1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Opini: Mungkin Kita Bisa

20 Oktober 2015

Naiknya Joko Widodo ke tampuk kekuasaan, membangkitkan harapan baru. Setelah setahun menjabat Presiden, banyak janji Jokowi yang belum terpenuhi. Opini Grahame Lucas (DW).

https://p.dw.com/p/1Gqz2
China Indonesien Widodo beim Wirtschaftsforum in Peking
Foto: Reuters/Feng Li

Pada masa kampanye, Jokowi sering dibandingkan dengan Presiden AS Barack Obama. Pesan dia ketika itu sederhana: "Pilihlah aku, maka kita akan masuki awal baru." Jokowi berjanji mendongkrak ekonomi, menghapus berbagai hambatan birokrasi untuk menggalakkan investasi, memperbaiki situasi Hak Asasi Manusia dan memerangi penyalahgunaan narkoba. Saat itu, sangat terasa momen "Yes We Can" dalam penampilan dan pidato-pidato politiknya.

Harus diakui, Jokowi berada di posisi sulit. Dia tidak punya mayoritas di parlemen, dan mendapat penentangan dari kalangan elit politik kaya, bahkan dari partainya sendiri. Jadi Jokowi bergerak dengan caranya sendiri. Sebagai "pendatang baru", dia melakukan beberapa kesalahan.

Lucas Grahame Kommentarbild App
Grahame Lucas

Awalnya dia ingin membersihkan jajaran kepolisian dari praktek korupsi yang sangat marak. Tapi upaya itu ternyata mendapat penentangan keras dari para anggota parlemen. Upaya Jokowi membangkitkan lagi perekonomian, yang pertumbuhannya berada di titik terendah selama enam tahun terakghir, juga belum menunjukkan hasil. Situasi bahkan mungkin lebih buruk lagi, seandainya harga minyak mentah di pasaran tidak serendah ini.

Pemerintahan Jokowi sering menyalahkan situasi global sebagai penyebab mandeknya ekonomi. Tapi hal itu terdengar seperti alasan yang dicari-cari saja. Faktanya, banyak kebijakan yang saling berlawanan, tanpa koordinasi dan membingungkan investor. Sementara berbagai pembatasan bagi investasi asing juga masih diberlakukan.

Tapi orang perlu menilai Jokowi dengan adil. Masalah yang diwariskan pendahulunya benar-benar pelik. Menghadapi kebakaran hutan yang rutin terjadi tiap tahun, Jokowi ingin agar pemerintah daerah di kawasan kebakaran bekerja lebih keras lagi. Tapi pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan di Jakarta terdengar seperti upaya mencari kambing hitam.

Dalam satu hal, Jokowi bisa bertindak dengan leluasa: eksekusi hukuman mati. Tapi dia kemudian mengambil keputusan yang salah. Eksekusi mati terhadap narapidana narkoba memang cukup populer di kalangan pemilih Indonesia. Tapi publik juga tahu, sistem hukum di Indonesia sangat korup. Jadi, sikap Jokowi justru bertentangan dengan tujuan awalnya, yaitu memperbaiki situasi hak asasi manusia di negaranya.

Memang tak bisa dibantah, tugasdan tantangan yang dihadapi Presiden Jokowi mahabesar. Juga tak bisa dibantah, pembenahan sistem ekonomi yang demikian korup dan tidak efektif akan membutuhkan waktu. Tapi pemilih butuh visi, perlu orientasi. Jokowi harus melakukan lebih banyak, daripada sekedar menyebar imbauan di sana sini. Dia tentu punya kapasitas untuk mendorong kemajuan ekonomi. Tapi pertanyaannya adalah, berapa banyak waktu lagi yang akan diberikan pemilih kepadanya.