1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Oposisi: Kebebasan Masih Terancam

20 April 2012

Undang-undang Keamanan Dalam Negeri Malaysia atau ISA yang selama ini dipakai untuk membungkam oposisi telah dicabut. Namun aturan baru pengganti ISA dianggap masih menyisakan peluang disalahgunakan rejim yang berkuasa.

https://p.dw.com/p/14iJv
Mahathir Mohamad paling banyak menyalahgunakan ISAFoto: AP

Setelah 52 tahun disalahgunakan, undang-undang keamanan dalam negeri atau yang dikenal sebagai Internal Securty Act ISA, diganti dengan aturan mengenai Pelanggaran Keamanan, yang telah disahkan oleh parlemen Malaysia pada 17 April yang lalu.

“Undang-undang baru ini adalah satu contoh luarbiasa di mana eksekutif secara sukarela menyerahkan kekuasaan kepada pengadilan“ kata Chandra Muzaffar, seorang akademisi dan presiden Gerakan Internasional untuk Keadilan Dunia yang berbasis di Malaysia.

“Kekuasaan untuk menahan seseorang tanpa melalui pengadilan adalah ekspresi paling besar dari kekuasaan yang tertutup dan kini kekuasaan itu telah dilepaskan“ kata Muzaffar menggambarkan undang-undang yang baru berlaku ini.

Perdana Menteri Najib Razak, sebelumnya telah menjanjikan pencabutan ISA saat berpidato dalam peringatan hari kemerdekaan Malaysia 15 September 2011 lalu. Langkah ini dibuat sebagai bagian dari reformasi pemerintah untuk meraih dukungan publik menjelang pemilihan umum.

Hukum baru ini berusaha menyeimbangkan prinsip kebebasan sipil dengan kebutuhan untuk mencegah terorisme, spionase dan kerusuhan rasial yang berpotensi terjadi di masyarakat Malaysia yang multi etnik.

Undang-undang baru itu lolos tanpa perubahan, meski mengabaikan permintaan kelompok oposisi untuk lebih banyak mengakomodasi prinsip checks and balances.

Tidak seperti ISA yang memungkinkan pemerintah memenjarakan seseorang tanpa pengadilan, aturan baru ini secara khusus menyatakan bahwa tak boleh ada seorangpun yang bisa dipenjara karena pandangan politik. Lebih jauh lagi aturan ini, menghapuskan otoritas kementerian dalam negeri yang selama ini memiliki kekuasaan untuk menahan seseorang selama beberapa tahun tanpa proses pengadilan.

Aturan baru ini menyatakan bahwa tak boleh ada penahanan tanpa pengadilan yang bisa diperpanjang lebih dari 28 hari dan menambahkan ‘klausul matahari terbenam' bahwa aturan soal penahanan ini akan ditinjau ulang setiap lima tahun dan harus disetujui tiga perempat suara di parlemen. Terkait penahanan, polisi juga diwajibkan memberitahu keluarga terdekat 48 jam setelah penangkapan dan penahanan ini bisa digugat lewat proses pengadilan.

Dalam debat parlemen, pemimpin oposisi Anwar Ibrahim menyambut baik perubahan aturan dan pencabutan ISA. Namun ia menyebut undang-undang baru ini tidak jauh lebih baik.

“Ketentuan dalam undang-undang baru ini melawan semangat demokrasi dan bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia“ kata Anwar sambil menambahkan “Pengadilan khusus harus dibentuk untuk kebutuhan ini…penahanan tetaplah penahanan meski pengadilan atau kementerian dalam negeri yang memerintahkannya“.

ISA awalnya diberlakukan untuk memerangi para pemberontak komunis pada tahun 1950 hingga 1960-an. Namun aturan itu kemudian dipakai oleh rejim Mahathir Mohamad untuk membungkam oposisi, selama 22 tahun berkuasa.

Kasus penyalahgunaan ISA terburuk terjadi pada tahun 1987 saat Mahathir menangkap dan memenjara lebih dari seratus orang yang antara lain terdiri dari anggota parlemen dan kelompok oposisi yang sering mengkritik dirinya.

ab/ ips