1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Organisasi Bantuan Datangkan Peluang Kerja Baru

24 Desember 2009

Dampak sampingan dari kehadiran sejumlah organisasi asing dan lokal di Nanggroe Aceh Darussalam adalah munculnya sejumlah lapangan kerja serta peluang bisnis.

https://p.dw.com/p/LCzo

Banda Aceh - Sigli, pulang pergi. Musa, supir LSM German Agro Action sudah terbiasa menempuh jalan ini. Sebelum bekerja bagi LSM Jerman yang antara lain memiliki proyek di Sigli dan Nias ini, Musa bekerja sebagai supir bis. Tujuh hari seminggu, jam kerja yang tak tentu. Musa tak pernah tahu kapan ia akan bertemu keluarganya. Tanggal 11 Januari 2005, hanya beberapa hari setelah bencana tsunami melanda Aceh, Musa mulai bekerja sebagai supir German Agro Action.

Dengan gajinya sebagai supir, Musa menghidupi istri dan dua orang anaknya. Dulu, penghasilannya tak menentu. Kalau ada pengeluaran tak terduga, Musa pun pusing tujuh keliling. Sekarang, ia dapat mengandalkan gaji tetapnya. Dan kontrak kerja dengan organisasi bantuan dari Jerman ini juga membawa sejumlah keuntungan kata Musa. "Lebih bagus kalau kita kerja di sini ..... ada jaminan sosial, asuransi dan Jamsostek," ungkap Musa.

Dan Musa sungguh-sungguh merasakan kelebihan dari gaji tetap dan asuransi kesehatannya. Beberapa bulan lalu Musa jatuh sakit dan bahkan harus dioperasi. Ia tak bekerja selama hampir satu bulan. Perawatannya menghabiskan dana cukup besar. Sebagian memang ditanggung asuransi. Sisanya harus ia bayarkan dengan menyicil, setiap bulan potong gaji.

Sudah hampir lima tahun Musa bekerja di Sigli. Tapi kini, proyek-proyek German Agro Action seperti pembangun rumah, perlindungan kawasan pantai dan juga pemberian modal usaha kecil akan segera berakhir. Sebentar lagi, Musa harus mencari pekerjaan baru. Masalahnya, cicilan yang harus dibayar Musa untuk melunasi biaya perawatan rumah sakitnya. Saat ini, ia belum punya modal dasar untuk mewujudkan mimpinya untuk berjaualan.

Kalau memang tak ada jalan keluar lainnya, Musa akan kembali bekerja sebagai supir bis. Setiap hari, menyusuri jalan antara Banda Aceh, Medan dan Sigli.

Usaha Penginapan

Bagi organisasi asing yang tidak punya kantor lokal, hal pertama yang harus dilakukan adalah menemukan tempat untuk menginap. Hajah Cut Suarni, seorang warga Sigli masih ingat situasi di awal tahun 2005 itu. "Tamu-tamu banyak yang datang dari luar negeri untuk memberi .... banyak orang Jakarta datang."

Tiga losmen yang sudah ada di Sigli sebelum tsunami tak mampu menampung arus tamu asing dan lokal ini. Kontan, sejumlah pemilik rumah menawarkan alternatif murah untuk menginap. Hajah Cut Suarni bercerita, awalnya mereka bahkan tidur berhimpit-himpitan di ruang tamu rumahnya. Melihat hal ini, iapun memutuskan untuk secara resmi membuka penginapan. Jumlah kamar yang ada ditambah. Keseluruhan, ada sebelas kamar dengan televisi dan AC, dan 12 kamar tanpa TV.

Losmen milik Cut Suarni tak pernah kosong setelah itu. Lokasinya strategis, persis di pinggir jalan. Cat rumah yang kuning mentereng menyebabkan penginapan ini dijuluki Losmen Kuning oleh para tamunya. Di ruang tamu yang sekaligus berfungsi sebagai lobi kecil terdapat sebuah meja tulis yang permukaannya ditutupi kartu-kartu nama tamu yang pernah menginap di losmen Cut Suarni.

Kini, lima tahun setelah bencana tsunami, lembaga bantuan asing dan lokal mulai menarik diri dari Aceh. Sebagian proyek sudah tuntas, sekarang tinggal serah terima dan pertanggungan jawab terakhirnya. Losemn Cut Suarni pun mulai sepi. Tapi berkurangnya jumlah para tamu juga da segi positifnya. Kini Cut Suarni punya waktu untuk mengunjungi ketujuh anaknya yang hidup tersebar. Ke depannya, Cut Suarni yang kini berusia 59 tahun tak berencana untuk menambah jumlah kamarnya.

Ziphora Robina

Editor: Yuniman Farid