1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Nilai Rapor Tentukan Masa Depan?

2 Juli 2012

Di Jerman, libur sekolah sudah mulai. Sebelumnya, murid sekolah gelisah, karena sebelum masa libur, rapor dibagikan. Di negara lain situasinya tidak berbeda.

https://p.dw.com/p/15Pgj
Abi in der Tasche03 © Eva Kahlmann #3641117 abitur abiturzeugnis abschluss benotung beurteilung blau dokument freiheit gymnasium hand jeans jugend jung lebensabschnitt leistung lernen mann noten notenschnitt schule schulnoten schulzeugnis studieren studium urkunde zeugnis zulassung zvs Eingestellt am 10.07.2011 Land Deutschland
Gambar simbol ijazah sekolah JermanFoto: Fotolia/Eva Kahlmann

Seperti hampir semua murid di Cina, ketika kecil Zhao Xsi punya satu tujuan utama, yaitu nilai bagus dalam Gao Kao, ujian akhir sekolah di Cina. Hasil ujian ini menentukan segalanya. Yang mendapat dilai bagus dalam Gao Kao dapat berkuliah di universitas terbaik Cina. Yang tidak lulus, tidak akan punya kesempatan meniti karir dan memperoleh pekerjaan yang bergaji tinggi.

"Gao Kao adalah hal yang sangat penting bagi hidup di masa depan. Ini bukan sesuatu yang dibesar-besarkan“, tutur Zhao Xi. Hasil ujian itu pengaruhnya besar. "Terutama murid yang tinggal di daerah pedesaan, berharap bisa mendapat kesempatan untuk bisa hidup baik di perkotaan“, demikian Zhao Xi. "Gao Kao adalah kesempatan satu-satunya bagi mereka.“

Agar dapat lulus Gao Kao, murid yang kurang mampu dapat mengulang kelas terakhir. Dari sekolah tidak ada paksaan. Namun demikian tekanan dari sisi lain besar. Seluruh keluarga berharap, anak satu-satunya, yang menjadi efek politik satu anak, berhasil masuk universitas. Bagi anak-anak dari keluarga kaya, Gao Kao tidak terlalu penting. Meskipun hasil akhirnya tidak bagus, mereka dapat berkuliah di luar negeri.

Ein Junge lernt im Schulunterricht den Umgang mit Computern. Foto aus der Privatschule "South Ocean International School" in Qingdao in der chinesischen Provinz Shandong, aufgenommen im Juli 2001.
Murid sekolah di CinaFoto: picture-alliance/dpa

Zhao Xi selalu belajar, demikian ceritanya. Juga di masa libur sekolah. Sejak sepuluh tahun sebelum ujian akhir ia sudah mulai mempersiakpkan diri. Ia sukses. Ia dapat berkuliah di universitas terbaik di daerah asalnya. Sekarang Zhao Xi melanjutkan kuliah di Jerman.

Uganda: Nilai Rata-Rata Menentukan

Di Uganda tekanan atas murid sekolah tidak sebesar itu, tutur Iddi Ismail Ssessanga. Tidak semua keluarga menganggap nilai sekolah anak-anaknya penting. "Biasanya warga miskin yang mengkhawatirkan prestasi sekolah anak mereka.“ Bagi banyak keluarga kaya, nilai rapor tidak penting. "Karena hidup mereka sudah enak“, kata Iddi Ismail Ssessanga.

Schülerinnen in blauen Schuluniformen in einer Schule im Kiboga Bezirk, aufgenommen während eines Besuchs der örtlichen Malaria-Beraterin. (Undatierte Aufnahme). In Uganda sterben zwei von zehn Kindern unter fünf Jahren an Malaria. Sie wird durch Moskitostiche übertragen und ist die häufigste Krankheit in Ostafrika. Zur Bekämpfung der Krankheit wurde von dem Pharmaunternehmen Glaxo Smith Kline in Zusammenarbeit mit der Freedom From Hunger and African Medical and Research Foundation (AMREF) das Uganda Malaria Partnership Programme gegründet, das in drei von 56 Distriktes in Uganda tätig ist. Foto: Karl Grobl +++(c) dpa - Report+++
Murid-murid sekolah UgandaFoto: picture-alliance/dpa

Tetapi menjelang libur panjang tengah tahun, terutama murid yang kurang rajin juga merasa gelisah. Kerena mereka yang nilainya tidak bagus, tidak naik kelas. Yang menentukan adalah nilai rata-rata. Jika nilai rata-rata buruk, murid harus mengulang setahun. Yang dua kali tidak naik kelas, dikeluarkan dari sekolah. Jadi prinsipnya mirip dengan di Jerman. Iddi Ismail Ssessanga, yang sekarang berumur awal 30-an, dulu selalu mendapat nilai bagus di sekolah. Ia tidak pernah tidak naik kelas atau dikeluarkan dari sekolah.

Marokko: Keputusan Guru

Berbeda dengan di Uganda, yang menentukan murid naik kelas adalah guru, bukan prestasi di sekolah. Sistem sekolah di Marokko sangat dipengaruhi sistem yang berlaku di Perancis. "Kadang seorang murid mendapat nilai buruk, hanya karena pada hari ujian ia tidak cukup berkonsentrasi“, tutur Abderrahmane Ammar, yang sekarang berusia 20-an. "Kemudian ada juga murid, yang tidak mendapat nilai bagus, tetapi sebenarnya cerdas.“

Klassenzimmer, Schule bei Merzouga, Marokko, Afrika DPA-Erfassungsdatum: 28.10.2010 Bevölkerungen , Schulkind , jung , Kind , Schülerinnen , marokkanisch , Marokko , marokkanisches , Leute , Person , afrikanisch , Lehrerinnen , marokkanischer , Innenansicht , afrikanischer , Klassenzimmer , Schuelerinnen , arabische , Einheimische , Nordafrika , Schueler , Bildungsstätte , innen , Personen , sitzender , Bevoelkerungen , Schulunterricht , nordafrikanisches , Junge , Bildungsstätten
Sekolah MarokkoFoto: picture alliance/chromorange

Jika gurunya berpendapat sama, di akhir tahun pendidikan, murid tetap naik kelas. Tetapi bagi murid-murid yang nilainya buruk tetap ada konsekuensinya. Di masa libur mereka harus belajar dan tidak boleh bepergian. "Untuk itu orang tua ikut bertanggungjawab", dijelaskan Abderrahmane Ammar. Hukuman itu dianggap paling pahit. Karena Marokko memiliki pantai sepanjang 1.500 km. Di masa-masa liburuan, banyak murid dari keluarga kaya menghabiskan waktu mereka di pinggir pantai. Mereka yang mendapat nilai buruk, harus tetap berada di rumah dan belajar.

Rusia: Tekanan Orang Tua

Murid-murid yang mendapat nilai buruk di sekolah juga bisa tidak naik kelas. Di Rusia nilai terbaik adalah lima, dan terburuk dua. Jika murid mendapat nilai dua untuk sebuah mata pelajaran, ia harus mengulang tahun terakhir. Sebelum libur panjang, yang berlangsung tiga bulan, bahkan murid yang terburuk pun tetap merasa tenang. Demikian cerita Benazir Abrarova. Perempuan berusia 22 tahun itu menerangkan, "Murid yang mendapat nilai buruk tidak khawatir, karena mereka tidak peduli bagaimana kelanjutan pendidikannya." Tetapi tekanan sering datang dari orang tua. "Bagi kami, tidak naik kelas merupakan aib. Jadi orang tua lebih memperhatikan prestasi anaknya di sekolah, daripada anak itu sendiri.“

A teacher during the Unified State Exam in the Russian Language, 29. May 2007 in Novosibirsk. Photo: Vladimir Zinin/ITAR-TASS +++(c) dpa - Report+++ dpa 10094000
Seorang guru di RusiaFoto: picture-alliance/dpa

Jika seorang anak di Rusia tidak berprestasi bagus di sekolah, orang tuanya sering merogoh kocek lebih dalam. Demikian diterangkan Benazir Abrarova. Mereka memberikan hadiah kepada guru, dengan harapan, akhirnya anak mereka setidaknya mendapat nilai tiga.

Christoph Ricking / Marjory Linardy

Editor: Rizki Nugraha