara pasangan Soraya dan Fery juga memikirkan bagaimana caranya agar undangan tidak terbuang percuma. Mereka memperkenalkan kertas undangan daur ulang yang telah diselipkan benih bayam. Kertas tersebut bisa ditanam dan bertumbuh.

Untuk membungkus makanan berlebih, disediakan pula alternatif daun pisang dan besek atau keranjang yang terbuat dari anyaman bambu. Soraya dan timnya menyelipkan secarik kertas di tiap besek yang berpesan agar besek itu terus digunakan untuk keperluan sehari-hari, seperti tempat menyimpan bawang goreng, atau sebagai kado.

Sewa baju pengantin, alih-alih beli

Biaya penyelenggaraan pernikahan ramah lingkungan oleh Ecowedding mulai dari 50 juta rupiah hingga 150 juta rupiah. Ketiga pilihan tersebut memberikan layanan yang sama, tetapi jumlah tamu undangannya menjadi pembeda. Kapasitas maksimal tamu undangan berjumlah 150 orang. Klien Ecowedding juga akan menerima laporan pengelolaan sampah usai resepsi.

Sedangkan, Soraya Ayu Hapsari dari Savitri Wedding mengatakan bahwa pernikahan ramah lingkungan dapat menekan anggaran karena jumlah tamu yang diundang cenderung sedikit. Ia juga menyarakan para klien untuk menyewa baju pengantin alih-alih membeli atau membuat baju baru. Selain itu, dirinya juga menyarakan klien mereka untuk menyimpan foto-foto pernikahan secara digital daripada mencetak menjadi buku album foto.

"Maksimal undangan 300 tamu. Orang yang memiliki konsep ramah lingkungan tidak tertarik mengundang banyak tamu," jelas Soraya.

Berles Lase, salah satu pengguna jasa penyelenggara pernikahan Ecowedding menuturkan bahwa dulu dia dan suaminya butuh konsultan yang memahami konsep pernikahan ramah lingkungan. 

"Acara selamatan saja banyak makanan terbuang percuma apalagi pernikahan," kata Lase. Dia masih ingat pada pernikahannya tahun lalu, pembawa acara berulang kali mengingatkan para tamu untuk membuang sampah di tempat sampah terpilah.

Selesai acara resepsi, Lase dan suaminya menerima laporan dari Ecowedding yang berisi jumlah pemakaian listrik, jumlah makanan berlebih, dan jumlah sampah kardus dan dekorasi yang dikumpulkan. Bagi Lase dan suami, beserta keluarga, mereka tidak perlu repot-repot memikirkan makanan yang berlebih dan sisa sampah acara pernikahan karena sudah diselesaikan oleh kru Ecowedding.

"Saya dan suami mau ajak orang lain untuk menikah secara ramah lingkungan, bisa hemat sekaligus ga banyak sampah," kata Lase.

(ae)

Kontributor DW, Leo Galuh
Leo Galuh Jurnalis berbasis di Indonesia, kontributor untuk Deutsche Welle Indonesia (DW Indonesia).