1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

081209 USA Erdogan

8 Desember 2009

Turki menekankan bahwa perlu adanya solusi damai, juga menyatakan kesediaannya menjadi mediator dalam sengketa itu. Tapi Iran menolaknya.

https://p.dw.com/p/KxF4
PM Turki Recep Tayyip Erdogan (kiri) bersama Barack Obama di Gedung PutihFoto: AP

Terkait sengketa nuklir Iran, Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan menempatkan negaranya sebagai mediator dalam sengketa antara dua kawannya. Erdogan menyebut Iran sebagai temannya, dan demikian pula Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Erdogan mengritik Barat terlalu cepat memutuskan peningkatan sanksi terhadap Iran, dan mengatakan Ankara siap memediasi dengan Teheran.

Kesediaan ini memang diharapkan oleh Presiden Barak Obama, tersirat dalam sambutannya untuk Perdana Menteri Erdogan di Gedung Putih hari Senin (07/12). "Turki adalah negara yang besar, dan antara kedua negara kami terdapat hubungan yang kuat, dan saya senang dapat menyebut Perdana Menteri Erdogan sebagai seorang teman pribadi.“

Menekankan perlunya mematuhi standar internasional dan peraturan-peraturan mengenai pengembangan nuklir, Obama menambahkan, "Saya kira, Turki dapat berperan penting dalam menggerakkan Iran ke arah yang benar.“

Namun Erdogan dan Obama memiliki pendekatan yang berbeda mengenai mediasi tersebut. Erdogan menegaskan, bukan dengan sanksi, melainkan hanya diplomasi dan kesabaran yang bisa mengatasi sengketa dengan Iran itu. Erdogan sendiri mengaku, dalam batasan penggunaan sipil sebagai pembangkit energi, ia menghormati proyek nuklir Iran.

Di pihak lain, hari Selasa (08/12), Iran dengan tegas menolak Turki sebagai mediator dengan Barat. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Ramin Mehmanparast, menyatakan tidak membutuhkan pihak ketiga untuk menyelesaikan konflik mengenai program nuklir negaranya. Ia mengakui adanya sejumlah negara yang tertarik dan siap untuk berperan dalam masalah yang terjadi antara negara-negara besar dan negara yang independen. Sebagai contoh, disebutnya Turki yang ingin berperan sebagai mediator antara negara-negara yang memiliki teknologi nuklir dan yang negara-negara yang menginginkan teknologi itu.

Namun menurut Mehmanparast, program nuklir Iran bukannya tidak transparan dan tidak perlu diinterpretasikan lagi oleh pihak ketiga. Ia juga menegaskan, bahwa seluruh program nuklir Iran berada di bawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional IAEA yang telah mengetahui rencana ke depan Iran.

Iran merupakan mitra dagang Turki, khususnya di bidang energi. Di lain pihak, Turki merupakan mitra dagang Amerika Serikat yang keempat terbesar di dunia Islam. Turki juga ingin menjadi anggota Uni Eropa. Sementara itu Amerika Serikat dan negara-negara Barat curiga bahwa Iran sedang membangun senjata nuklir, di samping pembangkit listriknya.

EK/HP/DW/dpa/rtr/afp